080. FIQIH SHALAT : HUKUM MENGQODHO’ SHALAT

080. FIQIH SHALAT : HUKUM MENGQODHO’ SHALAT FARDHU

ISMIDAR ABDURRAHMAN AS-SANUSI·2 OKTOBER 2016


PERTANYAAN 
> Ãbdûl Ãzïs Ñåbåwï
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh...
.
mau nnyk lgi nih kk :) :) ;)
misalkan ad orng yg trlmbat bngun subuh, dia trbangun saat wktu subuh sdh habis... misalkan jam 00.09 pagi :D
tpi saat trbngun dia tdk lngsung meng'qadha sholat, saat sdh lma bru dia meng'qadha'nya,,,, misal jam 12.00 bru dia meng'qadha sholat'nya....
prtnya'an'nya ???
1. ap hukum melamakan qadha sholat ???
2. gmna status'nya qadha trsebut tdi, ap msih wajib atau bagaimna, krna udh sngat lma dri dia trbangun ?????
syukran, itu ajha dlu.... :) ;) :D

JAWABAN
> Ismidar Abdurrahman As-Sanusi 
Wa'alaikumussalam

مباحث قضاء الصلاة الفائتة
حكمه
قضاء الصلاة المفروضة التي فاتت واجب على الفور سواء فاتت بعذر غير مسقط لها أو فاتت بغير عذر أصلا باتفاق ثلاثة من الأئمة ( الشافعية قالوا : إن كان التأخير بغير عذر وجب القضاء على الفور وإن كا...ن بعذر وجب على التراخي

BAHASAN QADHA SHALAT
Hukum mengqadha shalat fardhu menurut kesepakatan tiga madzhab (Hanafi, Maliki dan Hanbali) adalah wajib dan harus dikerjakan sesegera mungkin baik shalat yang ditinggalkan sebab adanya udzur (halangan) atau tidak.

Sedangkan menurut Imam Syafi’i qadha shalat hukumnya wajib dan harus dikerjakan sesegera mungkin bila shalat yang ditinggalkan tanpa adanya udzur dan bila karena udzur, qadha shalatnya tidak diharuskan dilakukan sesegera mungkin.
Al-Fiqh ‘alaa Madzaahiba l-Arba’ah I/755

وقال الشافعية (1) : يسن ترتيب الفائت، وتقديمه على الحاضرة التي لا يخاف فوت وقتها، عملاً بفعل النبي صلّى الله عليه وسلم يوم الخندق، وخروجاً من خلاف من أوجبه، فترتيب الفائتة وتقديمها على الحاضرة مشروط بشرطين:
الأول ـ ألا يخشى فوات الحاضرة، بعدم إدراك ركعة منها في الوقت.
الثاني ـ أن يكون متذكراً للفوائت قبل الشروع في الحاضرة
.
(1) مغني المحتاج: 1 / 127 وما بعدها، المهذب: 1 / 54.
Berkata kalangangan syafiiyyah “meruntutkan sholat yang telah lewat (yang wajib diqadha) hukumnya sunat (diurutkan seperti shubuh, dhuhur, ashar, magrib dan isyak) sunat juga mendahulukan sholat yang telah lewat atas sholat yang hadir (sholat dimasa sekarang) yang tidak dikhawatirkan terjadi keluar waktunya karena mengikuti perbuatan nabi Muhammad saat perang khondaq dan agar keluar dari perbedaaan ulama yang mewajibkannya.
Mengurutkan sholat yang diqadha dan mendahulukannya pada sholat yang hadir bila memenuhi dua syarat :
1.tidak dikhawatirkan terjadi keluar waktunya hingga tidak bisa menemukan satu rokaat sholat dalam waktunya
2.Bila sholat yang diqadha ia ingat
Mughni al-Muhtaaj I/127, Al-Muhadzdzab I/54

( ويبادر ) من مر ( بفائت ) وجوبا إن فات بلا عذر فيلزمه القضاء فورا

قال شيخنا أحمد بن حجر رحمه الله تعالى والذي يظهر أنه يلزمه صرف جميع زمنه للقضاء ما عدا ما يحتاج لصرفه فيما لا بد منه وأنه يحرم عليه التطوع ويبادر به ندبا إن فات بعذر كنوم لم يتعد به ونسيان كذلك
(قوله: وأنه يحرم عليه التطوع) أي مع صحته، خلافا للزركشي.

Dan diwajibkan kepada orang yang telah disebutkan (Muslim yang mukallaf lagi yang suci) untuk mengqadhakan shalat yang tertinggal. Jika meninggalkan shalat tanpa keuzuran (alasan yang diterima oleh agama) maka diwajibkan kepadanya untuk mengqadhanya dengan segera.

Syaikhuna Ahmad bin Hajar rahimahullah berkata : “Secara dhahir bahwa wajib terhadap seseorang yang meninggalkan shalat tanpa uzur menggunakan seluruh waktu mengqadha shalatnya selain waktu yang wajib untuk memenuhi kebutuhannya dan haram terhadapnya mengerjakan shalat sunat”.
(Haram terhadapnya mengerjakan shalat sunat) namun sholatnya menurut Ibn Hajar sah berbeda menurut pendapat az-Zarkasy.

Disunatkan menyegerakan qadha jika tertinggal shalatnya karena ada uzur seperti tidur yang tidak disengaja dan juga lupa.

I’aanah at-Thoolibiin I/32

KESIMPULAN:

Hukum mengqodho' shalat wajib hukumnya dan diwajibkan mengqodho'nya sesegera mungkin jika shalat yang ditinggalkan tanpa ada udzur. Namun, apabila ada udzur tidak diharuskan diqodho' sesegra mungkin.

Ditarik pada pertanyaan diatas maka, melamakan qodho' shalat tidak terdosa karena shalat yang ditinggalkan karena udzur yakni tidur. Namun, sebaiknya dikerjakan segera agar supaya nanti tidak lupa. Menggodho' shalat wajib hukumnya meskipun shalat yang ditinggalkan sudah lama bahkan bertahun-tahun lamanya shalat yang ditinggalkan tetap wajib diqhodo'.
Adapun mengenai mengerjakan shalat sunah sebelum mengqodho' shalat yang ditinggalkan maka diperinci sebagai berikut:

~~ Bila saat meninggalkan shalat dahulu dengan ada udzur (alasan yang diterima syara') maka shalat sunahnya sah.
~~ Bila saat meninggalkan shalat dahulu tanpa ada udzur maka shalatnya Harom.

Meskipun shalatnya dihukumi Haram tetapi dihukumi sah menurut Imam Ibnu Hajar sedangkan menurut Imam az-Zarkaasyi shalat sunahnya juga tidak sah. (Ibarohnya sudah berlalu...:D)

CARA MENGQODHO' SHALAT YANG TIDAK TAHU JUMLAHNYA
Cara mengqadha shalat yang tidak diketahui jumlahnya menurut Malikiyyah, Syafi’iyyah dan hanabilah yaitu dengan mengqadha sejumlah shalat hingga ia yakin telah terbebas dari semua shalat yang pernah ia tinggalkan, sedang menurut Hanafiyyah tidak perlu yakin asal ia telah punya dugaan bahwa sholat yang pernah ia tinggalkan telah ia qadha’ maka sudah cukup.

CARANYA :
Gunakan seluruh waktu untuk mengqodho' sholat selain waktu-waktu yang dilarang shalat di dalamnya. Disunahkan meng-urutkannya (seperti, kerjakan dahulu dzhuhur, baru asar, maghrib...dst), sunah juga mendahulukan shalat qodho atas ada' (shalat yang sekarang) bila memenuhi ketentuan :
1.tidak dikhawatirkan terjadi keluar waktunya hingga tidak bisa menemukan satu rokaat sholat dalam waktunya 2.Bila sholat yang diqadha ia ingat

من عليه فوائت لا يدري عددها يجب عليه أن يقضي حتى يتيقن براءة ذمته عند الشافعية والحنابلة وقال المالكية والحنفية : يكفي أن يغلب على ظنه براءة ذمته

Al-Fiqh ‘alaa Madzaahib al-Arba’ah I/763

ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى أَنَّ مَنْ عَلَيْهِ فَوَائِتُ لاَ يَدْرِي عَدَدَهَا وَتَرَكَهَا لِعُذْرٍ وَجَبَ عَلَيْهِ أَنْ يَقْضِيَ حَتَّى يَتَيَقَّنَ بَرَاءَةَ ذِمَّتِهِ مِنَ الْفُرُوضِ . وَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ إِلَى أَنَّهُ يَعْمَل بِأَكْبَرِ رَأْيِهِ ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ رَأْيٌ يَقْضِي حَتَّى يَتَيَقَّنَ أَنَّهُ لَمْ يَبْقَ عَلَيْهِ شَيْءٌ (1) __________ (1) الطحطاوي على مراقي الفلاح ص 243 ، والقوانين الفقهية ص 50 ، ومغني المحتاج 1 / 127 ، وكشاف القناع 1 / 261 .

alMausuu’ah alFiqhiyyah XVI/24

وقال المالكية والشافعية والحنابلة (3) : يجب عليه أن يقضي حتى يتيقن براءة ذمته من الفروض __________ (3) القوانين الفقهية: ص 72، مغني المحتاج: 1 / 127، كشاف القناع: 1 / 305.
AlFiqh al-Islaam II/313

Wallahu A'lamu Bis Showaab

LINK ASAL:
https://www.facebook.com/groups/asawaja/permalink/1112391258808858/
======================================================

TAMBAHAN :
> Ismidar Abdurrahman As-Sanusi

HUKUM MENGQADHA' SHALAT FARDHU MENURUT AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH

Kebanyakan orang beranggapan bahwa tidak boleh mengqodho' shalat, hal itu juga pernah terjadi perdebatan seorang mahasiswa IAIN BUKIT TINGGI_SUMBAR dengan salah seorang dosen, bahwa menurut seorang dosen shalat fardhu lima waktu tidak ada qodho' jika ditinggalkan karena kesengajaan, tetapi dibantah salah seorang bahasiswa bahwa shalat fardhu lima waktu wajib diqodho meskipun ditinggalkan karena kesengajaan karena berdasarkan kebanyakan hadits yang shahih.

Para Ulama Ahlus Sunnah yang keempatnya menjadi Imam Mujtahid yakni, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam As-Syafi'i dan Imam Ahmad bin Hanbal, kesemuanya merupakan Ulama Ahli Fiqh lagi Ahli hadits berpendapat, mengqodho' shalat hukumnya wajib, baik shalat tersebut ditinggalkan karena ada udzur, kesengajaan, lupa dan sebagainya. Tidak ada yang membantah kewajiban mengqadho' shalat ini diantara para Ulama karena berdasarkan banyak hadits yang menyatakannya. Bahkan, hal ini telah menjadi Ijma' Ulama kaum muslimin. Selanjutnya kita lihat hadits-hadits yang menjadi rujjukan Ijma' ulama mengenai wajibnya mengqadha' shalat :

1). HR.Bukhori, Muslim dari Anas bin Malik ra.: “Siapa yang lupa (melaksanakan) suatu sholat atau tertidur dari (melaksanakan)nya, maka kifaratnya (tebusannya) adalah melakukannya jika dia ingat”. Ibnu Hajr Al-‘Asqalany dalam Al-Fath II:71 ketika menerangkan makna hadits ini berkata; ‘Kewajiban menggadha sholat atas orang yang sengaja meninggalkannya itu lebih utama. Karena hal itu termasuk sasaran Khitab (perintah) untuk melaksanakan sholat, dan dia harus melakukannya…’.


Yang dimaksud Ibnu Hajr ialah kalau perintah Rasulallah saw. bagi orang yang ketinggalan sholat karena lupa dan tertidur itu harus diqadha, apalagi untuk sholat yang disengaja ditinggalkan itu malah lebih utama/wajib untuk menggadhanya. Maka bagaimana dan darimana dalilnya orang bisa mengatakan bahwa sholat yang sengaja ditinggalkan itu tidak wajib/tidak sah untuk diqadha ?


Begitu juga hadits itu menunjukkan bahwa orang yang ketinggalan sholat karena lupa atau tertidur tidak berdosa hanya wajib menggantinya. Tetapi orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja dia berdosa besar karena kesengajaannya meninggalkan sholat, sedangkan kewajiban qadha tetap berlaku baginya.


2). Rasulallah saw. setelah sholat Dhuhur tidak sempat sholat sunnah dua raka’at setelah dhuhur, beliau langsung membagi-bagikan harta, kemudian sampai dengar adzan sholat Ashar. Setelah sholat Ashar beliau saw. sholat dua rakaat ringan, sebagai ganti/qadha sholat dua rakaat setelah dhuhur tersebut. (HR.Bukhori, Muslim dari Ummu Salamah).


3). Rasulallah saw. bersabda: ‘Barangsiapa tertidur atau terlupa dari mengerjakan shalat witir maka lakukanlah jika ia ingat atau setelah ia terbangun’. (HR.Tirmidzi dan Abu Daud).(dikutip dari at-taj 1:539)


4). Rasulallah saw. bila terhalang dari shalat malam karena tidur atau sakit maka beliau saw. menggantikannya dengan shalat dua belas rakaat diwaktu siang. (HR. Muslim dan Nasa’i dari Aisyah ra).(dikutip dari at-taj 1:539)


Nah alau sholat sunnah muakkad setelah dhuhur, sholat witir dan sholat malam yang tidak dikerjakan pada waktunya itu diganti/diqadha oleh Rasulallah saw. pada waktu setelah sholat Ashar dan waktu-waktu lainnya, maka sholat fardhu yang sengaja ketinggalan itu lebih utama diganti dari- pada sholat-sholat sunnah ini.


5). HR Muslim dari Abu Qatadah, mengatakan bahwa ia teringat waktu safar pernah Rasulallah saw. ketiduran dan terbangun waktu matahari menyinari punggungnya. Kami terbangun dengan terkejut. Rasulallah saw. bersabda: Naiklah (ketunggangan masing-masing) dan kami menunggangi (tunggangan kami) dan kami berjalan. Ketika matahari telah meninggi, kami turun. Kemudian beliau saw. berwudu dan Bilal adzan utk melaksanakan sholat (shubuh yang ketinggalan). Rasulallah saw. melakukan sholat sunnah sebelum shubuh kemudian sholat shubuh setelah selesai beliau saw. menaiki tunggangannya.



Ada sementara yang berbisik pada temannya; ‘Apakah kifarat (tebusan) terhadap apa
yang kita lakukan dengan mengurangi kesempurnaan shalat kita (at-tafrith fi ash-sholah)? Kemudian Rasulallah saw. bersabda: ’Bukan kah aku sebagai teladan bagi kalian’?, dan selanjutnya beliau bersabda : ‘Sebetulnya jika karena tidur (atau lupa) berarti tidak ada tafrith (kelalaian atau kekurangan dalam pelaksanaan ibadah, maknanya juga tidak berdosa). Yang dinamakan kekurangan dalam pelaksanaan ibadah(tafrith) yaitu orang yang tidak melakukan (dengan sengaja) sholat sampai datang lagi waktu sholat lainnya….’. (Juga Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Imaran bin Husain dengan kata-kata yang mirip, begitu juga Imam Bukhori dari Imran bin Husain).


Hadits ini tidak lain berarti bahwa orang yang dinamakan lalai/meng- gampangkan sholat ialah bila meninggalkan sholat dengan sengaja dan dia berdosa, tapi bila karena tertidur atau lupa maka dia tidak berdosa, kedua-duanya wajib menggadha sholat yang ketinggalan tersebut. Dan dalam hadits ini tidak menyebutkan bahwa orang tidak boleh/haram menggadha sholat yang ketinggalan kecuali selain dari yang lupa atau tertidur, tapi hadits ini menyebutkan tidak ada kelalaian (berdosa) bagi orang yang meninggal- kan sholat karena tertidur atau lupa. Dengan demikian tidak ada dalam kalimat hadits larangan untuk menggadha sholat !


6). Jabir bin Abdullah ra.meriwayatkan bahwa Umar bin Khattab ra. pernah datang pada hari (peperangan) Khandaq setelah matahari terbenam. Dia mencela orang kafir Quraisy, kemudian berkata; ‘Wahai Rasulallah, aku masih melakukan sholat Ashar hingga (ketika itu) matahari hampir terbenam’. Maka Rasulallah saw. menjawab : ‘Demi Allah aku tidak (belum) melakukan sholat Ashar itu’. Lalu kami berdiri (dan pergi) ke Bith-han. Beliau saw. Berwudu untuk (melaksanakan) sholat dan kami pun berwudu untuk melakukannya. Beliau saw. (melakukan) sholat Ashar setelah matahari terbenam. Kemudian setelah itu beliau saw. melaksanakan sholat Maghrib. (HR.Bukhori dalam Bab ‘orang yg melakukan sholat bersama orang lain secara berjama’ah setelah waktunya lewat’, Imam Muslim I ;438 hadits nr. 631, meriwayatkannya juga, didalam Al-Fath II:68,dan pada bab ‘meng- gadha sholat yang paling utama’ dalam Al-Fath Al-Barri II:72)


7). Begitu juga dalam kitab Fiqih empat madzhab atau Fiqih lima madzhab bab 25 sholat Qadha’ menulis: Para ulama sepakat (termasuk Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i dan lainnya) bahwa barangsiapa ketinggalan shalat fardhu maka ia wajib menggantinya/menggadhanya. Baik shalat itu ditinggal- kannya dengan sengaja, lupa, tidak tahu maupun karena ketiduran.


Memang terdapat perselisihan antara imam madzhab (Hanafi, Malik, Syafi’i dan lainnya), perselisihan antara mereka ini ialah apakah ada kewajiban qadha atas orang gila, pingsan dan orang mabuk.


8). Dalam kitab fiqih Sunnah Sayyid Sabiq (bahasa Indonesia) jilid 2 hal. 195 bab Menggadha Sholat diterangkan: Menurut madzhab jumhur termasuk disini Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Syafi’i mengatakan orang yang sengaja meninggalkan sholat itu berdosa dan ia tetap wajib meng-gadhanya.


Yang menolak pendapat qadha dan ijma’ ulama ialah Ibnu Hazm dan Ibn Taimiyyah, mereka ini membatalkan (tidak sah) untuk menggadha sholat !! Dalam buku ini diterangkan panjang lebar alasan dua imam ini.


(Tetapi alasan dua imam ini terbantah juga oleh hadits-hadits diatas dan ijma’ para ulama pakar termasuk disini Imam Hanafi, Malik, Syafi’I dan ulama pakar lainnya yang mewajibkan qadha atas sholat yang sengaja ditinggal- kan. Mereka ini juga bathil dari sudut dalil dan berlawanan dengan madzhab jumhur—pen.).


B. Kesimpulan :



Kalau kita baca hadits-hadits diatas semuanya masalah qadha sholat, dengan demikian buat kita insya Allah sudah jelas bahwa menggadha/meng-gantikan sholat yang ketinggalan baik secara disengaja maupun tidak disengaja menurut ijma’ ulama hukumnya wajib, sebagaimana yang diutarakan oleh ulama-ulama pakar yang telah diakui oleh ulama-ulama dunia yaitu Imam Hanafi, Imam Malik dan Imam Syafi’i.
Hanya perbedaan antara yang disengaja dan tidak disengaja ialah masalah dosanya jadi bukan masalah qadhanya.


Semoga dengan adanya dalil-dalil yang cukup jelas ini bisa menjadikan manfaat bagi kita semua. Semoga kita semua tidak saling cela-mencela atau merasa pahamnya/anutannya yang paling benar. Jangan pedulikan ucapan segelintir orang yang membantah akan ijma' ini...


Hadith mengqodlo sholat



إن المشركين شغلوا رسول الله صلّى الله عليه

وسلم عن أربع صلوات يوم الخندق، حتى ذهب من الليل ما شاء الله ، فأمر بلالاً فأذن،

ثم أقام، فصلى الظهر، ثم أقام فصلى العصر، ثم أقام فصلى المغرب، ثم أقام فصلى

العشاء»
(2)



رواه الترمذي والنسائي وأحمد، قال الترمذي: ليس بإسناده بأس،

إلا أن أبا عبيدة ( راويه عن أبيه عن ابن مسعود ) لم يسمع من أبيه. ورواه النسائي

أيضاً

عن أبي سعيد الخدري، ورواه البزار عن جابر ابن عبد الله ( نصب الراية: 2 /164- 166
).



ومن شغلت ذمته بأي تكليف لا تبرأ إلا بتفريغها أداء أو قضاء،

لقوله صلّى الله عليه وسلم : «فدين الله أحق أن يقضى» (3) . فمن وجبت عليه الصلاة،

وفاتته بفوات الوقت المخصص لها، لزمه قضاؤها (4) فهو آثم بتركها عمداً، والقضاء

عليه

واجب، لقوله صلّى الله عليه وسلم : «إذا رقد أحدكم عن الصلاة، أو غفل عنها، فليصلها

إذا ذكرها، فإن الله عز وجل يقول: {أقم الصلاة لذكري} [طه:14/20] (5) وللبخاري: «من

نسي صلاة، فليصلها إذا ذكرها، لا كفارة لها إلا ذلك» ومجموع الحديث المتفق عليه بين

البخاري ومسلم: «من نام عن صلاة أو نسيها، فليصلها إذا ذكرها» فمن فاتته الصلاة

لنوم
أو نسيان قضاها، وبالأولى من فاتته عمداً بتقصير يجب عليه قضاؤها.



وعليه: يجب القضاء بترك الصلاة عمداً أو

لنوم أو لسهو، ولوشكاً. ولا يجب القضاء عند المالكية لجنون أو إغماء أو كفر، أو حيض
أو نفاس، أو لفقد الطهورين.





(3) رواه البخاري والنسائي عن ابن عباس.
وهناك أحاديث أخرى في الحج في معناه (نيل الأوطار:285/4 وما بعدها).



(4) الكتاب مع اللباب: 1 / 88، الشرح الصغير:

1 /364، مغني المحتاج: 1 /127، المهذب: 1 / 54، المجموع: 3 /72 وما بعدها، المغني:
2 /108، بداية المجتهد:175/1.



(5) رواه مسلم عن أنس بن مالك (نيل الأوطار:
2 /25).


Wallaahu A'lamu Bis showaab

Komentari

Lebih baru Lebih lama