0923. HUKUM CELANA DIBAWAH MATA KAKI (ISBAL)




Pertanyaan:
>> Ikhwan Berpeci
Apa hukum celana di bawah mata kaki.

Jawaban:
>> Muhammad Wgn
mayoritas ulama meliputi ulama mazhab Hanafi, ulama mazhab Syafi’i, dan sebagian ulama mazhab Hanbali menyatakan, memanjangkan pakaian melebihi mata kaki hukumnya mubah. Syekh Ibnu Muflih menyebutkan:
 
وَرُوِيَ أَنَّ أَبَا حَنِيفَةَ رَحِمَهُ اللَّهُ ارْتَدَى بِرِدَاءٍ ثَمِينٍ قِيمَتُهُ أَرْبَعُمِائَةِ دِينَارٍ وَكَانَ يَجُرُّهُ عَلَى الْأَرْضِ، فَقِيلَ لَهُ أَوَلَسْنَا نُهِينَا عَنْ هَذَا ؟ فَقَالَ إنَّمَا ذَلِكَ لِذَوِي الْخُيَلَاءِ وَلَسْنَا مِنْهُمْ
 
“Diriwayatkan bahwa Abu Hanifah rahimahullah mengenakan jubah mahal berharga empat ratus dinar, dan beliau menjulurkannya di atas (mendekati) tanah. Dikatakan kepadanya: Bukankah kita dilarang melakukan hal itu? Beliau berkata: Larangan itu untuk orang sombong, dan kita bukan bagian dari mereka” (Lihat: Ibnu Muflih, Al-Adab Al-Syariyyah, juz 3, h. 521).
 
Sedangkan Syekh Al-Munawi dari mazhab Syafi’i menuturkan:
 
(وَالْمُسَبِّلُ إِزَارَهُ) الَّذِي يُطَوِّلُ ثَوْبَهُ وَيُرْسِلَهُ (خُيَلَاءَ) أَيْ بِقَصْدِ الْخُيَلَاءِ بِخِلَافِهِ لَا بِقَصْدِهَا
 
“Dan orang yang memanjangkan sarungnya, yaitu orang yang memanjangkan pakaiannya dan melepaskannya karena tujuan kesombongan. Berbeda (hukumnya) bagi orang yang memanjangkannya bukan karena tujuan sombong” (Lihat: Muhammad Abdurrauf Al-Munawi, Faidhul Qadir, juz 3, h. 436).
 
Senada dengan para ulama di atas, seorang ulama mazhab Hanbali bernama Ibnu Muflih menuliskan:
 
جَرُّ الْإِزَارِ إذَا لَمْ يُرِدْ الْخُيَلَاءَ فَلَا بَأْسَ بِهِ، وَهَذَا ظَاهِرُ كَلَامِ غَيْرِ وَاحِدٍ مِنْ الْأَصْحَابِ
 
“Memanjangkan sarung, jika bukan bertujuan sombong, hukumnya tidak apa-apa. Dan pendapat ini merupakan dzahir pendapat lebih dari satu ulama mazhab Hanbali” (Lihat: Ibnu Muflih, Al-Adab Al-Syariyyah, juz 3, h. 521).

>> Ismidar Abdurrahman As-Sanusi
Budayakan ucapkan salam sebelum post 🙏

Memanjangkan pakaian yakni tidak fokus pada celana tapi juga berlaku sarung bagi laki-laki memang dilarang berdasarkan hadits-hadits yang mengecamnya, itulah diistilahkan dengan "ISBAL", adapun hukumnya menurut Madzhab Syafi'i perbuatan isbal bagi laki-laki hukumnya haram bila ada indikasi sombong, dan bila tidak maka makruh; ini semuanya berlaku bagi laki-laki sedangkan bagi perempuan diperbolehkan.

Hujjah yang menguatkan pendapat Madzhab Syafi'i adalah hadits sahih berikut:

لاينظر اللَّهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهَ خُيَلَاءَ
“Allah tidak melihat terhadap seseorang yang menarik pakaiannya (dibawah mata kaki) karena sombong". (HR. Muslim)

Dasar keterangan:

أَنَّ الْإِسْبَالَ يَكُونُ فِي الْإِزَارِ والقميص والعمامة وأنه لايجوز إِسْبَالُهُ تَحْتَ الْكَعْبَيْنِ إِنْ كَانَ لِلْخُيَلَاءِ فَإِنْ كان لغيرها فهومكروه وَظَوَاهِرُ الْأَحَادِيثِ فِي تَقْيِيدِهَا بِالْجَرِّ خُيَلَاءَ تَدُلُّ عَلَى أَنَّ التَّحْرِيمَ مَخْصُوصٌ بِالْخُيَلَاءِ وَهَكَذَا نَصَّ الشافعى على الفرق كماذكرنا وَأَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى جَوَازِ الْإِسْبَالِ لِلنِّسَاءِ وَقَدْ صَحَّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْإِذْنُ لَهُنَّ فِي إِرْخَاءِ ذُيُولِهِنَّ ذِرَاعًا وَاللَّهُ أعلم 
[Syarh an Nawawi ala Muslim XIV/62]

Nambahin dikit ya supaya lebih jelas😁

Apabila sudah jelas bahwa memanjangkan sarung atau celana dibawah mata kaki dilarang bahkan haram hukumnya bagi laki-laki bila ada maksud sombong maka fiqih Syafi'iyah ada menyebutkan batasan yang sunah agar kiranya itulah perbuatan yang terbaik hendaknya dilakukan saat mengenakan celana atau sarung. Adapun batasannya setengah dari tulang kering yaitu tulang yang keras yang berada di tengah kaki, ini yang sunah, sedangkan yang boleh antara tulang kering dan sampai mata kaki tidak sampai dibawah mata kaki, bila sudah dibawah mata kaki makruh sebagaimana dijelaskan diawal bila tanpa maksud sombong dan bila sebaliknya haram. Ini semua Madzhab Syafi'i memadukan Hadits yang membicarakan tentang isbal bagi laki-laki.

Dasar keterangan:

وأما القدر المستحب فِيمَا يَنْزِلُ إِلَيْهِ طَرَفُ الْقَمِيصِ وَالْإِزَارِ فَنِصْفُ الساقين كما فى حديث بن عُمَرَ الْمَذْكُورِ وَفِي حَدِيثِ أَبِي سَعِيدٍ إِزَارَةُ المؤمن إلى أنصاف ساقيه لاجناح عَلَيْهِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَعْبَيْنِ مَا أَسْفَلَ مِنْ ذَلِكَ فَهُوَ فِي النَّارِ فَالْمُسْتَحَبُّ نِصْفُ الساقين والجائز بلا كراهة ماتحته إِلَى الْكَعْبَيْنِ فَمَا نَزَلَ عَنِ الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ مَمْنُوعٌ فَإِنْ كَانَ لِلْخُيَلَاءِ فَهُوَ مَمْنُوعٌ مَنْعَ تحريم والافمنع تنزيه وأما الأحاديث المطلقة بأن ماتحت الْكَعْبَيْنِ فِي النَّارِ فَالْمُرَادُ بِهَا مَا كَانَ لِلْخُيَلَاءِ لِأَنَّهُ مُطْلَقٌ فَوَجَبَ حَمْلُهُ عَلَى الْمُقَيَّدِ وَاللَّهُ أَعْلَمُ
[Syarh an Nawawi ala Muslim XIV/63]

Wallahu A'lamu Bis Showaab

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama