Pertanyaan:
Assalamualaikum....
Saya numpang tanya kita jadi imam sholat terus sehabis al fatiha bagus langsung k surat atau perkiraan dalam hati menunggu si makmum dulu baca surat al fatiha baru kita baca surat lebih bagus mana terima kasih...
[Bhm Stairways To Sevenht]
Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Imam membaca surat sebaiknya diam sebentar seukuran membetulkan nafas dan memberi kesempatan makmum membaca surat Al Fatihah, kalau langsung baca surat makmum tetap baca fatihah.
و يجهر بقوله آمين في الجهرية و كذلك المأموم و يقرن المأموم تأمينه بتأمين الإمام معا لا تعقيبا له و يسكت الإمام سكتة عقب الفاتحة ليئوب إليه نفسه و يقرأ المأموم الفاتحة في الجهرية في هذه السكتة ليتمكن من الاستماع عند قراءة الإمام و لا يقرأ المأموم السورة في الجهرية إلا إذا لم يسمع صوت الإمام
“Hendaklah imam mengeraskan suaranya ketika mengucapkan ‘âmîn’ (segera selesai membaca surat al-Fatihah), demikian pula makmum hendaknya melakukan hal yang sama dengan imam sacara bersama-sama dan tidak menunggu imam selesai mengucapkannya. Hendaklah imam diam sejenak atau beberapa lama setelah membaca surat al-Fatihah. Hal ini dimaksudkan agar di samping ia dapat mengatur napasnya kembali, juga agar makmum membaca al-Fatihah dengan suara jelas pada saat ia diam. Cara ini memungkinkan makmum dapat sepenuhnya mendegarkan bacaan imam, dan makmum hendaknya tidak membaca surat kecuali bila ia tidak bisa mendengarkan suara bacaan imam.”
[Bidaayah Al Hidaayah Halaman 409]
Wallahu A'lamu Bis Showaab
=======
Tambahan:
Dalam Madzhab Syafi'i disunahkan bagi imam diam setelah membaca Aamiin dengan diam yang lama sebatas makmum membaca Fatihah, kesunahan itu kalau imam tahu makmum membaca Fatihah (sebagaimana pengikut Syafi'i), melihat dzohir perkataan mereka sampai makmum selesai membaca Al Fatihah, selagi ia menunggu makmum membaca Fatihah si imam disunahkan membaca baik dzikir maupun bacaan lain namun bacaan lebih utama, ada juga yang mensunahkan membaca Allahumma Ba'id Baini..dst yaitu sebagian doa iftitah, sebab tidak boleh hanya diam kalau diam itu lama karena menyerupai perbuatan Ajnabi. Namun itu hanya kesunahan, tapi yang terjadi di masyarakat khususnya daerah saya imam diam sebentar saja, ketika imam baca surat makmum baca surat Al Fatihah, karena memang menurut penuturan Imam Ibn Hajar Al Haitami dalam fatawinya tempat makmum membaca Fatihah sesudah imam membaca Al Fatihah, hanya saja Kesunahan imam diam lama tersebut sampai makmum rampung membaca Al Fatihah bertujuan supaya para makmum bisa mendengar bacaan surat imam dengan sempurna. Namun, sekali lagi ditekankan bahwasanya itu hanya kesunahan bukan syarat, bila mana imam tidak diam lama tersebut maka hendaknya makmum membaca Fatihah setelah imam baca fatihah apalagi kalau imam membaca ayat pendek, sebab membaca surat Al Fatihah itu wajib bagi diri masing-masing baik imam atau makmum sehingga bila tidak membaca Al Fatihah batal shalatnya.
وَيُسَنُّ لِلْإِمَامِ أَنْ يَسْكُتَ فِي
الْجَهْرِيَّةِ بِقَدْرِ قِرَاءَةِ الْمَأْمُومِ الْفَاتِحَةَ إنْ عَلِمَ أَنَّهُ
يَقْرَؤُهَا فِي سَكْتَتِهِ كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ وَأَنْ يَشْتَغِلَ فِي هَذِهِ
السَّكْتَةِ بِدُعَاءٍ أَوْ قِرَاءَةٍ وَهِيَ أَوْلَى
“Disunahkan bagi seorang imam shalat untuk diam dalam shalat yang dikeraskan bacaannya seukuran kira-kira rampungnya makmum membaca surat al-Fatihah bila ia mengetahui makmum membacanya, dan saat diamnya sebaiknya imam membaca doa atau bacan-bacaan selainnya”
[Tuhfah Al Muhtaaj II/57]
قَوْلُهُ: وَيَشْتَغِلُ هُوَ فِيهَا بِقَوْلِهِ إلَخْ) عِبَارَةُ شَرْحِ الرَّوْضِ وَيُسْتَحَبُّ لِلْإِمَامِ حِينَئِذٍ أَنْ يَشْتَغِلَ بِالذِّكْرِ أَوْ الدُّعَاءِ أَوْ الْقِرَاءَةِ سِرًّا؛ لِأَنَّ الصَّلَاةَ لَيْسَ فِيهَا سُكُوتٌ حَقِيقِيٌّ فِي حَقِّ الْإِمَامِ جَزَمَ بِهِ فِي الْمَجْمُوعِ وَالْفَتَاوَى وَغَيْرِهِمَا وَنَقَلَ هُوَ عَنْ السَّرَخْسِيِّ أَنَّهُ يَقُولُ: اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ إلَخْ ثُمَّ قَالَ وَمَا قَالَهُ حَسَنٌ لَكِنْ الْمُخْتَارُ الْقِرَاءَةُ؛ لِأَنَّ هَذَا مَوْضِعُهَا اهـ.
“(Ucapan Mushonnif: Saat diam sebaiknya imam membaca) Redaksi Syarh Ar Raoudh ‘Disunahkan bagi imam tatkala diam berdzikir atau berdoa atau qiroah dengan sir (pelan) karena shalat tidak pantas ada padanya diam hakiki pada hak imam ini juga ditetapkan dalam kitab Al Majmuu', Al Fatawa dan selainnya, Dinuqil dari Sarakhsi Ketika diam itu membaca: ALLAHUMMA BAA'ID BAINII WA BAINA KHOTHOOYAAYA dst dan apa yang dikatakannya adalah pendapat yang bagus tetapi pendapat yang Mukhtar (terpilih) adalah qiroah karena ini tempatnya”
[Syarh al Bahjah I/339]
قَوْلُهُ: وَالْقِرَاءَةُ أَوْلَى) أَيْ فَيَقْرَأُ مَثَلًا بَعْضَ السُّورَةِ الَّتِي يُرِيدُ قِرَاءَتَهَا سِرًّا فِي زَمَنِ قِرَاءَةِ الْمَأْمُومِينَ ثُمَّ يُكْمِلُهَا جَهْرًا، وَفِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ يَقْرَأُ مِمَّا يَلِي السُّورَةَ الَّتِي قَرَأَهَا فِي الْأُولَى سِرًّا قَدْرَ زَمَنِ قِرَاءَةِ الْمَأْمُومِينَ ثُمَّ يُكْمِلُهَا جَهْرًا، وَقَوْلُهُ بِقَدْرِ قِرَاءَةِ الْمَأْمُومِ الْفَاتِحَةَ: أَيْ بِاعْتِبَارِ الْوَسَطِ الْمُعْتَدِلِ
“(Ucapan Mushonnif: Dan qiroah lebih utama) artinya membaca semisal sebagian surat yang mau ia baca dengan pelan seukuran para makmum membaca Fatihah kemudian menyempurnakannya dengan keras, sedangkan pada raka'at kedua membaca sisa surat yang ia baca pada raka'at pertama dengan pelan seukuran waktu para makmum membaca Fatihah artinya dengan sikap pertengahan”
[Hasyiyah as Syibromalisy Ala An Nihaayah I/495]
وَيَأْتِي بِهَا أَيْ يَأْتِي الْمَأْمُومُ بِالْفَاتِحَةِ عَقِبَ سَكْتَةٍ لَطِيفَةٍ وَسَكْتَةٍ لِلْإِمَامِ بَعْدَ آمِينَ بِقَدْرِ قِرَاءَةِ الْمَأْمُومِ قَالَ ابْنُ حَجَرٍ: وَمَحَلُّ سُكُوتِ الْإِمَامِ إذَا لَمْ يَعْلَمْ أَنَّ الْمَأْمُومَ قَرَأَهَا
“Makmum membaca Al Fatihah setelah imam diam sebentar dan bagi imam diam sesudah Aamiin seukuran makmum membaca Fatihah, berkata Ibn Hajar: Letak diamnya imam bila tahu makmum membacanya”
[Hasyiyah Bujairimi ala al Khotib II/29]
قوله: يسن للإمام أن يسكت) أي بعد آمين.
والمراد بالسكوت عدم الجهر لا السكوت عن القراءة، وإن كان هو ظاهر العبارة، إذ المطلوب من الإمام الاشتغال بالذكر والقراءة لا حقيقة السكوت.
وقوله: في الجهرية خرج به السرية فلا يسكت فيها.
(قوله: إن علم الخ) قيد في سنية السكوت.
أي يسن السكوت إن علم الإمام أن المأموم يقرأ الفاتحة في هذه السكتة، فإن علم أنه لا يقرؤها فيها لم يسن له السكوت.
(قوله: وإن يشتغل الخ) أي ويسن أن يشتغل الإمام الخ.
(قوله: أو قراءة) أي سرا.
قوله: وهي أولى أي والقراءة أولى من الدعاء.
قوله: وحينئذ فيظهر إلخ) أي حين إذا اشتغل بالقراءة فيظهر مراعاة الترتيب والموالاة بين القراءة المشتغل بهاسرا وبين ما يقرؤه جهرا بعد هذه القراءة، وذلك لأن السنة القراءة على ترتيب المصحف وموالاته.
قال ع ش: أي فيقرأ مثلا بعض السورة التي يريد قراءتها سرا في زمن قراءة المأمومين ثم يكملها جهرا.
وفي الركعة الثانية يقرأ مما يلي السورة التي قرأها في الأولى سرا قدر زمن قراءة المأمومين ثم يكملها جهرا.
اه.
“(Ucapan Mushonnif: Disunahkan bagi imam diam) artinya sesudah Aamiin. Yang dimaksud diam adalah tidak keras bukan diam dari qiroah dan itulah yang dzohir Ibarot, bahkan sunah imam berdzikir dan qiroah saat diam bukan sebenar-benarnya diam.
Ucapan Mushonnif: Dalam shalat yang dikeraskan, dikecualikan shalat yang dikeraskan ialah shalat sir maka imam tidak diam padanya.
(Ucapan Mushonnif: Jika ia mengetahui..dst) sebagai batasan diam, artinya sunah diam jika imam tahu bahwa makmum membaca Fatihah dalam diam ini, jika dia tahu makmum tidak membacanya tidak disunahkan diam.
(Ucapan Mushonnif: Selagi diam) artinya disunahkan saat imam diam
(Ucapan Mushonnif: atau qiroah) artinya dengan pelan.
Ucapan Mushonnif: Iya lebih utama artinya qiroah lebih utama dari doa”
(Ucapan Mushonnif: Tatkala) artinya tatkala diam membaca dengan tertib dan muwalah antara qiroah diam dengan sir dan antara qiroah jahar sesudah surat ini yang demikian itu karena sunah qiroah secara tertib yang di Mushaf dan muwalah.
Ali Syibromalisy berkata: artinya membaca semisal sebagian surat yang mau ia baca dengan pelan seukuran para makmum membaca Fatihah kemudian menyempurnakannya dengan keras, sedangkan pada raka'at kedua membaca sisa surat yang ia baca pada raka'at pertama dengan pelan seukuran waktu para makmum membaca Fatihah kemudian menyempurnakannya dengan keras, sedangkan pada raka'at kedua membaca sisa surat yang ia baca pada raka'at pertama dengan pelan seukuran waktu para makmum membaca Fatihah kemudian menyempurnakannya dengan keras”
[I'aanah at Tholibin I/174]
[Ismidar Abdurrahman As-Sanusi]
Link Diskusi: