Pertanyaan:
Assalamu'alaikum.
Maaf ustad saya mau nanya nih.
Ketika suara iqomah sudah dikumandangkan dan makan malam telah dihidangkan, manakah yang harus didahulukan, sholat atau makan?
Wassalam.
[M Diat]
Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Apabila waktu shalat sudah masuk sehingga makanan sudah dihidangkan maka makruh mendahulukan shalat atas makan jika ia sangat ingin menyantap makanan tersebut seperti terlalu lapar yang mana apabila nekat shalat shalatnya tidak khusyuk karena terbayang dengan makanan tersebut. Sebab maksud shalat itu khusyuk maka harus mengupayakan kekhusyukan daripada selainnya. Dengan ini lebih baik makan dulu baru shalat, tetapi tentunya ia tidak mutlak, anjuran makan dulu baru shalat bila kalau ia shalat ia tidak bisa khusyuk atau ia sangat ingin menyantap makanan tersebut bila tidak tentu shalat yang dikedepankan. Ketika seseorang ingin sekali menyantap makanan tersebut maka tentu kalau waktu shalat masih lama kalau masih sedikit sekiranya kalau mendahulukan makan dulu baru shalat waktu shalat habis maka menurut pendapat yang shahih dalam Madzhab Syafi'i harus mendahulukan shalat dari makan demi menghormati waktu, meskipun ada sebagian orang dikalangan Syafi'iyah yang memilih mendahulukan makan berdasarkan dzohir hadits.
الثَّامِنَةُ) يُكْرَهُ أَنْ يُصَلِّيَ وَهُوَ يُدَافِعُ الْبَوْلَ أَوْ الْغَائِطَ أَوْ الرِّيحَ أَوْ يَحْضُرُهُ طَعَامٌ أَوْ شَرَابٌ تَتُوقُ نَفْسُهُ إلَيْهِ لِحَدِيثِ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ " لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلَا وَهُوَ يُدَافِعُهُ الْأَخْبَثَانِ " رَوَاهُ مُسْلِمٌ قَالَ أَصْحَابُنَا فَيَنْبَغِي أَنْ يُزِيلَ هَذَا الْعَارِضَ ثُمَّ يَشْرَعَ فِي الصَّلَاةِ فَلَوْ خَافَ فَوْتَ الْوَقْتِ فَوَجْهَانِ الصَّحِيحُ الَّذِي قَطَعَ بِهِ جَمَاهِيرُ الْأَصْحَابِ أَنَّهُ يُصَلِّي مَعَ الْعَارِضِ مُحَافَظَةً عَلَى حُرْمَةِ الْوَقْتِ وَالثَّانِي حَكَاهُ الْمُتَوَلِّي أَنَّهُ يُزِيلُ الْعَارِضَ فَيَتَوَضَّأُ وَيَأْكُلُ وَإِنْ خرج الوقت ثم يقضيها لِظَاهِرِ هَذَا الْحَدِيثِ وَلِأَنَّ الْمُرَادَ مِنْ الصَّلَاةِ الْخُشُوعُ فَيَنْبَغِي أَنْ يُحَافِظَ عَلَيْهِ
8. Makruh shalat menahan kencing, berak, kentut atau dihadirkan makanan atau minuman yang ia terlalu ingin kepada makanan dan minuman tersebut berdasarkan hadits Aisyah Radhiallahu Anha bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam telah bersabda "Tidak ada shalat ketika makanan sudah dihidangkan dan tidak pula menahan hadats" (HR. Muslim)
Para Pengikut Syafi'i berkata "Seyogyanya menghilangkan yang merintangi (kekhusyukan) kemudian menjalankan shalat", maka seandainya dikhawatirkan terlewatkan waktu ada dua pendapat, yang shahih dan yang ditetapkan mayoritas pengikut Syafi'i shalat bersamaan dengan yang merintangi itu demi menghormati waktu. Pendapat kedua yang diceritakan oleh Al Mutawalliy bahwa menghilangkan yang merintangi lalu berwudhu Dan makan meskipun keluar waktu kemudian mengqodgo'nya berdasarkan dzohir hadits ini sebab yang dimaksud dari shalat adalah kekhusyukan maka seyogyanya memeliharanya.
[Al Majmuu' Syarh al Muhadzdzab IV/106]
وتكره بحضرة طعام أو شراب يشتاق إليه، لخبر مسلم: لا صلاة - أي كاملة - بحضرة طعام
... وتعبير المصنف بالتوق يفهم أنه يأكل ما يزول به ذلك، لكن الذي جرى عليه في شرح مسلم في الأعذار المرخصة في
ترك الجماعة أنه يأكل حاجته بكمالها، وهو الأقرب، ومحل ذلك حيث كان الوقت متسعا.
اه.
(قوله: يشتاق إليه) أي وإن لم يشتد جوعه ولا عطشه فيما يظهر، أخذا مما ذكروه في الفاكهة.
ونقل عن بعض أهل العصر التقييد بالشديدين، فاحذره.
اه ع ش.
[I'aanah at Thoolibiin I/226-227]
Wallahu A'lamu Bis Showaab
(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)
Link diskusi: