Foto: Tirto.id
Pertanyaan:
Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh ustadz izin bertanya
apakah ada dalil tentang tidur terlentang, miring, dan tengkurap? Apakah benar hal tersebut tidak dibolehkan, kenapa?
mohon penjelasannya ustadz , syukron.
[الآلافااالااة]
Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakaatuh
1. Tidur terlentang hukumnya boleh bagi laki-laki selagi tidak terbuka aurat dikala keadaan ada orang yang orang tersebut tidak boleh melihat batasan auratnya. Hal ini berdasarkan perbuatan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam yang melakukannya di masjid sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:
عَنْ عَبَّادِ بْنِ تَمِيمٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - عَنْ عَمِّهِ قَالَ: «رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فِي الْمَسْجِدِ مُسْتَلْقِيًا وَاضِعًا إِحْدَى قَدَمِهِ عَلَى الْأُخْرَى» . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Artinya: Dari ''Abbaad bin Tamim Radhiallahu Anhu dari pamannya ia berkata: "Aku Telah melihat Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam ketika di masjid berbaring terlentang seraya meletakkan kakinya kepada sebagian yang lain" (HR. Muttafaq Alaih - Bukhari dan Muslim)
Ketika mengomentari hadits tersebut Imam Nawawi berkomentar:
قَالَ الْعُلَمَاءُ أَحَادِيثُ النَّهْيِ عَنِ الِاسْتِلْقَاءِ رَافِعًا إِحْدَى رِجْلَيْهِ عَلَى الْأُخْرَى مَحْمُولَةٌ عَلَى حَالَةٍ تَظْهَرُ فِيهَا الْعَوْرَةُ أَوْ شَيْءٌ مِنْهَا وَأَمَّا فِعْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ عَلَى وَجْهٍ لَا يَظْهَرُ منها شيء وهذا لابأس به ولاكراهة فِيهِ عَلَى هَذِهِ الصِّفَةِ
“Ulama' berkata: Hadits-hadits menerangkan berbaring terlentang seraya mengangkat kakinya kepada sebagian yang lain kemungkinan sampai terlihat auratnya atau sebagian dari auratnya, sedangkan yang dilakukan Rasulullah tidak terlihat sesuatu pun dari aurat, ini tidak Mengapa dan tidak dimakruhkan atas tata cara ini”
[Syarh An Nawawi Ala Muslim XIV/78]
Adapun bila yang dilakukan adalah perempuan maka hukumnya makruh hal ini sebagaimana dikutip Syekh Bakri Syata Dimyathi dari Syekh Sulaiman Al Jamal:
أَوْ بَعْدَ صَلَاةِ الْعَصْرِ أَوْ خَالِيًا فِي بَيْتٍ وَحْدَهُ، فَإِنَّهُ مَكْرُوهٌ أَوْ نَامَتْ الْمَرْأَةُ مُسْتَلْقِيَةً وَوَجْهُهَا إلَى السَّمَاءِ-أَفَادَهُ جَمَل
“Atau sesudah shalat Ashar atau sendirian di rumah maka dihukumi makruh atau perempuan tidur terlentang wajahnya menghadap ke langit, di faedah kan oleh Jamal”
[Hasyiyah I'aanah at Thaalibiin I/120]
Larangan tersebut karena posisi yang demikian biasanya dilakukan perempuan ketika melakukan hubungan intim dengan suaminya, larangannya sebab mengingatkan dia agenda itu atau ada orang yang melihat ia tidur demikian mengingatkan itu posisi berhubungan intim atau posisi demikian disangka terbuka aurat dan yang sunah menutupnya, larangan ini tidak khusus yang sudah baligh, yang belum baligh pun terkena larangan ini, tapi wanita yang belum baligh orang tuanya yang menanggung karena anak belum baligh tidak terkena beban kerja syariat, walinya yang menanggungnya. Demikianlah yang disebutkan Syeikh Syibramalisiy:
أَوْ بَعْدَ صَلَاةِ الْعَصْرِ أَوْ خَالِيًا فِي بَيْتٍ وَحْدَهُ، فَإِنَّهُ مَكْرُوهٌ أَوْ نَامَتْ الْمَرْأَةُ مُسْتَلْقِيَةً وَوَجْهُهَا إلَى السَّمَاءِ
(قَوْلُهُ: مُسْتَلْقِيَةً) وَلَعَلَّ وَجْهَهُ أَنَّ هَذِهِ الْهَيْئَةَ لَمَّا كَانَتْ تَفْعَلُهَا الْمَرْأَةُ عِنْدَ جِمَاعِهَا نُهِيَ عَنْهَا لِأَنَّهَا مَظِنَّةٌ لِتَذَكُّرِ تِلْكَ الْحَالَةِ مِنْهَا أَوْ مِمَّنْ يَرَاهَا نَائِمَةً أَوْ أَنَّهُ مَظِنَّةٌ لِانْكِشَافِ شَيْءٍ مِنْ بَدَنِهَا وَالْمَطْلُوبُ مِنْهَا السَّتْرُ، وَلَا يَخْتَصُّ مَا ذُكِرَ بِالْبَالِغَةِ لِأَنَّ هَذِهِ الْهَيْئَةَ فَاحِشَةٌ لِلْأُنْثَى مِنْ حَيْثُ هِيَ، وَلَكِنَّ الْكَرَاهَةَ فِي حَقِّ غَيْرِ الْبَالِغَةِ تَتَعَلَّقُ بِوَلِيِّهَا لِأَنَّ خِطَابَ غَيْرِ الْمُكَلَّفِ يَتَعَلَّقُ بِوَلِيِّهِ
[Hawasyi As Syibramalisiy Ala Nihaayah Al Muhtaaj I 75/383]
2. Tidur dengan posisi miring tidak ada larangan bahkan Disunahkan tidur/berbaring pada posisi miring pada lambungnya sebelah kanan sembari dihadapkan ke kiblat, sedangkan tidur miring ke kiri dianjurkan para ahli medis karena posisi demikian lebih cepat mencerna makanan.
3. Tidur dengan posisi tengkurap hukumnya makruh karena posisi demikian posisi yang tidak disukai Allah sebab itu posisi tidurnya setan dan juga menyalahi tuntutan syariat dikarenakan posisi tengkurap mirip dengan perbuatan yang dilaknat Allah yaitu pelaku homoseks (lelaki mendatangi lelaki untuk memuaskan birahi dan juga umumnya bagian dada dan wajah paling agungnya anggota sujud ketika kita shalat dengan meletakkan keduanya ke bumi/tanah atau dilantai termasuk perbuatan hina selain sujud. Makna ini dikemukakan oleh Syekh Al Mulaa Al Qaariy ketika mengomentari yang sebagai larangan tidur dengan posisi tengkurap yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, redaksi haditsnya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: «رَأَى رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - رَجُلًا مُضْطَجِعًا عَلَى بَطْنِهِ، فَقَالَ: " إِنَّ هَذِهِ ضِجْعَةٌ لَا يُحِبُّهَا اللَّهُ» ". رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ.
Artinya: Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu ia berkata: "Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam melihat seorang lelaki yang berbaring di atas perutnya (tidur tengkurap) beliau bersabda: Ini cara tidur yang tidak disukai oleh Allah" (HR. Tirmidzi)
Meskipun masih ada hadits yang melarang tidur tengkurap, namun saya rasa itu sudah mewakili.
(فإذا أردت النوم فابسط فراشك مستقبل القبلة) والاستقبال على ضربـين أحدهما استقبال المحتضر، وهو المستلقي على قفاه، فاستقباله أن يكون وجهه وأخمصاه إلى القبلة، وهذا الاستلقاء مباح للرجال، ومكروه للنساء، وثانيهما وهو سنة ما ذكره بقوله (ونم على يمينك كما يضجع الميت في لحده) ويكون وجهك مع قبالة بدنك إلى القبلة وأما النوم على الوجوه، فهو نوم الشياطين، وهو مكروه وأما النوم على اليسار، فهو مستحب عند الأطباء لأنه يسرع هضم الطعام
“(Jika engkau akan tidur, maka gelarlah tempat tidurmu dengan menghadap kiblat). Tidur dengan menghadap kiblat ada dua cara.
Pertama, istiqbal muhtadhar yakni dengan cara terlentang di atas tengkuk kepala, wajah dan kedua lekuk kaki dihadapkan pada kiblat. Cara tidur demikian mubah dilakukan bagi laki-laki, sedangkan bagi wanita hukumnya makruh.
Kedua, cara ini adalah cara tidur yang sunah untuk dilakukan, yakni tidurlah dengan bertumpu pada tubuh bagian kanan sebagaimana posisi orang yang meninggal di liang lahatnya. Dan tidur dengan cara ini adalah dengan menghadapkan wajah dan bagian depan tubuh pada arah kiblat.
Tidur dengan bertumpu pada wajah (tengkurap) adalah cara tidurnya setan. Tidur dengan cara demikian adalah makruh hukumnya. Sedangkan tidur dengan bertumpu pada bagian kiri tubuh adalah hal yang dianjurkan oleh para dokter, sebab tidur dengan cara demikian lebih cepat dalam mencerna makanan”
[Muraqiy Al 'Ubudiyyah Halaman 41]
- (وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: رَأَى رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - رَجُلًا مُضْطَجِعًا عَلَى بَطْنِهِ، فَقَالَ) أَيِ: النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - لَهُ عَلَى مَا هُوَ الظَّاهِرُ، أَوْ لِغَيْرِهِ إِعْرَاضًا عَنْهُ وَاعْتِرَاضًا عَلَيْهِ لِكَوْنِهِ غَيْرَ قَابِلٍ لِلنَّصِيحَةِ. (إِنَّ هَذِهِ) أَيْ: هَذَا الِاضْطِجَاعَ، وَتَأْنِيثُهُ لِتَأْنِيثِ خَبَرِهِ وَهُوَ قَوْلُهُ: (ضِجْعَةٌ) : وَهَى بِكَسْرِ أَوَّلِهِ لِلنَّوْعِ (لَا يُحِبُّهَا اللَّهُ) : لِأَنَّ وَضْعَ الصَّدْرِ وَالْوَجْهِ اللَّذَيْنِ مِنْ أَشْرَفِ الْأَعْضَاءِ عَلَى الْأَرْضِ إِذْلَالٌ فِي غَيْرِ السُّجُودِ، أَوْ هَذِهِ الضِّجْعَةُ رَقْدَةُ اللَّوَّاطَةِ، فَالتَّشْبِيهُ بِهِمْ مَذْمُومٌ، وَسَيَأْتِي فِي الْحَدِيثِ أَنَّهَا ضِجْعَةٌ يَبْغَضُهَا اللَّهُ، وَفِي حَدِيثٍ إِنَّمَا هِيَ ضِجْعَةُ أَهْلِ النَّارِ. (رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ) .
[Mirqah Al Mafaatih Syarh Misykaah Al Mashaabih V/2980]
Wallahu A'lamu Bis Shawaab
(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As Sanusi)
Link Diskusi: