0271. FIQIH HAJI : TIDAK MELAKSANAKAN HAJI KETIKA SUDAH MAMPU SAMPAI JATUH MISKIN, GUGURKAH KEWAJIBAN HAJINYA?


ISMIDAR ABDURRAHMAN AS-SANUSI·11 APRIL 2017

PERTANYAAN  
> Rahimah Ulmhuu Kalsumuie
Assalamu'alaikum
Salam kenal semuanya...!
Sekalian mau tanya, kalau ada orang yang mampu haji kemudian ia tidak menunaikan haji sampai ia jatuh miskin sehingga tidak lagi mampu haji apakah kewajiban hajinya sudah gugur karena miskinnya atau bagaimana menyingkapinya?
Syukran
Wassalam

JAWABAN
> Ismidar Abdurrahman As-Sanusi 
Wa'alaikumussalam

Orang yang sudah mampu haji kemudian ia tidak menunaikannya hingga ia jatuh miskin (bangkrut/pailit) kewajiban hajinya tidak gugur dan dia harus mencari pekerjaan bila mampu demi bisa naik haji bahkan bila tidak mampu maka harus minta sedekah atau zakat dan sebelum ia menunaikan haji dari batas ia mampu sampai miskin (bangkrut/pailit), lumpuh dan sakit lainnya maka kewajiban haji masih mengena padanya dan bila ia mati sebelum menunaikan haji maka ia mati dalam keadaan fasik.

ظاهر إطلاق المصنف وغيره يقتضي أنه لا فرق بين أن يكون له كسب أو لا وإن قال الإسنوي فيه بعد قال في الإحياء من استطاع الحج ولم يحج حتى أفلس فعليه الخروج إلى الحج وإن عجز للإفلاس فعليه أن يكتسب قدر الزاد فإن عجز فعليه أن يسأل الزكاة والصدقة ويحج فإن لم يفعل ومات مات عاصيا مغني زاد النهاية ومعلوم أن النسك باق على أصله إذ لا يتضيق إلا بوجود مسوغ ذلك فمرادهم بذلك استقرار لوجوب أخذا مما يأتي وحينئذ فالأوفق لكلامهم في الدين عدم وجوب سؤال الصدقة ونحوها وعدم وجوب الكسب عليه لأجله ما لم يتضيق اه أي بأن خاف العضب أو الموت ع ش

Yang tampak dari pemutlakan pengarang dan yang lain menekankan bahwa sesungguhnya tidak ada perbedaan antara ia memiliki pekerjaan atau tidak. Pengarang berkata dalam kitab “Ihya’” yang menyatakan bahwa barang siapa telah mampu melaksanakan haji namun ia tidak melaksanakannya hingga ia mengalami pailit, maka tetap atas dirinya keluar guna melaksanakan haji walaupun ia dalam kategori tidak mampu dikarenakan mengalami kebangkrutan. Dan wajib baginya bekerja untuk sekedar mendapat bekal. Jika tidak mampu, maka ia harus meminta zakat dan sedekah kemudian melaksanakan haji. Jika tidak dilaksanakan lalu ia meninggal, maka ia meninggal dalam kedurhakaan (Mughni Zadu al-Nihayah). Dan telah maklum bahwa sesungguhnya kewajiban melaksanakan haji tetap atas keasalannya, karena (kewajiban tersebut) tidak menyempit kecuali adanya sebab yang memperkenankan. Maka yang dikehendaki mereka (ulama’) adalah tetapnya kewajiban (haji) dan maka dari itu yang paling sesuai untuk statement mereka adalah tidak adanya keharusan meminta sedekah dan yang lain juga tidak adanya keharusan bekerja untuk masalah ini selagi tidak menyempitkan, yakni (selagi tidak) ada kehawatiran murka (Allah) atau meninggal.
[Hasyiyah as-Syarwaani IV/20]

(مسألة : ب) : يجب الحج على التراخي إن لم يخف العضب أو الموت أو تلف المال ، فمتى أخره مع الاستطاعة حتى عضب أو مات تبين فسقه من وقت خروج قافلة بلده من آخر سني الإمكان. 

(Masalah) Kewajiban haji itu tidak harus segera dilaksanakan apabila tidak khawatir akan lumpuh, mati atau hartanya habis. Maka ketika seseorang menundanya padahal sudah mampu hingga akhirnya lumpuh atau mati maka jelaslah kefasiqannya dari masa keberangkatan kafilah negaranya pada akhir tahun mampunya”.
[Bughyah al-Mustarsyidin I/238]

Wallahu Subhanah wa Ta'ala A'lam

Link Mudzakaroh:
https://www.facebook.com/groups/asawaja/permalink/1291317700916212/

Dokumen FB:
https://www.facebook.com/notes/diskusi-hukum-fiqih-berdasarkan-empat-madzhab/0271-fiqih-haji-tidak-melaksanakan-haji-ketika-sudah-mampu-sampai-jatuh-miskin-g/1292760647438584/

Komentari

Lebih baru Lebih lama