1021. KETIKA MUSIM HUJAN TIDAK ADA DEBU BOLEHKAH MENSUCIKAN NAJIS MUGHOLLAZHAH DENGAN TANAH?




Pertanyaan:
Assalamualaikum poro yai lan bu nyai,saya mendapat pertanyaan titipan dari temen saya 
Deskripsi:

saya mempunyai suatu najis mugholadoh,sampai sekarang belum saya cuci karna ragu dlm penyucianya,karna media pencucianya di syaratkan 7x dan salah satunya menggunakan debu.

Yang ingin saya tanyakan ,apa bila tidak ada debu di karnakan musim hujan,lalu medianya menggunakan tanah liat/tanah biasa apa bole? Terimakasih
[Sholahuddin Udin]

Jawaban:
Walaikumussalam

Pada dasarnya mensucikan najis mughollazhah semacam najis anjing dan babi memang sudah umum diketahui yaitu merupakan pendapat Madzhab Syafi'i Disyaratkan menggunakan air mutlak 7x dan salah satunya menggunakan debu. Posisi debu yang dimaksud secara umum, yaitu hamburan dari tanah yang sudah kering yang mana kalau ditiup angin ia akan beterbangan; inilah yang dinamakan debu Secara umum. Namun demikian, posisi debu secara khusus juga meliputi tanah kering, semacam tanah liat, tanah lumpur atau tanah yang basah atau lembab. Dengan ini, apabila tidak ada debu karena semacam musim hujan maka bisa menggunakan tanah, baik tanah kering maupun tanah basah; sebab tanah berposisi sebagai debu; sebab asal debu adalah dari tanah. Tetapi, Disyaratkan tanah tersebut suci dan tidak yakin ada najisnya.

Adapun benda lain yang tidak berposisi hukum debu secara umum seperti semen dan sebagainya tidak sah digunakan untuk mensucikan najis mughollazhah; kecuali pasir, tapi Disyaratkan pasirnya ada hamburnya, kalau tidak ada hamburnya tidak boleh juga dipakai untuk mensucikan najis mughollazhah.

Dengan demikian, bila ditarik pada post diatas, ketika tidak ada debu boleh mensucikan najis mughollazhah memakai tanah dari segala macam tanah, sebab tanah berhukum sama dengan debu; selain tanah tidak bisa mensucikan najis mughollazhah kecuali pasir yang ada hamburnya; maksudnya ketika ditiup angin ia beterbangan dan ketika dimasukkan ke dalam air air akan berubah menjadi keruh, bila tidak demikian, tidak boleh menggunakan pasir untuk mensucikan najis mughollazhah.

Dasar keterangan:

قَوْلُهُ: (بِتُرَابٍ) أَيْ مَصْحُوبَةٍ بِتُرَابٍ، وَالْمُرَادُ بِتُرَابٍ وَلَوْ حُكْمًا لِيَدْخُلَ مَا لَوْ غَسَلَ بِقِطْعَةِ طِينٍ أَوْ طَفْلٍ، فَإِنَّهُ يَكْفِي وَكَذَا الطِّينُ الرَّطْبُ؛ لِأَنَّهُ تُرَابٌ بِالْقُوَّةِ وَيُجْزِئُ الرَّمَلُ النَّاعِمُ الَّذِي لَهُ غُبَارٌ يُكَدِّرُ الْمَاءَ، وَإِنْ كَانَ نَدِيًّا وَالتُّرَابُ الْمُخْتَلَطُ بِنَحْوِ دَقِيقٍ حَيْثُ كَانَ يُكَدِّرُ الْمَاءَ كَمَا فِي الْبِرْمَاوِيِّ.
Keterangan Pengarang ("Debu") artinya disertai dengan debu. Yang dimaksud debu walaupun secara hukum yang masuk (pada keumumannya) apabila mensucikan atau membasuh (najis mughollazhah) dengan sepotong tanah atau lumpur maka dianggap cukup; demikian pula tanah yang basah/lembab. Sah juga mensucikan najis mughollazhah dengan pasir yang halus yang ada hamburnya yang mengeruhkan air meskipun lembab dan debu yang menyatu semacam tepung tatkala membuat keruh air sebagaimana diterangkan Al Birbawi.
[Hasyiyah Bujairomi ala al Khothib I/333]

Wallahu A'lamu Bis Showaab

(Dijawab oleh : Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama