ISMIDAR ABDURRAHMAN AS-SANUSI·1 NOVEMBER 2016
PERTANYAAN
> Ahmadh Syaifuddin
Ass,,,mau tanya sob,, bolehkah pindah mazhab tanpa ada hajat?? Mhon bntuanya
JAWABAN
> Ismidar Abdurrahman As-Sanusi
Hukum berpindah Madzhab ditafshil sebagai berikut:
1. Dihukumi fasiq bila hanya bertujuan mencari yang paling ringan saja.
2. Boleh secara Mutlak bila tidak talfiq.
Talfiq adalah mengamalkan pendapat suatu Imam kemudian ia juga mengamalkan pendapat Imam yang lain.
Contoh: Seseorang berwudhu mengikuti Imam Syafi'i dalam menggosok sebagian kepala, kemudian ia menyentuh perempuan dan shalat mengikuti madzhab Hanafi, yang menyatakan menyentuh perempuan tidak membatalkan wudhu.
Dari penggabungan dua amaliyyah tersebut tidak seorang pun dari kedua Imam tersebut berpendapat bahwa yang ia amalkan adalah Madzhabnya. Talfiq dalam satu masalah itu dilarang, tapi, jika talfiq tidak dalam satu masalah itu dibolehkan menurut beberapa Ulama.
(فَائِدَةٌ) إِذَا تَمَسَّكَ اْلعَامِيْ ِبمَذْهَبٍ لَزِمَهُ مُوَافَقَـتُهُ وَإِلاَّ لَزِمَهُ التَمَذْهُبَ بِمَذْهَبٍ مَعَيَّنٍ مِنَ اْلأَرْبَعَةِ لاَ غَيْرِهَا ثُمَّ لَهُ وَإِنْ عَمِلَ بِاْلأَوَّلِ َاْلإِنْتِقاَلَ إِلىَ غَيْرِهِ باِلْكُلِّيَةِ أَوْ فِي الْمَسَائِلِ بِشَرْطٍ أَنْ لاَ يَتَتَبَّعَ الرَّخَصَ بِأَنْ يَأْخُذَ مِنْ كُلِّ مَذْهَبٍ بِاْلأَسْهَلِ مِنْهُ فَيَفْسُقُ بِهِ عَلَى اْلأَوْجَهِ
(Faidah) jika orang awam berpegang teguh pada suatu madzhab maka wajib mengikutinya, jika tidak atau berpindah madzhab maka wajib mengikuti madzhab yang jelas dari salah satu madzhab empat (madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) tidak kepada madzhab yang lainnya, jika orang awam yang sudah mengikuti madzhab yang awal menginginkan berpindah ke madzhab yang lain (hukumnya boleh) dengan syarat harus mengikuti pendapat madzhab tersebut satu rumpun atau satu qodhiyah secara utuh(sau Paket), atau hanya ikut dalam beberapa jenis masalah saja dengan syarat tidak mengambil atau memilih pendapat yang ringan dari setiap madzhab yang lebih mudah, jika begitu (hanya memilih yang ringan-ringan saja) maka termasuk perbuatan fasik (menurut pendapat yang terpecaya).
Fath al-Mu'iin I/138
( قَوْلُهُ ثُمَّ لَهُ ) أَيْ ثُمَّ يَجُوْزُ لَهُ اِلَخْ قَالَ اِبْنُ الْجَمَالِ ( إِعْلَمْ ) أَنَّ اْلأَصَحَّ مِنْ كَلاَمِ الْمُتَأَخِّرِيْنَ كَالشَّيْخِ اِبْنِ حَجَرٍ وَغَيْرِهِ أَنَّهُ يَجُوْزُ َاْلاِنْتِقَالُ مِنْ مَذْهَبٍ إِلىَ مَذْهَبٍ مِنَ اْلمَذَاهِبِ اَلْمُدَوِّنَةِ وَلَوْ بِمُجَرِّدِ التَّشَهِّى سَوَاءٌ اِنْتِقَلَ دَوَاماً أَوْ فِيْ بَعْضِ الْحَادِثَةِ وَإِنْ أَفْتىَ أَوْ حَكَمَ وَعَمِلَ بِخِلاَفِهِ ماَ لَمْ يَلْزَمْ مِنْهُ التَّلْفِيْقُ اه
Ibnu Jamal berkata “ketahuilah sesungguhnya qaul yang lebih sahih menurut pendapat ulama’ periode akhir seperti Syekh Ibnu Hajar dan yang lainnya, beliau berpendapat “sesungguhnya boleh berpindah dari madzhab satu ke madzhab yang lainnya walaupun dengan keinginan untuk mencoba, baik itu berpindah selamanya atau berpindah dalam keadaan tertentu, lalu apabila menfatwakan atau memberikan hukum dan mengamalkan dengan sebaliknya maka hukumnya boleh selama tidak talfiq.
I'aanah at-Thoolibiin IV/217
س (الخامس) عدم التلفيق بأن لايلفق
في قضية واحدة ابتداء ولادواما بين
قولين يتولد منهما حقيقة لا يقول بها
صاحبهما .
(Syarat kelima dari taqlid) adalah tidak talfiq, yaitu tidak mencampur antara dua pendapat dalam satu qadliyah (masalah), baik sejak awal, pertengahan dan seterusnya, yang nantinya, dari dua pendapat itu akan menimbulkan satu amaliyah yang tak pernah dikatakan oleh orang yang berpendapat.
Tanwir al-Quluub I/397
Wallahu A'lamu Bis Showaab
> Walang Sungsang
apabila untuk mencari kemudahan-kemudahan hukum saja. Keterangan kitab Fathu al-Mu’in halaman 138
)فَائِدَةٌ( إِذَا تَمَسَّكَ اْلعَامِيْ ِبمَذْهَبٍ لَزِمَهُ مُوَافَقَـتُهُ وَإِلاَّ لَزِمَهُ التَمَذْهُبَ بِمَذْهَبٍ مَعَيَّنٍ مِنَ اْلأَرْبَعَةِ لاَ غَيْرِهَا ثُمَّ لَهُ وَإِنْ عَمِلَ بِاْلأَوَّلِ َاْلإِنْتِقاَلَ إِلىَ غَيْرِهِ باِلْكُلِّيَةِ أَوْ فِي الْمَسَائِلِ بِشَرْطٍ أَنْ لاَ يَتَتَبَّعَ الرَّخَصَ بِأَنْ يَأْخُذَ مِنْ كُلِّ مَذْهَبٍ بِاْلأَسْهَلِ مِنْهُ فَيَفْسُقُ بِهِ عَلَى اْلأَوْجَهِ
(Faidah) jika orang awam berpegang teguh pada suatu madzhab maka wajib mengikutinya, jika tidak atau berpindah madzhab maka wajib mengikuti madzhab yang jelas dari salah satu madzhab empat (madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) tidak kepada madzhab yang lainnya, jika orang awam yang sudah mengikuti madzhab yang awal menginginkan berpindah ke madzhab yang lain (hukumnya boleh) dengan syarat harus mengikuti pendapat madzhab tersebut satu rumpun atau satu qodhiyah secara utuh(sau Paket), atau hanya ikut dalam beberapa jenis masalah saja dengan syarat tidak mengambil atau memilih pendapat yang ringan dari setiap madzhab yang lebih mudah, jika begitu (hanya memilih yang ringan-ringan saja) maka termasuk perbuatan fasik (menurut pendapat yang terpecaya).
Mencari-cari mana yang mudah, ialah mengambil dari tiap-tiap madzhab mana yang enteng. Dan inilah yang diperselisihkan. Adapun yang telah diputuskan oleh hakim, dengan menyalahi nash dan qiyas yang jali, maka itu terang dilarang.
Para ulama dalam menghadapi masalah mencari-cari mana yang mudah, terbagi menjadi beberapa bagian:
1.Ada yang tidak membolehkan seperti Al Ghazali, Asy Syathibi, Al Jalalul Mahalli.
2.Ada yang membolehkan dengan syarat, Al Izz Ibn Abdi Salam berkata: “Manusia sejak dari zaman sahabat hingga lahir madzhab-madzhab itu, bertanya tentang apa yang mereka perlukan kepada ulama’-ulama’ yang berbeda-beda pendapat tanpa ada teguran dari siapapun, baik ia mengikuti yang mudah-mudah saja, ataupun ia mengikuti yang berat, karena orang yang menjadikan orang yang benar dalam suatu masalah seorang saja, yang tidak ditentukan dan menjadikan yang benar itu, berbilang tidak meniadakan jalan untuk menghalangi orang mengambil mana yang mudah dalam suatu perbuatan, yang mewujudkan talfiq pada hukum-hukum yang satu.”
Ibnul Aththar berkata: “Kesimpulannya boleh talfiq, boleh mencari-cari yang mudah-mudah. Cuma jangan mencari-cari yang mudah itu dalam suatu hukum yang diperoleh dari dua ijtihad.”
3.Ada yang membolehkan tanpa sesuatu, seperti Al Kamal Ibn Humam. Beliau berkata: “Tak boleh kita halangi seseorang mengikuti yang mudah-mudah, karena seorang manusia, boleh mengambil mana yang enteng apabila ia memperoleh jalan untuk itu.”
4.Ibnu Amiril Haj juga menetapkan bahwa mengikuti mana-mana yang mudah, tidak dihalangi oleh syara’.
5.Abu Ishaq Al-Marmawi Asy Syafi’i juga membolehkan. Sebenarnya seorang awam yang tidak mengetahui sebagian dari ilmu yang membawa kepada ijtihad, lazim ia amalkan pada tiap-tiap masalah apa yang difatwakan oleh muftinya. Karena bermadzhab dengan sesuatu madzhab hanya dilakukan oleh orang yang mempunyai sedikit keahlian dalam mengambil dalil terhadap sesuatu masalah. Demikian mengenai seseorang. Adapun jama’ah yang sedang berusah
PERTANYAAN
> Ahmadh Syaifuddin
Ass,,,mau tanya sob,, bolehkah pindah mazhab tanpa ada hajat?? Mhon bntuanya
JAWABAN
> Ismidar Abdurrahman As-Sanusi
Hukum berpindah Madzhab ditafshil sebagai berikut:
1. Dihukumi fasiq bila hanya bertujuan mencari yang paling ringan saja.
2. Boleh secara Mutlak bila tidak talfiq.
Talfiq adalah mengamalkan pendapat suatu Imam kemudian ia juga mengamalkan pendapat Imam yang lain.
Contoh: Seseorang berwudhu mengikuti Imam Syafi'i dalam menggosok sebagian kepala, kemudian ia menyentuh perempuan dan shalat mengikuti madzhab Hanafi, yang menyatakan menyentuh perempuan tidak membatalkan wudhu.
Dari penggabungan dua amaliyyah tersebut tidak seorang pun dari kedua Imam tersebut berpendapat bahwa yang ia amalkan adalah Madzhabnya. Talfiq dalam satu masalah itu dilarang, tapi, jika talfiq tidak dalam satu masalah itu dibolehkan menurut beberapa Ulama.
(فَائِدَةٌ) إِذَا تَمَسَّكَ اْلعَامِيْ ِبمَذْهَبٍ لَزِمَهُ مُوَافَقَـتُهُ وَإِلاَّ لَزِمَهُ التَمَذْهُبَ بِمَذْهَبٍ مَعَيَّنٍ مِنَ اْلأَرْبَعَةِ لاَ غَيْرِهَا ثُمَّ لَهُ وَإِنْ عَمِلَ بِاْلأَوَّلِ َاْلإِنْتِقاَلَ إِلىَ غَيْرِهِ باِلْكُلِّيَةِ أَوْ فِي الْمَسَائِلِ بِشَرْطٍ أَنْ لاَ يَتَتَبَّعَ الرَّخَصَ بِأَنْ يَأْخُذَ مِنْ كُلِّ مَذْهَبٍ بِاْلأَسْهَلِ مِنْهُ فَيَفْسُقُ بِهِ عَلَى اْلأَوْجَهِ
(Faidah) jika orang awam berpegang teguh pada suatu madzhab maka wajib mengikutinya, jika tidak atau berpindah madzhab maka wajib mengikuti madzhab yang jelas dari salah satu madzhab empat (madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) tidak kepada madzhab yang lainnya, jika orang awam yang sudah mengikuti madzhab yang awal menginginkan berpindah ke madzhab yang lain (hukumnya boleh) dengan syarat harus mengikuti pendapat madzhab tersebut satu rumpun atau satu qodhiyah secara utuh(sau Paket), atau hanya ikut dalam beberapa jenis masalah saja dengan syarat tidak mengambil atau memilih pendapat yang ringan dari setiap madzhab yang lebih mudah, jika begitu (hanya memilih yang ringan-ringan saja) maka termasuk perbuatan fasik (menurut pendapat yang terpecaya).
Fath al-Mu'iin I/138
( قَوْلُهُ ثُمَّ لَهُ ) أَيْ ثُمَّ يَجُوْزُ لَهُ اِلَخْ قَالَ اِبْنُ الْجَمَالِ ( إِعْلَمْ ) أَنَّ اْلأَصَحَّ مِنْ كَلاَمِ الْمُتَأَخِّرِيْنَ كَالشَّيْخِ اِبْنِ حَجَرٍ وَغَيْرِهِ أَنَّهُ يَجُوْزُ َاْلاِنْتِقَالُ مِنْ مَذْهَبٍ إِلىَ مَذْهَبٍ مِنَ اْلمَذَاهِبِ اَلْمُدَوِّنَةِ وَلَوْ بِمُجَرِّدِ التَّشَهِّى سَوَاءٌ اِنْتِقَلَ دَوَاماً أَوْ فِيْ بَعْضِ الْحَادِثَةِ وَإِنْ أَفْتىَ أَوْ حَكَمَ وَعَمِلَ بِخِلاَفِهِ ماَ لَمْ يَلْزَمْ مِنْهُ التَّلْفِيْقُ اه
Ibnu Jamal berkata “ketahuilah sesungguhnya qaul yang lebih sahih menurut pendapat ulama’ periode akhir seperti Syekh Ibnu Hajar dan yang lainnya, beliau berpendapat “sesungguhnya boleh berpindah dari madzhab satu ke madzhab yang lainnya walaupun dengan keinginan untuk mencoba, baik itu berpindah selamanya atau berpindah dalam keadaan tertentu, lalu apabila menfatwakan atau memberikan hukum dan mengamalkan dengan sebaliknya maka hukumnya boleh selama tidak talfiq.
I'aanah at-Thoolibiin IV/217
س (الخامس) عدم التلفيق بأن لايلفق
في قضية واحدة ابتداء ولادواما بين
قولين يتولد منهما حقيقة لا يقول بها
صاحبهما .
(Syarat kelima dari taqlid) adalah tidak talfiq, yaitu tidak mencampur antara dua pendapat dalam satu qadliyah (masalah), baik sejak awal, pertengahan dan seterusnya, yang nantinya, dari dua pendapat itu akan menimbulkan satu amaliyah yang tak pernah dikatakan oleh orang yang berpendapat.
Tanwir al-Quluub I/397
Wallahu A'lamu Bis Showaab
> Walang Sungsang
apabila untuk mencari kemudahan-kemudahan hukum saja. Keterangan kitab Fathu al-Mu’in halaman 138
)فَائِدَةٌ( إِذَا تَمَسَّكَ اْلعَامِيْ ِبمَذْهَبٍ لَزِمَهُ مُوَافَقَـتُهُ وَإِلاَّ لَزِمَهُ التَمَذْهُبَ بِمَذْهَبٍ مَعَيَّنٍ مِنَ اْلأَرْبَعَةِ لاَ غَيْرِهَا ثُمَّ لَهُ وَإِنْ عَمِلَ بِاْلأَوَّلِ َاْلإِنْتِقاَلَ إِلىَ غَيْرِهِ باِلْكُلِّيَةِ أَوْ فِي الْمَسَائِلِ بِشَرْطٍ أَنْ لاَ يَتَتَبَّعَ الرَّخَصَ بِأَنْ يَأْخُذَ مِنْ كُلِّ مَذْهَبٍ بِاْلأَسْهَلِ مِنْهُ فَيَفْسُقُ بِهِ عَلَى اْلأَوْجَهِ
(Faidah) jika orang awam berpegang teguh pada suatu madzhab maka wajib mengikutinya, jika tidak atau berpindah madzhab maka wajib mengikuti madzhab yang jelas dari salah satu madzhab empat (madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) tidak kepada madzhab yang lainnya, jika orang awam yang sudah mengikuti madzhab yang awal menginginkan berpindah ke madzhab yang lain (hukumnya boleh) dengan syarat harus mengikuti pendapat madzhab tersebut satu rumpun atau satu qodhiyah secara utuh(sau Paket), atau hanya ikut dalam beberapa jenis masalah saja dengan syarat tidak mengambil atau memilih pendapat yang ringan dari setiap madzhab yang lebih mudah, jika begitu (hanya memilih yang ringan-ringan saja) maka termasuk perbuatan fasik (menurut pendapat yang terpecaya).
Mencari-cari mana yang mudah, ialah mengambil dari tiap-tiap madzhab mana yang enteng. Dan inilah yang diperselisihkan. Adapun yang telah diputuskan oleh hakim, dengan menyalahi nash dan qiyas yang jali, maka itu terang dilarang.
Para ulama dalam menghadapi masalah mencari-cari mana yang mudah, terbagi menjadi beberapa bagian:
1.Ada yang tidak membolehkan seperti Al Ghazali, Asy Syathibi, Al Jalalul Mahalli.
2.Ada yang membolehkan dengan syarat, Al Izz Ibn Abdi Salam berkata: “Manusia sejak dari zaman sahabat hingga lahir madzhab-madzhab itu, bertanya tentang apa yang mereka perlukan kepada ulama’-ulama’ yang berbeda-beda pendapat tanpa ada teguran dari siapapun, baik ia mengikuti yang mudah-mudah saja, ataupun ia mengikuti yang berat, karena orang yang menjadikan orang yang benar dalam suatu masalah seorang saja, yang tidak ditentukan dan menjadikan yang benar itu, berbilang tidak meniadakan jalan untuk menghalangi orang mengambil mana yang mudah dalam suatu perbuatan, yang mewujudkan talfiq pada hukum-hukum yang satu.”
Ibnul Aththar berkata: “Kesimpulannya boleh talfiq, boleh mencari-cari yang mudah-mudah. Cuma jangan mencari-cari yang mudah itu dalam suatu hukum yang diperoleh dari dua ijtihad.”
3.Ada yang membolehkan tanpa sesuatu, seperti Al Kamal Ibn Humam. Beliau berkata: “Tak boleh kita halangi seseorang mengikuti yang mudah-mudah, karena seorang manusia, boleh mengambil mana yang enteng apabila ia memperoleh jalan untuk itu.”
4.Ibnu Amiril Haj juga menetapkan bahwa mengikuti mana-mana yang mudah, tidak dihalangi oleh syara’.
5.Abu Ishaq Al-Marmawi Asy Syafi’i juga membolehkan. Sebenarnya seorang awam yang tidak mengetahui sebagian dari ilmu yang membawa kepada ijtihad, lazim ia amalkan pada tiap-tiap masalah apa yang difatwakan oleh muftinya. Karena bermadzhab dengan sesuatu madzhab hanya dilakukan oleh orang yang mempunyai sedikit keahlian dalam mengambil dalil terhadap sesuatu masalah. Demikian mengenai seseorang. Adapun jama’ah yang sedang berusah