0352. HUKUM BERPINDAH MADZHAB

ISMIDAR ABDURRAHMAN AS-SANUSI·1 NOVEMBER 2016

PERTANYAAN  
> Ahmadh Syaifuddin
Ass,,,mau tanya sob,, bolehkah pindah mazhab tanpa ada hajat?? Mhon bntuanya

JAWABAN
> Ismidar Abdurrahman As-Sanusi

Hukum berpindah Madzhab ditafshil sebagai berikut:
1. Dihukumi fasiq bila hanya bertujuan mencari yang paling ringan saja.
2. Boleh secara Mutlak bila tidak talfiq. 
Talfiq adalah mengamalkan pendapat suatu Imam kemudian ia juga mengamalkan pendapat Imam yang lain.
Contoh:  Seseorang berwudhu mengikuti Imam Syafi'i dalam menggosok sebagian  kepala, kemudian ia menyentuh perempuan dan shalat mengikuti madzhab  Hanafi, yang menyatakan menyentuh perempuan tidak membatalkan wudhu.
Dari  penggabungan dua amaliyyah tersebut tidak seorang pun dari kedua Imam  tersebut berpendapat bahwa yang ia amalkan adalah Madzhabnya. Talfiq  dalam satu masalah itu dilarang, tapi, jika talfiq tidak dalam satu  masalah itu dibolehkan menurut beberapa Ulama.

(فَائِدَةٌ)  إِذَا تَمَسَّكَ اْلعَامِيْ ِبمَذْهَبٍ لَزِمَهُ مُوَافَقَـتُهُ وَإِلاَّ  لَزِمَهُ التَمَذْهُبَ بِمَذْهَبٍ مَعَيَّنٍ مِنَ اْلأَرْبَعَةِ لاَ  غَيْرِهَا ثُمَّ لَهُ وَإِنْ عَمِلَ بِاْلأَوَّلِ َاْلإِنْتِقاَلَ إِلىَ  غَيْرِهِ باِلْكُلِّيَةِ أَوْ فِي الْمَسَائِلِ بِشَرْطٍ أَنْ لاَ  يَتَتَبَّعَ الرَّخَصَ بِأَنْ يَأْخُذَ مِنْ كُلِّ مَذْهَبٍ بِاْلأَسْهَلِ  مِنْهُ فَيَفْسُقُ بِهِ عَلَى اْلأَوْجَهِ

(Faidah)  jika orang awam berpegang teguh pada suatu madzhab maka wajib  mengikutinya, jika tidak atau berpindah madzhab maka wajib mengikuti  madzhab yang jelas dari salah satu madzhab empat (madzhab Hanafi,  Maliki, Syafi’i dan Hambali) tidak kepada madzhab yang lainnya, jika  orang awam yang sudah mengikuti madzhab yang awal menginginkan berpindah  ke madzhab yang lain (hukumnya boleh) dengan syarat harus mengikuti  pendapat madzhab tersebut satu rumpun atau satu qodhiyah secara utuh(sau  Paket), atau hanya ikut dalam beberapa jenis masalah saja dengan syarat  tidak mengambil atau memilih pendapat yang ringan dari setiap madzhab  yang lebih mudah, jika begitu (hanya memilih yang ringan-ringan saja)  maka termasuk perbuatan fasik (menurut pendapat yang terpecaya).
Fath al-Mu'iin I/138

(  قَوْلُهُ ثُمَّ لَهُ ) أَيْ ثُمَّ يَجُوْزُ لَهُ اِلَخْ قَالَ اِبْنُ  الْجَمَالِ ( إِعْلَمْ ) أَنَّ اْلأَصَحَّ مِنْ كَلاَمِ الْمُتَأَخِّرِيْنَ  كَالشَّيْخِ اِبْنِ حَجَرٍ وَغَيْرِهِ أَنَّهُ يَجُوْزُ َاْلاِنْتِقَالُ  مِنْ مَذْهَبٍ إِلىَ مَذْهَبٍ مِنَ اْلمَذَاهِبِ اَلْمُدَوِّنَةِ وَلَوْ  بِمُجَرِّدِ التَّشَهِّى سَوَاءٌ اِنْتِقَلَ دَوَاماً أَوْ فِيْ بَعْضِ  الْحَادِثَةِ وَإِنْ أَفْتىَ أَوْ حَكَمَ وَعَمِلَ بِخِلاَفِهِ ماَ لَمْ  يَلْزَمْ مِنْهُ التَّلْفِيْقُ اه

Ibnu Jamal berkata  “ketahuilah sesungguhnya qaul yang lebih sahih menurut pendapat ulama’  periode akhir seperti Syekh Ibnu Hajar dan yang lainnya, beliau  berpendapat “sesungguhnya boleh berpindah dari madzhab satu ke madzhab  yang lainnya walaupun dengan keinginan untuk mencoba, baik itu berpindah  selamanya atau berpindah dalam keadaan tertentu, lalu apabila  menfatwakan atau memberikan hukum dan mengamalkan dengan sebaliknya maka   hukumnya boleh selama tidak talfiq.
I'aanah at-Thoolibiin IV/217

س (الخامس) عدم التلفيق بأن لايلفق
 في قضية واحدة ابتداء  ولادواما بين
 قولين يتولد منهما حقيقة لا يقول بها
صاحبهما . 

(Syarat  kelima dari taqlid) adalah tidak talfiq, yaitu tidak mencampur antara  dua pendapat dalam satu qadliyah (masalah), baik sejak awal, pertengahan  dan seterusnya, yang nantinya, dari dua pendapat itu akan menimbulkan  satu amaliyah yang tak pernah dikatakan oleh orang yang berpendapat.
Tanwir al-Quluub I/397

Wallahu A'lamu Bis Showaab 

> Walang Sungsang 
apabila untuk mencari kemudahan-kemudahan hukum saja. Keterangan kitab Fathu al-Mu’in halaman 138

)فَائِدَةٌ(  إِذَا تَمَسَّكَ اْلعَامِيْ ِبمَذْهَبٍ لَزِمَهُ مُوَافَقَـتُهُ وَإِلاَّ  لَزِمَهُ التَمَذْهُبَ بِمَذْهَبٍ مَعَيَّنٍ مِنَ اْلأَرْبَعَةِ لاَ غَيْرِهَا  ثُمَّ لَهُ وَإِنْ عَمِلَ بِاْلأَوَّلِ َاْلإِنْتِقاَلَ إِلىَ غَيْرِهِ  باِلْكُلِّيَةِ أَوْ فِي الْمَسَائِلِ بِشَرْطٍ أَنْ لاَ يَتَتَبَّعَ  الرَّخَصَ بِأَنْ يَأْخُذَ مِنْ كُلِّ مَذْهَبٍ بِاْلأَسْهَلِ مِنْهُ  فَيَفْسُقُ بِهِ عَلَى اْلأَوْجَهِ

(Faidah) jika orang  awam berpegang teguh pada suatu madzhab maka wajib mengikutinya, jika  tidak atau berpindah madzhab maka wajib mengikuti madzhab yang jelas  dari salah satu madzhab empat (madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan  Hambali) tidak kepada madzhab yang lainnya, jika orang awam yang sudah  mengikuti madzhab yang awal menginginkan berpindah ke madzhab yang lain  (hukumnya boleh) dengan syarat harus mengikuti pendapat madzhab tersebut  satu rumpun atau satu qodhiyah secara utuh(sau Paket), atau hanya ikut  dalam beberapa jenis masalah saja dengan syarat tidak mengambil atau  memilih pendapat yang ringan dari setiap madzhab yang lebih mudah, jika  begitu (hanya memilih yang ringan-ringan saja) maka termasuk perbuatan  fasik (menurut pendapat yang terpecaya). 

Mencari-cari  mana yang mudah, ialah mengambil dari tiap-tiap madzhab mana yang  enteng. Dan inilah yang diperselisihkan. Adapun yang telah diputuskan  oleh hakim, dengan menyalahi nash dan qiyas yang jali, maka itu terang  dilarang.
Para ulama dalam menghadapi masalah mencari-cari mana yang mudah, terbagi menjadi beberapa bagian:
1.Ada yang tidak membolehkan seperti Al Ghazali, Asy Syathibi, Al Jalalul Mahalli.
2.Ada  yang membolehkan dengan syarat, Al Izz Ibn Abdi Salam berkata: “Manusia  sejak dari zaman sahabat hingga lahir madzhab-madzhab itu, bertanya  tentang apa yang mereka perlukan kepada ulama’-ulama’ yang berbeda-beda  pendapat tanpa ada teguran dari siapapun, baik ia mengikuti yang  mudah-mudah saja, ataupun ia mengikuti yang berat, karena orang yang  menjadikan orang yang benar dalam suatu masalah seorang saja, yang tidak  ditentukan dan menjadikan yang benar itu, berbilang tidak meniadakan  jalan untuk menghalangi orang mengambil mana yang mudah dalam suatu  perbuatan, yang mewujudkan talfiq pada hukum-hukum yang satu.”
Ibnul  Aththar berkata: “Kesimpulannya boleh talfiq, boleh mencari-cari yang  mudah-mudah. Cuma jangan mencari-cari yang mudah itu dalam suatu hukum  yang diperoleh dari dua ijtihad.”
3.Ada yang membolehkan  tanpa sesuatu, seperti Al Kamal Ibn Humam. Beliau berkata: “Tak boleh  kita halangi seseorang mengikuti yang mudah-mudah, karena seorang  manusia, boleh mengambil mana yang enteng apabila ia memperoleh jalan  untuk itu.”
4.Ibnu Amiril Haj juga menetapkan bahwa mengikuti mana-mana yang mudah, tidak dihalangi oleh syara’.
5.Abu  Ishaq Al-Marmawi Asy Syafi’i juga membolehkan. Sebenarnya seorang awam  yang tidak mengetahui sebagian dari ilmu yang membawa kepada ijtihad,  lazim ia amalkan pada tiap-tiap masalah apa yang difatwakan oleh  muftinya. Karena bermadzhab dengan sesuatu madzhab hanya dilakukan oleh  orang yang mempunyai sedikit keahlian dalam mengambil dalil terhadap  sesuatu masalah. Demikian mengenai seseorang. Adapun jama’ah yang sedang  berusah

Komentari

Lebih baru Lebih lama