056. AQIDAH : STATUS BUNUH DIRI DAN DAN PERLAKUAN TERHADAP JENAZAHNYA

PERTANYAAN  
> Abdullah Al-Jamal
Assalamu'alaikum
DISKRIPSI MASALAH
  Pernah ada disuatu daerah seorang wanita yang bermasalah dengan cwonya, sehingga karena lemahnya Iman didada membuat dirinya mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri dengan racun seharusnya untuk meracun robo (Rumput). Jasadnya sempat diselamatkan beberapa waktu, namun kondisinya melemah, dengan wajah pucat, hitam dan tidak bergairah. Akhirnya meninggal dunia. 
Dari perbuatan tersebut hanya sebagian yang mensholatkan mayit tersebut, yang lebih memprihatinkan lagi para Ustadz terkemuka tidak mau mensholatkan dengan berbagai alasan yang diutarakannya, seperti sakit, ada urusan dan lain sebagainya, padahal sebenarnya faktanya tidaklah demikian. Yang mensholatkan hanyalah orang Awam kebanyakan.  

Pertanyaan:
 A. Apa hukum memandikan dan mensholatkan mayit yang mati karena bunuh diri?
 B. Apakah ada pendapat Ulama yang melarang mensholatkan jenazah yang mati bunuh diri?
  C' Apakah mayit yang mati bunuh diri secara otomatis dinyatakan Kafir? Sehingga tidak perlu lagi mengurusnya secara Islam, karena banyaknya hadits yang menyatakan orang yang mati bunuh diri kekal didalam neraka (kafir). Bahkan dalam hadits shohih riwayat Bukhari Bahwa Nabi menyampaikan Firman Allah dalam hadits Qudsi bahwa orang yang mati bunuh diri tidak Allah ampuni karena dia mendahului Ketentuan Allah.
 Tolong dasar Rujukannya karena ini masalah yang penting. Kalau bisa langsung ditulis Ibarohnya.
 Terima kasih.
 Wassalamu'alaikum.

JAWABAN
> Ismidar Abdurrahman As-Sanusi

Wa'alaikumussalam

Orang yang mati karena bunuh diri baik dengan cara minum racun, menggantung dirinya dan sebagainya sebenarnya ia tidak dihukumi sebagai orang kafir atau murtad sehingga mayitnya tidak bisa diperlakukan seperti mayit orang kafir. Tetapi orang yang mati karena bunuh diri masuk dalam kehendak Allah yakni bisa saja ia disiksa karena dosanya atau tidak disiksa. Ini memberikan pengertian kepada kita bahwa kita tidak boleh memvonis orang yang mati bunuh diri sebagai orang kafir atau keluar dari Islam.

Dari pernyataan diatas jelaslah bagi kita bahwa orang yang mati bunuh diri tidak boleh kita vonis ia mati dalam keadaan kafir tapi kita katakan bahwa ia masuk dalam ketentuan Allah. Kalau demikian adanya, maka sudah selayaknya mayitnya diperlakukan sebagaimana orang Islam lainnya; Yakn: Dimandikan, dikafani, dishalatkan dan dikuburkan. Ketentuan ini telah disepakati oleh empat madzhab (empat madzhab berpendapat orang yang mati karena bunuh diri ia dimandikan dan dishalatkan) kecuali Imam Ahmad (pendiri madzhab Hanabilah) Ia berpendapat bahwa orang yang mati bunuh diri ia tidak boleh dishalatkan oleh Imam (kepala negara) tapi ia disholatkan oleh orang Muslim lainnya. Pendapat empat madzhab tersebut juga merupakan pendapat Mayoritas Ulama. Namun sebagian Ulama berpendapat tidak dimandikan dan dishalatkan seperti Madzhab Umar bin Abdul Aziz dan Al-Auza'i, mereka berpendapat bahwa mayit yang mati bunuh diri tidak dishalatkan karena maksiatnya.

Terlepas dari perbedaan pendapat diatas menurut hemat saya, pendapat yang layak dijadikan pegangan ialah pendapat Empat Madzhab dan sekaligus merupakan pendapat Mayoritas Ulama karena berdasarkan jawaban mereka ketika menafsirkan hadits "Dihadapkan kepada Nabi seorang laki-laki yang membunuh dirinya dengan anak panh bermata lebar dan Nabi tidak menshalatkannya". (HR.Muslim).
Mayoritas Ulama menjawab hadits tersebut Nabi tidak menshalatkan karna untuk mencegah orang-orang agar tidak melakukan perbuatan semacam itu (bunuh diri), sedangkan para Sahabat menshalatkannya.

Keterangan Dari :

باب الدليل على أن قاتل نفسه لا يكفر
  عَنْ جَابِرٍ اَنَّ الطُّفَيْلَ بْنَ عَمْرٍو الدَّوْسِيَّ اَتَى النَّبِيَّ ص فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، هَلْ لَكَ فِى حِصْنٍ حَصِيْنٍ وَ مَنْعَةٍ؟ (قَالَ حِصْنٌ كَانَ لِدَوْسٍ فِى اْلجَاهِلِيَّةِ) فَاَبَى ذلِكَ النَّبِيُّ ص لِلَّذِى ذَخَرَ اللهُ لِـْلاَنْصَارِ. فَلَمَّا هَاجَرَ النَّبِيُّ ص اِلَى اْلمَدِيْنَةِ هَاجَرَ اِلَيْهِ الطُّفَيْلُ بْنُ عَمْرٍو وَ هَاجَرَ مَعَهُ رَجُلٌ مِنْ قَوْمِهِ. فَاجْتَوَوُا اْلمَدِيْنَةَ فَمَرِضَ فَجَزِعَ فَاَخَذَ مَشَاقِصَ لَهُ، فَقَطَعَ بِهَا بَرَاجِمَهُ، فَشَخَبَتْ يَدَاهُ حَتَّى مَاتَ. فَرَآهُ الطُّفَيْلُ بْنُ عَمْرٍو فِى مَنَامِهِ. فَرَآهُ وَ هَيْئَتُهُ حَسَنَةٌ. وَ رَآهُ مُغَطِّيًا يَدَيْهِ فَقَالَ لَهُ: مَا صَنَعَ بِكَ رَبُّكَ؟ فَقَالَ غَفَرَلِى بَهِجْرَتِى اِلَى نَبِيِّهِ ص. فَقَالَ: مَا لِى اَرَاكَ مُغَطِّيًا يَدَيْكَ؟ قَالَ قِيْلَ لِى. لَنْ نُصْلِحَ مِنْكَ مَا اَفْسَدْتَ. فَقَصَّهَا الطُّفَيْلُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ ص. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص. اَللّهُمَّ وَ لِيَدَيْهِ فَاغْفِرْ. مسلم
أما أحكام الحديث ففيه حجة لقاعدة عظيمة لأهل السنة أن من قتل نفسه أو ارتكب معصية غيرها ومات من غير توبة فليس بكافر ، ولا يقطع له بالنار ، بل هو في حكم المشيئة . وقد تقدم بيان القاعدة وتقريرها . وهذا الحديث شرح للأحاديث التي قبله الموهم ظاهرها تخليد قاتل النفس وغيره من أصحاب الكبائر في النار ، وفيه إثبات عقوبة بعض أصحاب المعاصي فإن هذا عوقب في يديه ففيه رد على المرجئة القائلين بأن المعاصي لا تضر . والله أعلم . 

BAB TENTANG DALIL BAHWA ORANG YANG MEMBUNUH DIRINYA TIDAK DIHUKUMI KAFIR

Dari Jabir bahwa Ath-Thufail bin Amr ad-Dausiy datang kepada Nabi SAW lalu berkata "Ya Rasulullah, apakah engkau mau berada dalam benteng yang kokoh dan kuat?" (Benteng itu milik keluarga Daus dizaman Jahiliyyah). Rasulullah SAW menolak untuk itu, karena sudah ada yang disimpankan Allah pada golongan Anshar, ketika Nabi SAW Hijrah ke Madinah, Ath-Thufail bin Amr juga hijrah kesana disertai seseorang dari kaumnya.
Ternyata mereka tidak kerasan tinggal di Madinah. Kemudian orang yang menyertai Ath-Thufail bin Amr tersebut sakit. Dia tidak sabar dengan sakitnya, maka diambilnya anak panah bermata lebar miliknya. Dengan itu dia potong ruas-ruas jarinya, sehingga kedua tangannya mengalirkan darah dengan deras, sehingga mati.

Suatu hari Ath Thufail memimpikan orang itu, dalam mimpinya Ath-Thufail melihat orang tersebut dalam keadaan baik, tetapi dia menutupi kedua tangannya. Lalu Ath-Thufail bertanya "Apa tindakan Tuhanmu terhadapmu?". Orang itu menjawab "Dia mengampuniku karena hijrahku kepada Nabi-Nya SAW". Ath-Thufail bertanya lagi "Kenapa aku lihat engkau menutupi kedua tanganmu?". Orang itu menjawab "Dikatakan kepadaku : "Kami tidak akan memperbaiki dirimu apa yang telah engkau rusak". Kemudian Ath-Thufail menceritakan mimpinya kepada Rasulullah SAW lalu beliau berdoa "Ya Allah! Untuk kedua tangannya, maka ampunilah dia". (HR.Muslim).

Adapun hukum2 dalam hadis ini, maka didalamnya terdapat hujjah bagi kaedah yg agung untuk kelompok ahlus sunnah wal jama'ah bahwa orang yg membunuh dirinya atau melakukan maksiyat lainnya kemudian meninggal tanpa bertaubat maka tidak dihukumi kafir dan tdk dipastikan masuk neraka, tetapi dia masuk kedalam hukum kehendak Allah.
dan hadis ini adalah penjelasan bagi hadis2 sbelumnya yg disalah pahami makna dhohirnya, yaitu langgengnya orang yg bunuh diri dan pemilik dosa besar di dalam neraka.
dalam hadis juga ada penetapan hukuman bagi sebagian orang yg bermaksiyat, karena orang ini dihukum sebab kedua tangannya.dalam hadia terdapat penolakan thd kaum murji'ah yg berpendapat bahwa maksiyat itu tdk membahayakan.
Syarh an-Nawawy ala Muslim I/299

حدثنا عون بن سلام الكوفى أخبرا زهير بن سماك عن جابر بن سمرة قال: اتى صلى الله عليه وسلم برجل قتل نفسه بمشاقص فلم يصل عليه

Dari Jabir bin Samurah, ia berkata "Pernah dibawa kepada Nabi SAW Seorang laki-laki yang mati bunuh diri dengan anak panah bermata lebar, maka beliau tidak menshalatkannya". 
(HR.Muslim III/66)

وهذا الحديث دليل لمن يقول لا يصلى على قاتل نفسه بعصيانه وهذا مذهب عمر بن عبد العزيز والأوزاعي. وقال الحسن والنخعي وقتادة ومالك وأبو حنيفة والشافعي وجماهير العلماء يصلى عليه وأجابوا عن هذا الحديث بأن النبي صلى الله عليه وسلم لم يصل عليه بنفسه زجرا للناس عن مثل فعله وصلت عليه الصحابة

Hadits ini sebagai dalil ulama yang berpendapat orang yang mati bunuh diri tidak dishalatkan karena perbuatan maksiatnya. Ini adalah Madzhab 'Umar Ibn Abdul Aziz dan Al-Auzaa'i.
Berkata al-Hasan, An-Nakhaa'i, Qatadah, Malik, Abu Hanifah, as-Syaafi'i dan Jumhur Ulama orang yang mati bunuh diri dishalatkan.
Mereka menjawab hadits ini bahwasanya Nabi SAW tidak menshalatkan adalah untuk mencegah orang-orang agar tidak melakukan perbuatan semacam ini sementara para sahabat menshalatkannya".
Syarh an-Nawawy ala Muslim VII/47

http://www.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?idfrom=2742&idto=2743&bk_no=53&ID=412

(فرع)
من قتل نفسه او غل في الغنيمة يغسل ويصلى عليه عندنا وبه قال أبو حنيفة ومالك وداود وقال أحمد لا يصلى عليهما الإمام وتصلى بقية الناس

CABANG
Barang siapa yang membunuh dirinya atau curang didalam ghanimah (harta rampasan perang) dia dimandikan dan dishalatkan, (demikianlah) menurut kami (Syafi'iyyah) dan dengan (pendapat ini) berpendapat Abu Hanifah, Malik dan Daud.
Imam Ahmad berkata "Imam (kepala negara) tidak menshalatkan keduanya (orang yang mati bunuh diri dan curang dalam ghanimah) sementara orang-orang (umat islam lainnya) tetap menshalatkannya".
Al-Majmu' ala Syarh al-Muhadzdzab V/267
Wallahu A'lamu Bis Showaab.
_______________________________

Pertanyaan Susulan :
> Tolib Laomberjeh
Oooh begitu ismidar assanusih#
berarti boleh kalau kita kirim alpatihah terhadap orang yg telah mati bunuh diri.
Soal nya aku punya teman yg mati bunuh diri.biasanya tiap malam jum at.
 aku kirim alafatihah dan surah yasin yg pahalanya untuk dia. dengan harapan semoga alloh mengampuni dosanya...

 > Ismidar Abdurrahman As-Sanusi
Kang Tolib Laomberjeh Boleh dan pahalanya bisa sampai kepada orang yang mati bunuh diri :

وقال المحب الطبري يصل للميت كل عبادة تفعل واجبة . أو مندوبة____ذهب أهل السنة أن للإنسان أن يجعل ثواب عمله وصلاته لغيره ويصله .

I'aanah at-Thoolibiin I/24

Wallahu A'lamu Bis Showaab. 

Link Asal:
https://www.facebook.com/groups/asawaja/permalink/1101004846614166/

Komentari

Lebih baru Lebih lama