0892. HUKUM BONCENGAN MOTOR NON MAHRAM II

Pertanyaan:



Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Pada dasarnya hukum asal boncengan dalam satu kendaraan antara dua orang yang terdapat hubungan mahram, atau sesama jenis atau suami istri diperbolehkan dalilnya jelas menunjukkan kebolehannya, namun demikian bila boncengan antara non mahram dilarang sebab menepis hal-hal yang akan timbul dari fitnah dan timbulnya syahwat. Sungguh pun demikian, boncengan antara non mahram itu tidak dihukumi haram dengan syarat:
• Tidak bersinggungan badan, dan bertemu kulit
• Tidak terjadi kholwah, yang dimaksud kholwah ialah berkumpulnya laki-laki dan wanita di tempat sepi yang menurut kebiasaan umum sulit terhindar dari perbuatan yang diharamkan, seperti duduk berduaan yang tidak ada orang lain selain keduanya. Namun kalau bisa dipastikan tidak akan terjadi hal yang haram seperti zina boleh.

Memang ada pendapat yang membolehkan laki-laki membonceng seorang wanita non mahram bila menjumpai di suatu jalan, inilah pendapat Imam Nawawi, hanya saja memberikan tafsilan seperti diatas dikhawatirkan takut terjadi hal demikian itu, kalau terjadi tentu haram. Kesimpulan Imam Nawawi yang membolehkan laki-laki membonceng wanita non mahram berdalil dengan hadits riwayat Imam Muslim dalam kitab Shahihnya, bab Boleh membonceng non mahram bila menemui pada suatu jalan, dengan bab yang dibuat imam muslim berarti beliau termasuk yang membolehkan, berikut riwayatnya:
عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ قَالَتْ تَزَوَّجَنِي الزُّبَيْرُ وَمَا لَهُ فِي الْأَرْضِ مِنْ مَالٍ وَلَا مَمْلُوكٍ وَلَا شَيْءٍ غَيْرَ فَرَسِهِ قَالَتْ فَكُنْتُ أَعْلِفُ فَرَسَهُ وَأَكْفِيهِ مَئُونَتَهُ وَأَسُوسُهُ وَأَدُقُّ النَّوَى لِنَاضِحِهِ وَأَعْلِفُهُ وَأَسْتَقِي الْمَاءَ وَأَخْرُزُ غَرْبَهُ وَأَعْجِنُ وَلَمْ أَكُنْ أُحْسِنُ أَخْبِزُ وَكَانَ يَخْبِزُ لِي جَارَاتٌ مِنْ الْأَنْصَارِ وَكُنَّ نِسْوَةَ صِدْقٍ قَالَتْ وَكُنْتُ أَنْقُلُ النَّوَى مِنْ أَرْضِ الزُّبَيْرِ الَّتِي أَقْطَعَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى رَأْسِي وَهِيَ عَلَى ثُلُثَيْ فَرْسَخٍ قَالَتْ فَجِئْتُ يَوْمًا وَالنَّوَى عَلَى رَأْسِي فَلَقِيتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعَهُ نَفَرٌ مِنْ أَصْحَابِهِ فَدَعَانِي ثُمَّ قَالَ إِخْ إِخْ لِيَحْمِلَنِي خَلْفَهُ قَالَتْ فَاسْتَحْيَيْتُ وَعَرَفْتُ غَيْرَتَكَ فَقَالَ وَاللَّهِ لَحَمْلُكِ النَّوَى عَلَى رَأْسِكِ أَشَدُّ مِنْ رُكُوبِكِ مَعَهُ قَالَتْ حَتَّى أَرْسَلَ إِلَيَّ أَبُو بَكْرٍ بَعْدَ ذَلِكَ بِخَادِمٍ فَكَفَتْنِي سِيَاسَةَ الْفَرَسِ فَكَأَنَّمَا أَعْتَقَتْنِي
Artinya: Dari Asma' binti Abu Bakr ia berkata; "Aku menikah dengan Zubair, sedangkan dia tidak mempunyai apa-apa. Tidak punya pelayan, harta dan sebagainya, selain hanya seekor kuda. Karena itu akulah yang memberi makan kuda, merawat dan melatihnya. Aku pula yang menumbuk biji kurma untuk makan, menyediakan makan dan minumnya, dan aku pula yang menjahit dan memasak. Tetapi aku tidak pandai membuat roti. Karena itu roti kami dibuatkan oleh tetangga kami orang-orang Anshar. Mereka adalah wanita-wanita yang baik. Kata Asma' selanjutnya; 'Aku juga menjunjung buah kurma di kepalaku dari kebun yang dijatahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada Zubair, membawanya sejauh dua farsakh. Pada suatu hari aku membawa buah kurma yang kujunjung di kepalaku. Di tengah jalan aku bertemu dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beserta beberapa orang sahabatnya: 'Ikh! Ikh! ' Kata beliau menghentikan dan menyuruh untanya berlutut, untuk memboncengku di belakangnya. Setelah itu Asma berkata (ketika bercerita kepada suaminya); 'Tetapi aku malu dan aku tahu bahwa engkau pencemburu.' Jawab Zubair; 'Demi Allah, sesungguhnya bebanmu menjunjung buah kurma di kepalamu, bagiku terasa lebih berat daripada engkau membonceng dengan beliau.' Kata Asma' selanjutnya; Akhirnya, sesudah kejadian itu Abu Bakar, ayahku, mengirim seorang pelayan untuk kami. Dia mengambil alih pemeliharaan kuda menggantikanku. Rasanya seolah-olah aku terbebas dari beban dan kerja berat.' (HR. Muslim nomor 2182, Kitab salam, bab kebolehan membonceng non mahram ketika bertemu disuatu jalan)

يَجُوزُ إِرْدَافُ الرَّجُل لِلرَّجُل، وَالْمَرْأَةِ لِلْمَرْأَةِ إِذَا لَمْ يُؤَدِّ إِلَى فَسَادٍ أَوْ إِثَارَةِ شَهْوَةٍ؛ لإِِرْدَافِ الرَّسُول صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْفَضْل بْنِ الْعَبَّاسِ (4) .

وَيَجُوزُ إِرْدَافُ الرَّجُل لاِمْرَأَتِهِ، وَالْمَرْأَةِ لِزَوْجِهَا، لإِِرْدَافِ الرَّسُول صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِزَوْجَتِهِ صَفِيَّةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا (5) . وَإِرْدَافُ الرَّجُل لِلْمَرْأَةِ ذَاتِ الرَّحِمِ الْمَحْرَمِ جَائِزٌ مَعَ أَمْنِ الشَّهْوَةِ. وَأَمَّا إِرْدَافُ الْمَرْأَةِ لِلرَّجُل الأَْجْنَبِيِّ، وَالرَّجُل لِلْمَرْأَةِ الأَْجْنَبِيَّةِ فَهُوَ مَمْنُوعٌ، سَدًّا لِلذَّرَائِعِ، وَاتِّقَاءً لِلشَّهْوَةِ الْمُحَرَّمَةِ.
______________
(4) حديث " إردافه الفضل " أخرجه البخاري ومسلم في كتاب الحج من صحيحيهما (اللؤلؤ والمرجان ص 295)
(5) حديث " إردافه صفية " أخرجه البخاري (فتح الباري 10 / 569 ط السلفية
“Diperbolehkan seorang pria membonceng pria lain, wanita membonceng wanita lain bila memang tidak menimbulkan bahaya atau menimbulkan syahwat karena Rasulullah pernah membonceng sahabat fadhl Bin Abas, boleh juga suami membonceng istrinya, istri membonceng membonceng suaminya karena Rasulullah pernah membonceng istrinya Shofiyyah Ra. Seorang pria membonceng wanita mahramnya hukumnya boleh dengan syarat aman dari gejolak nafsu, sedang seorang wanita membonceng pria yang bukan mahramnya dan seorang pria membonceng wanita yang juga bukan mahramnya hukumnya di larang untuk menghindari hal-hal yang menjadi perantara dan timbulnya syahwat yang di haramkan”
[Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah III/91]

وَفِيهِ جَوَازُ إِرْدَافِ الرَّجُلِ الْمَرْأَةَ مِنْ مَحَارِمِهِ وَالْخَلْوَةِ بِهَا وَهَذَا مُجْمَعٌ عَلَيْهِ
“Dalam hadits tersebut menunjukkan kebolehan laki-laki membonceng wanita dari para mahramnya dan kholwah dengan mert, ini adalah sesuatu yang sudah disepakati”
[Al Minhaaj Syarh Shahih Muslim VIII/143]

وَفِيهِ جَوَازُ إِرْدَافِ الْمَرْأَةِ الَّتِي لَيْسَتْ مَحْرَمًا إِذَا وُجِدَتْ فِي طَرِيقٍ قَدْ أَعْيَتْ لَا سِيَّمَا مَعَ جَمَاعَةِ رِجَالٍ صَالِحِينَ وَلَا شَكَّ فِي جَوَازِ مِثْلِ هَذَا وَقَالَ الْقَاضِي عِيَاضٌ هَذَا خَاصٌّ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِخِلَافِ غَيْرِهِ إلى أن قال وَأَمَّا إِرْدَافُ الْمَحَارِمِ فَجَائِزٌ بلاخلاف بِكُلِّ حَالٍ
“Dalam hadits tersebut menunjukkan kebolehan membonceng wanita yang bukan para mahramnya apabila menjumpai di suatu jalan terutama sekali beserta Sekumpulan laki-laki Sholih, berkata Al Qodhy Iyadh, ini khusus bagi Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam.. Sedangkan boncengan para mahram boleh tanpa ada khilaf dalam semua kondisi”
[Al Minhaaj Syarh Shahih Muslim XIV/166]

اخْتِلَاطُ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ بِأَنْ تَتَضَامَّ أَجْسَامُهُمْ فَإِنَّهُ حَرَامٌ وَفِسْقٌ
“Percampuran antara pria dan wanita dengan gambaran jasad-jasad mereka antara satu dan lainnya salaing bersinggungan maka termasuk hal yang diharamkan dan perbuatan fasiq”.
[I'aanah at Tholibin I/313]

وَضَابِطُ الْخَلْوَةِ اجْتِمَاعٌ لَا تُؤْمَنُ مَعَهُ الرِّيبَةُ عَادَةً بِخِلَافِ مَا لَوْ قُطِعَ بِانْتِفَائِهَا عَادَةً فَلَا يُعَدُّ خَلْوَةً اهـ. ع ش عَلَى م ر مِنْ كِتَابِ الْعِدَدِ
“Batasan yang dinamai khalwat adalah pertemuan yang tidak diamankan terjadinya kecyrigaan kearah zina secara kebiasaan berbeda saat dipastikan tidak akan terjadi hal yang demikian secara kebiasaannya maka tidak dinamai khalwat”
[Hasyiyah al Jamal ala Syarh al Manhaj IV/125]

الاِخْتِلاَطُ إِذَا كَانَ فِيهِ:

أ - الْخَلْوَةُ بِالأَْجْنَبِيَّةِ، وَالنَّظَرُ بِشَهْوَةٍ إِلَيْهَا.

ب - تَبَذُّل الْمَرْأَةِ وَعَدَمُ احْتِشَامِهَا.

ج - عَبَثٌ وَلَهْوٌ وَمُلاَمَسَةٌ لَلأَْبْدَانِ كَالاِخْتِلاَطِ فِي الأَْفْرَاحِ وَالْمَوَالِدِ وَالأَْعْيَادِ، فَالاِخْتِلاَطُ الَّذِي يَكُونُ فِيهِ مِثْل هَذِهِ الأُْمُورِ حَرَامٌ، لِمُخَالَفَتِهِ لِقَوَاعِدِ الشَّرِيعَةِ.

قَال تَعَالَى: {قُل لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ} . . . {وَقُل لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ} .

وَقَال تَعَالَى عَنِ النِّسَاءِ: {وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ} وَقَال: {إِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ} (1) . وَيَقُول النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ (2) وَقَال صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لأَِسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ يَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلاَّ هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ (3) .
___________
(1) سورة النور / 30،31، وسورة الأحزاب / 53
(2) حديث: " لا يخلون. . . " أخرجه الترمذي (تحفة الأحوزي 6 / 384)
(3) حديث: " يا أسماء " أخرجه أبو داود (عون المعبود 4 / 106
[Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah II/290]

Walllahu A'lamu Bis Showaab

[Ismidar Abdurrahman As-Sanusi]

Link terkait:

Komentari

Lebih baru Lebih lama