0265. HAID : HUKUM WUDHU WANITA HAID



Pertanyaan:
>> Dewi
Assalamualaikum
Afwan shalehah🙏
Apakah boleh wanita yang sedang haid berwudhu?
Mohon jawabannya🙏
Syukron

Jawaban:
>> Kurniawati

Dlm kitab fathul bari..imam syafi'i mengatakn bhw tidak dianjurkn bagi wanita haid berwudhu krn msh berhadast besar.tetapi jika drhnya sdh berhenti tetapi blm mandi wajib...mk sunnah berwudhu krn dihukumi sprt orang junub.wallahua'lamubishowab

    Ismidar Abdurrahman As-Sanusi>> 
وَقَالَ بن دَقِيقِ الْعِيدِ نَصَّ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ عَلَى أَنَّ ذَلِكَ لَيْسَ عَلَى الْحَائِضِ لِأَنَّهَا لَوِ اغْتَسَلَتْ لَمْ يَرْتَفِعْ حَدَثُهَا بِخِلَافِ الْجُنُبِ لَكِنْ إِذَا انْقَطَعَ دَمُهَا اسْتُحِبَّ لَهَا ذَلِكَ 
“Berkata Ibn Daqiiq Al 'Ieed: Nas Imam Syafi'i Rahimahullah bahwa wudhu sebelum tidur Tidak berlaku bagi wanita haid Karena meskipun ia mandi hadatsnya tidak akan hilang, berbeda dengan orang junub. Namun jika darah haid sudah berhenti dan tidak langsung mandi wajib, maka statusnya sama seperti orang junub”
[Fath al Baari Li Ibn Hajar I/395]


>> Ismidar Abdurrahman As-Sanusi
Wa'alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Wanita haid haram dan tidak sah bersuci (wudhu/mandi) dengan maksud dengan bersuci itu bisa menghilangkan hadats karena kondisinya yang sedang hadats tidak berpengaruh dengan bersuci. Akan tetapi bila bersucinya selain untuk menghilangkan hadats seperti untuk kebersihan, sunah, dll, maka tidak masalah dan sah bersucinya. 

وَلَا يُسْتَحَبُّ هَذَا الْوُضُوءُ لِلْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ فِي الْبُوَيْطِيِّ وَاتَّفَقَ عَلَيْهِ الْأَصْحَابُ وَدَلِيلُهُ مَا ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ أَنَّ الْوُضُوءَ لَا يُؤَثِّرُ فِي حَدَثِهَا لِأَنَّهُ مُسْتَمِرٌّ فَلَا تَصِحُّ الطَّهَارَةُ مَعَ اسْتِمْرَارِهِ وَهَذَا مَا دَامَتْ حَائِضًا فَأَمَّا إذَا انْقَطَعَ حَيْضُهَا فَتَصِيرُ كَالْجُنُبِ يُسْتَحَبُّ لَهَا الْوُضُوءُ فِي هَذِهِ الْمَوَاضِعِ لِأَنَّهُ يُؤَثِّرُ فِي حَدَثِهَا كَالْجُنُبِ وَهَذَا الَّذِي قُلْنَاهُ وَقَالَهُ الْمُصَنِّفُ وَالْأَصْحَابُ إنَّ الْوُضُوءَ يُؤَثِّرُ فِي حَدَثِ الْجُنُبِ وَيُزِيلُهُ عَنْ أَعْضَاءِ الْوُضُوءِ هُوَ الصَّحِيحُ الَّذِي قَطَعَ بِهِ الْجُمْهُورُ وَخَالَفَ فِيهِ إمَامُ الْحَرَمَيْنِ فَقَالَ لَا يرتفع شئ مِنْ الْحَدَثِ حَتَّى تَكْمُلَ الطَّهَارَةُ وَقَدْ سَبَقَ بَيَانُ هَذِهِ الْمَسَائِلِ فِي الْمَسَائِلِ الزَّوَائِدِ فِي آخِرِ صِفَةِ الْوُضُوءِ 
"Tidak disunahkan wudhu ini, (hendak makan, minum, tidur, mengulang senggama) bagi orang haid dan nifas nas Imam Syafi'i pada Buwaithi dan disepakati pengikutnya dalilnya yang dituturkan pengarang bahwa wudhu tidak berpengaruh pada hadatsnya karena dengan berwudhu hadatsnya tetap maka tidak sah bersuci bersamaan tetapnya hadats dan ini selagi haidnya merembes, adapun bila haidnya sudah berhenti maka seperti orang junub disunahkan baginya berwudhu pada keadaan tersebut karena berpengaruh pada hadatsnya seperti orang junub. Ini yang kami sebutkan dan sudah disebutkan pengarang dan ashab sesungguhnya wudhu berpengaruh pada hadats orang junub dan menghilangkan hadats dari anggota wudhu, inilah yang shahih yang diputuskan Jumhur, yang berbeda dengan hal tersebut adalah Imam Haromain 'Tidak terangkat sesuatu pun dari hadatsnya sampai menyempurnakan bersuci'. Sesungguhnya telah berlalu masalah ini pada masalah tambahan pada sifat wudhu.
[Al_Majmuu' ala Syarh al_Muhadzdzab II/156]

وَمِمَّا يَحْرُمُ عَلَيْهَا الطَّهَارَةُ عَنْ الْحَدَثِ بِقَصْدِ التَّعَبُّدِ مَعَ عِلْمِهَا بِالْحُرْمَةِ لِتَلَاعُبِهَا، فَإِنْ كَانَ الْمَقْصُودُ مِنْهَا النَّظَافَةَ كَأَغْسَالِ الْحَجِّ لَمْ يَمْتَنِعْ كَمَا سَيَأْتِي
"Diantara perkara yang haram atas wanita haid adalah bersuci dari hadats dengan tujuan beribadah serta mengertinya dia akan keharamannya, hal itu karena dia TALAA'UB (mempermainkan ibadah). Jika yang dikehendaki dari bersuci itu untuk kebersihan seperti mandi haji, maka bersuci tersebut tidak dicegah." 
[Nihaayah al_Muhtaaj I/330]

(فَرْعٌ)
هَذَا الَّذِي ذَكَرْنَاهُ مِنْ أَنَّهُ لَا تَصِحُّ طَهَارَةُ حَائِضٍ هُوَ فِي طَهَارَةٍ لِرَفْعِ حَدَثٍ سَوَاءٌ كَانَتْ وُضُوءًا أَوْ غُسْلًا وَأَمَّا الطَّهَارَةُ الْمَسْنُونَةُ لِلنَّظَافَةِ كَالْغُسْلِ لِلْإِحْرَامِ وَالْوُقُوفِ وَرَمْيِ الجمرة فمسونة لِلْحَائِضِ بِلَا خِلَافٍ صَرَّحَ بِذَلِكَ أَصْحَابُنَا وَصَرَّحَ بِهِ الْمُصَنِّفُ أَيْضًا فِي أَوَّلِ بَابِ الْإِحْرَامِ ويدل عَلَيْهِ قَوْلُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا حِينَ حَاضَتْ (اصْنَعِي مَا يَصْنَعُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لَا تطوفي) رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ
"CABANG
Apa yang telah kami tuturkan yaitu bersucinya orang haid tidak sah, itu adalah bersuci dalam menghilangkan hadats, baik wudhu maupun mandi. Adapun bersuci yang sunnah karena untuk kebersihan seperti mandi untuk Ihram, wuquf dan melempar jumrah maka hukumnya sunnah untuk wanita haid tanpa ada khilaf. Yang menjelaskan akan hal itu adalah para sahabat kami dan dijelaskan pengarang juga pada awal bab ihram, dalil akan hal tersebut adalah sabda Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam kepada Aisyah Radhiallahu 'anha tatkala beliau haid 'Perbuatlah segala sesuatu yang dikerjakan orang haji kecuali kamu tidak boleh thawaf', Diriwayatkan Bukhari dan Muslim".
[Al Majmuu' Syarh al Muhadzdzab II/350]
Walllahu A'lamu Bis Showaab

>> Muhammad Kholidin Zein
Ulama berbeda pendapat, apakah wanita haid dianjurkan berwuhud ataukah tidak.

An-Nawawi menyebutkan dua pendapat ini dalam Syarh Shahih Muslim,

Pertama, beliau nukil keterangan al-Maziri,

قال المازري ويجري هذا الخلاف في وضوء الحائض قبل أن تنام فمن علل بالمبيت على طهارة استحبه لها

Al-Maziri mengatakan, “Terdapat perbedaan pendapat tentang wudhunya wanita haid sebelum tidur. Bagi ulama yang memahami bahwa alasannya agar bisa tidur dalam kondisi punya thaharah, maka dia menganjurkan hal itu.”

Selanjutnya an-Nawawi menyebutkan pendapat ulama madzhab Syafiiyah,

أما أصحابنا فإنهم متفقون على أنه لا يستحب الوضوء للحائض والنفساء لأن الوضوء لا يؤثر في حدثهما فإن كانت الحائض قد انقطعت حيضتها صارت كالجنب

“Para ulama mazhab kami (Syafi’iyah) sepakat bahwa tidak dianjurkan bagi wanita haid atau nifas untuk berwudhu (sebelum tidur) karena wudhunya tidak berdampak pada statusnya, karena ketika darah haidnya sudah berhenti (sedangkan dia belum mandi suci), hukumnya seperti orang junub. (Syarh Shahih Muslim, 3/218)

>> Ismidar Abdurrahman As-Sanusi
Al Ustadz Muhammad Kholidin Zein Sebagaimana uraian saya terdahulu bahwa wudhu wanita haid sama sekali tidak berpengaruh dengan status hadats orang haid, berbeda dengan orang junub. Oleh sebab itu terdapat khilaf sebagaimana pendapat yang dikutip Imam Nawawi dari Maaziriy tersebut. Kalau Madzhab Syafi'i sebagaimana saya jelaskan.

Namun sekarang kita pahami apa tujuan disyariatkan wudhu' bagi orang junub saat mau tidur, makan, dll, tidak lain tidak bukan hikmahnya untuk meringankan hadats orang junub, kenapa orang haid dikatakan tidak sunah, ya karena hadats orang haid dengan berwudhu sama sekali tidak berpengaruh. Ini sebenarnya alasan Syafi'iyah.

Wallahu A'lamu Bis Showaab

وَاخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِي حِكْمَةِ هَذَا الْوُضُوءِ فَقَالَ أَصْحَابُنَا لِأَنَّهُ يُخَفِّفُ الْحَدَثَ فَإِنَّهُ يَرْفَعُ الْحَدَثَ عَنْ أَعْضَاءِ الْوُضُوءِ وَقَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْمَازِرِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ اخْتُلِفَ فِي تَعْلِيلِهِ فَقِيلَ لِيَبِيتَ عَلَى إِحْدَى الطَّهَارَتَيْنِ خَشْيَةَ أَنْ يَمُوتَ فِي مَنَامِهِ وَقِيلَ بَلْ لَعَلَّهُ أَنْ يَنْشَطَ إِلَى الْغُسْلِ إِذَا نَالَ الْمَاءُ أَعْضَاءَهُ
[Al Minhaaj Syarh Shahih Muslim III/218]

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama