0852. HUKUM PARA SANTRI MENDIRIKAN SHALAT JUM'AT DI PONDOK PESANTREN

Pertanyaan:
Assalamualaikum wr wb.
Dalam kitab Fathul qorib almujib.
Disitu dijelaskan bahwa syarat sahnya sholat Jum'at ada tiga
1 yaitu menetap/bertempat tinggal negri/desa/kota
2 yaitu jamaah sholat Jumat harus mencapai 40 laki² dari ahli jum'ah/orang² yg sudah mukallaf laki²
3 yaitu waktu melaksanakan sholat Jum'at tetap berada di dalam sholat duhur.
Pertanyaan
1 apakah pondok pesantren.bisa dikatakan tempat tinggal
2 bagaimana dgn sholat jum'atnya santri.apakah bisa dikatakan sah sholat jum'atnya.karna santri tidak bertempat tinggal yg menetap

Wassalamu'alaikum...                
        
                                               Dari santri Situbondo

                                                  M.imam Abdurrohman
[Abdurrohmanaja]

Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh


Diantara syarat shalat Jum'at adalah muqim mustautin, meskipun para santri tinggal dipesantren belum bisa mereka dikatakan mustautin, karena setiap mustautin seudah tentu muqim dan tidak sebaliknya. Sehingga bila para santri yang mendirikan shalat Jum'at di pesantren itu murni hanya santri yang muqim (pendatang) dan sama sekali tidak ada santri yang mustautin (santri yang menetap disuatu daerah yang didikan shalat Jum'at) maka shalat Jum'at mereka tidak sah.


Dengan demikian, santri yang melakukan shalat Jum'at di pesantren tidak sah bila Mana tidak ada santri yang betul-betul berasal dari tempat tersebut (mustautin) sebab orang yang muqim (menetap suatu tempat setelah melakukan perjalanan meskipun ada niat kembali ke kampung halamannya hanya bisa mencukupkan bilangan jamaah yang mustautin.


Adapun menanggapi pertanyaan di-posting seperti berikut:
1. Pesantren termasuk tempat tinggal kalau para santri memang tinggal ditempat tersebut, tetapi diantara syarat shalat Jum'at bukan tempat tinggal tapi muqim mustautin.
2. Shalat Jum'at di pesantren bagi para santri bisa sah dengan syarat:
• Diantara jamaah ada yang memang berdomisili ditempat tersebut berawal dari sejak dirikan shalat Jum'at tersebut. Meskipun ada sebagian pendapat yang mengabsahkan shalat Jum'at muqim yang bukan mustautin tapi pendapat yang paling Shahih Tidak mengabsahkan.
• Jamaah shalat Jum'at termasuk yang muqim lagi mustautin mencapai 40 orang termasuk imam, meski ada sebagian pendapat dikalangan Syafi'iyah yang menyatakan sah shalat Jum'at kurang dari 40 orang, pendapat itupun boleh diikuti, hanya saja pendapat yang shahih dan merupakan Qoul Jadid imam Syafi'i tidak mengabsahkan shalat Jum'at kurang dari 40 orang.


Catatan:
Sahnya shalat Jum'at kurang dari 40 orang itu disyaratkan kalau mereka bertaqlid kepada pendapat tersebut kalau mereka tidak taqlid tidak sah sebagaimana dikatakan Sayyid Bakri Syata Dimyathi dalam i'aanah. Namun sebagai langkah ihtiath (berhati-hati) setelah Jum'at mengulang dzuhur.
• Shalat Jum'at bagi santri di pondok pesantren tanpa santri yang mustautin (santri yang memang berdomisili di tempat tersebut) tidak sah Menurut pendapat yang paling Shahih meskipun ada pendapat yang mengabsahkan.


Dasar Pengambilan Hukum:
واعلم) أن الناس في الجمعة ستة أقسام: أولها: من تجب عليه، وتنعقد به، وتصح منه، وهو من توفرت فيه الشروط كلها.

وثانيها: من تجب عليه، ولا تنعقد به، وتصح منه، وهو المقيم غير المستوطن، ومن سمع نداء الجمعة، وهو ليس بمحلها.

وثالثها: من تجب عليه، ولا تنعقد به، ولا تصح منه، وهو المرتد، فتجب عليه، بمعنى أننا نقول له أسلم وصل الجمعة، وإلا فلا تصح منه، ولا تنعقد به، وهو باق بحاله.

ورابعها: من لا تجب عليه، ولا تنعقد به، ولا تصح منه، وهو الكافر الأصلي، وغير المميز من صغير، ومجنون ومغمى عليه، وسكران عند عدم التعدي.

وخامسها: من لا تجب عليه، ولا تنعقد به وتصح منه، وهو الصبي المميز، والرقيق، وغير الذكر من نساء

وخناثى، والمسافر.

وسادسها: من لا تجب عليه وتنعقد به، وتصح منه، وهو المريض ونحوه ممن له عذر من الأعذار المرخصة في ترك الجماعة.
“Ketahuilah! Manusia dalam shalat Jum'at terbagi atas 6 macam:
1. Orang yang wajib Jum'at, dapat mengesahkan dan sah jumatnya yaitu orang yang memenuhi syarat Jum'at seluruhnya.
2. Orang yang wajib Jum'at, tidak bisa mengabsahkan, sah jumatnya yaitu muqim yang bukan mustautin dan orang yang mendengar panggilan Jum'at yaitu orang yang bukan bertempat di tempat juamt didirikan.
3. Orang yang wajib Jum'at, tidak bisa mengabsahkan dan tidak sah shalatnya itulah orang murtad...
4. Orang yang tidak wajib Jum'at, tidak mengabsahkan dan tidak sah itulah kafir asli, anak kecil belum mumayyiz, orang gila, pingsan dan mabuk.
5. Orang yang tidak wajib Jum'at, tidak mengabsahkan dan sah jumatnya yaitu anak kecil yang mumayyiz, budak, selain laki-laki yaitu wanita, khuntsa dan Musafir.
6. Orang yang tidak wajib Jum'at, bisa mengabsahkan dan sah jumatnya yaitu orang sakit dan semisalnya yaitu orang yang udzur dengan udzur yang membolehkan meninggalkan shalat jamaah”
[I'aanah at Tholibin II/64]

قَوْلُهُ: مُتَوَطِّنًا بِمَحَلِّهَا) فَلَا تَنْعَقِدُ بِغَيْرِ الْمُسْتَوْطِنِ كَمَنْ أَقَامَ عَلَى عَزْمِ عَوْدِهِ إلَى وَطَنِهِ بَعْدَ مُدَّةٍ وَلَوْ طَوِيلَةً كَالْمُتَفَقِّهَةِ وَالتُّجَّارِ لِعَدَمِ التَّوَطُّنِ وَلَا بِالْمُتَوَطَّنِينَ خَارِجَ مَحَلِّ الْجُمُعَةِ وَإِنْ سَمِعُوا نِدَاءَهَا لِفَقْدِ إقَامَتِهِمْ بِمَحَلِّهَا اهـ. ش م ر
“(Ucapan Mushonnif: Pada berdomisili di daerah jumat) karenanya selain orang yang berdomisili di situ tidak bisa mengabsahkan Shalat Jum'at seperti orang yang berazam kembali ke kampung halamannya sesudah beberapa saat walaupun lama seperti orang belajar ilmu fiqih dan berdagang karena tidak menetap dan tidak pula menetap dua tempat diluar tempat Jum'at meskipun mereka mendengar seruan Jum'at karena kehilangan mendirikan Jum'at didaerahnya”
[Hasyiyah al Jamal II/20]


وهل تنعقد بمقيمين غير مستوطنين فِيهِ وَجْهَانِ قَالَ أَبُو عَلِيِّ بْنُ أَبِي هُرَيْرَةَ تنعقد بهم لانه تلزمهم الجمعة فانعقدت بهم كالمستوطنين وقال أبو إسحق لا تنعقد لان النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " خَرَجَ إلَى عرفات ومعه أهل مكة وهم في ذلك الموضع مقيمون غير مستوطنين " فلو انعقدت بهم الجمعة لاقامها)
إلى أن قال
وَأَمَّا قَوْلُ الْمُصَنِّفِ هَلْ تَنْعَقِدُ بِمُقِيمِينَ غَيْرِ مُسْتَوْطِنِينَ فِيهِ وَجْهَانِ مَشْهُورَانِ (أَصَحُّهُمَا) لَا تَنْعَقِدُ اتَّفَقُوا عَلَى تَصْحِيحِهِ مِمَّنْ صَحَّحَهُ الْمَحَامِلِيُّ وَإِمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَالْبَغَوِيُّ وَالْمُتَوَلِّي وَآخَرُونَ وَسَيَأْتِي إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى فِي الْفَرْعِ الْآتِي بَيَانُ مَحِلِّ الْوَجْهَيْنِ
“(Syeikh Abu Ishaq As Syairaziy berkata...) Apakah orang muqim yang bukan mustautin bisa mengabsahkan Shalat Jum'at? Terdapat dua pendapat: Berkata Abu Ali bin Abi Hurairah mereka mengabsahkan Shalat Jum'at karena mereka diwajibkan Jum'at maka mereka bisa mengabsahkan Jum'at seperti mustautin, berkata Abu Ishaq: Tidak bisa mengabsahkan karena Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam keluar ke Arafah dan beserta Ahli Mekkah dan mereka bertempat muqim bukan mustautin, jika mereka mengabsahkan Jum'at maka mereka mendirikan Jum'at...
Adapun Qoul Mushonnif: Apakah orang muqim yang tidak mustautin bisa mengabsahkan Shalat Jum'at? Terdapat dua pendapat yang masyhur, yang paling Shahih Tidak mengabsahkan, Ulama yang menshahihkan pendapat ini adalah Al Mahaamili, Imam Haromain, Al Baghawi, Al Mutawalli dan Ulama Mutaakhirin dan akan diuraikan pada cabang bahasan insya Allah”
[Al Majmuu' Syarh al Muhadzdzab IV/503]

وسئل البلقيني عن أهل قرية لا يبلغ عددهم أربعين، هل يصلون الجمعة أو الظهر؟ فأجاب - رحمه الله -: يصلون الظهر على مذهب الشافعي.

وقد أجاز جمع من العلماء أن يصلوا الجمعة، وهو قوي، فإذا قلدوا - أي جميعهم - من قال هذه المقالة، فإنهم يصلون الجمعة.

وإن احتاطوا فصلوا الجمعة ثم الظهر كان حسنا.
قوله: وقد أجاز جمع من العلماء) أي غير الإمام الشافعي (1).

وقد علمت اختلافهم في تعيين العدد الذي تنعقد به الجمعة.

(قوله: وهو قوي) أي القول بالجواز قوي.

(قوله: فإذا قلدوا) أي فلو لم يقلدوا لا تنعقد الجمعة.

وقال بعضهم: اعلم أن أمر الجمعة عظيم، وهي نعمة جسيمة امتن الله بها على عباده.

فهي من خصائصنا، جعلها الله محط رحمته، ومطهرة لآثام الأسبوع.

ولشدة اعتناء السلف الصالح بها كانوا يبكرون لها على السرج.

فاحذر أن تتهاون بها مسافرا أو مقيما، ولو مع دوهن أربعين بتقليد، والله يهدي من يشاء إلى صرط مستقيم.
قوله: أي جميعهم) بيان للواو، والذي يظهر عدم اشتراط تقليد جميعهم إذا كان المقلد - بفتح اللام - يقول باكتفائه في الجمعة.

(قوله: من قال) مفعول قلدوا.

(وقوله: هذه المقالة) وهي أنها تنعقد بدون الأربعين.

(قوله: فإنهم يصلون الجمعة) المناسب أن يقول: يجوز تقليدهم إياه وتصح جمعتهم.

(قوله: وإن احتاطوا) أي هؤلاء المقلدون (قوله: فصلوا إلخ) بيان للاحتياط.

(وقوله: الجمعة) أي تقليدا.

(وقوله: ثم الظهر) أي ثم بعد الجمعة صلوا الظهر على مذهبهم.

(قوله: كان حسنا) جواب إن، واسم كان يعود على الاحتياط المفهوم من احتاطوا.
“Al Bulqiny ditanya tentang penduduk yang tidak mencapai jumlah 40 orang apakah mereka shalat Jum'at atau Dzuhur? Beliau menjawab: Shalat Dzuhur menurut Madzhab Syafi'i. Sungguh sekumpulan Ulama membolehkan mereka shalat Jum'at, itu pendapat yang kuat , apabila mereka taqlid kepada pendapat tersebut maka mereka shalat Jum'at, bila mereka berhati-hati mereka shalat Jum'at kemudian shalat Dzuhur adalah bagus”
[I'aanah at Tholibin II/70]

Walllahu A'lamu Bis Showaab

[Ismidar Abdurrahman As-Sanusi]

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama