0938. HUKUM KAWIN LARI




Pertanyaan:
Assalamu'alaikum ustad, kami mau bertanya bagaimana hukum wanita yg kawin lari? 
Mohon di jawab pak. Ustad.
[Septira]

Jawaban:
Walaikumussalam

Kawin lari ialah seorang laki-laki membawa lari seorang wanita baik dengan jalan paksa atau sama-sama suka maka bila keduanya menikah hukumnya sah bila yang menikahkan adalah hakim atau seseorang diangkat sebagai muhakkam.

مسألة): أخذ رجل امرأة عن أهلها قهراً وبعدها عن وليها إلى مسافة القصر وكذا دونه، إن تعذرت مراجعته لنحو خوف صح نكاحها بإذنها إن زوّجها الحاكم من كفء، إذ لم يفرق الأصحاب بين غيبة الولي وغيبتها، ولا في غيبتها بين أن تكون مكرهة على السفر أو مختارة، بل أقول: لو كان لها وليّ بالبلد وعضلها بعد أن دعته إلى كفء وتعسر لها إثبات عضله فسافرت إلى موضع بعيد عن الوليّ وأذنت لقاضي البلد الذي انتقلت إليه في تزويجها من الكفء صح النكاح، وليس تزويج الحاكم في الأوّل من رخص السفر التي لا تناط بالمعاصي كما يتخيل ذلك، نعم قد ارتكب المتعاطي لذلك بقهره الحرة والسفر بها وتغريبها عن وطنها ما لا يحل في الدين ولا يرتضى، بل ذلك من الكبائر العظام التي تردّ بها الشهادة ويحصل بها الفسق.
(Masalah) seorang laki-laki membawa lari seorang perempuan dari ahlinya (keluarga) dengan jalan paksa dan dijauhkan dari walinya hingga masafah Qasr (jarak boleh melakukan qasar) dan demikian juga kalau kurang dari masafah qasr tetapi ada uzur ketika hendak menghubungi wali perempuan tersebut kerana ketakutan umpamanya, maka sahlah nikah perempuan itu dengan izinnya jika ia dikawinkan oleh hakim, dengan calon suami yang se kufu’. hal ini disebabkan karena ashab Syafi'iyyah tidak membedakan antara ketiadaan/ghoibnya wali dengan ghaibnya perempuan dan tidak membedakan antara keadaan perempuan tersebutt dipaksa bepergian ataupun tidak (keinginan sendiri).

Tetapi aku (Mushannif/Ibnu Ziyad) berkata, jika perempuan tersebut memiliki wali dinegrinya, tetapi walinnya enggan (tidak mau) menikahkan setelah perempuan tersebut memberitahukan kepadanya (walinya) bahwasanya calon suaminya adalah se kufu’, kemudian perempuan tersebut kesulitan untuk menetapkan ketidak mauan wali untuk menikahkan, lalu peremuan tersebut pergi ke negeri yang jauh dari walinya, yang lau ia mengizinkan qadli/hakim negeri yang ia pindah didalamnya untuk menikahkannya dengan calon suami yang se kufu’ , maka pernikahan tersebut adalah sah. Dan bukanlah pengkawinan yang dilakukan hakim yang pertama tersebut terhadap perempuan tadi merupakan salah satu bentuk rukhsah (keringanan) dari bepergian (safar) yang tidak ada sangkut pautnya dengan kemaksiatan seperti yang dibayangkan demikian.

Iya, seseorang yang melakukan perbuatan tersebut dengan memaksa seorang perempuan merdeka lalu melarikannya dan mengasingkannya dari negaranya adalah salah satu perbuatan yang tidak dihalalkan dalam agama dan tidak diridloi, bahkan perbuatan tersebut adalah merupakan dosa besar yang dengan dosa tersebut, pelakunya akan tertolak kesaksiannya dan ia dihukumi sebagai orang fasiq.
[Ghoyaah At Talkhish Al Muraad Min Fatawa Ibn Ziyad Halaman 343]

Wallahu A'lamu Bis Showaab

[Ismidar Abdurrahman As-Sanusi]

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama