1198. HUKUM MEMBELI MOTOR BODONG YANG DIKETAHUI DIKEMUDIAN HARI HASIL CURIAN

Sumber gambar: langit7.id


Pertanyaan:
Assalamualaikum. Mau bertanya apa hukumnya membeli motor bodong. Tapi kita tidak tau motor dari mana. Ternyata setelah kita beli di tangan kita motor nya bekas curian.
[Jalmi Jendel]

Jawaban:
Wa'alaikumussalam

Membeli suatu barang yang pembeli tidak tahu benda itu hasil halal atau bukan lalu ia menerima maka jual belinya sah. Kendatipun demikian, bila ternyata barang itu memang hasil haram jual belinya pun sah tapi pembeli akan menerima sangsi diakhirat kalau penjual termasuk ciri orang yang tidak baik, tapi kalau orang itu bercirikan orang baik maka tidak mendapatkan sangsi. Yang dimaksud sangsi disini pertanggungjawaban dihadapan Allah kelak. Ketika sudah tau barang itu hasil curian misalnya maka harus mengembalikan kepada pemiliknya. Sedangkan bagi penjual maka uang hasil penjualan barang tersebut tidak halal dan tidak sah karena syarat jual beli merupakan hak milik.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kalau pembeli motor atau mobil yang tidak diketahui hasil curian dan tahu dikemudian hari maka bagi pembeli sah, sedangkan bagi penjual tidak sah. Bagi pembeli akan menerima sangsi diakhirat kalau ternyata penjual termasuk ciri orang tidak baik, tidak sebaliknya.
فائدة) لو أخذ من غيره بطريق جائز ما ظن حله، وهو حرام باطنا، فإن كان ظاهر المأخوذ منه الخير لم يطالب في الآخرة، وإلا طولب.
قاله البغوي.
“(Faidah) Andaikan saja seseorang mengambil benda yang dia perkirakan halal dengan prosedur yang dibenarkan, akan tetapi hakikatnya benda tersebut ternyata adalah barang yang haram (mungkin ternyata hasil curian, atau uang korupsi), maka hukumnya dipilah kembali. Andaikan secara kasat mata si pemberi adalah orang baik, kelak di akhirat penerima barang tersebut tidak akan mendapatkan konsekuensi buruk apapun. Tapi sebaliknya, jika kelihatannya saja pemberi benda tersebut adalah orang yang tidak baik, maka kelak di akhirat si penerima akan mendapatkan imbas buruk juga. Pendapat tersebut disampaikan oleh Imam al-Baghowi”.
[Fathul Mu'in Halaman 319]

قوله: بطريق جائز) كبيع وهبة.
(قوله: ما ظن حله) مفعول أخذ، أي أخذ شيئا يظن أنه حلال، وهو في الواقع ونفس الأمر حرام، كأن يكون مغصوبا أو مسروقا.
(قوله: فإن كان ظاهر المأخوذ منه) هو البائع، أو الواهب.
(وقوله: الخير) أي الصلاح.
(قوله: لم يطالب) أي الآخذ في الآخرة، وهو جواب
إن.
(وقوله: وإلا طولب) أي وإن لم يكن ظاهر الخير والصلاح، بأن كان ظاهره الفجور والخيانة، طولب - أي في الآخرة - وأما في الدنيا، فلا يطالب مطلقا، لأنه أخذه بطريق جائز.
(Keterangan Pengarang"Dengan prosedur yang benar") seperti jual beli dan hibah.
(Keterangan Pengarang "Yang diperkirakan halal") artinya mengambil sesuatu yang diperkirakan halal dan ternyata hakikatnya haram seperti barang ghosob atau curian.
(Keterangan Pengarang "Maka jika secara dzohir (tak kasat mata) pemberi") yaitu penjual atau penghibah.
(Keterangan Pengarang "Orang baik") artinya Sholeh
(Keterangan Pengarang "Tidak dituntut") Artinya mendapat hukuman pada akhirat.
(Keterangan Pengarang "Dan bila tidak maka dituntut") artinya meskipun tidak terlihat ia orang baik dan Sholeh seperti yang nampak dia pendurhaka dan khianat dituntut - pada akhirat -, sedangkan didunia tidak dituntut karena ia mengambil dengan prosedur yang benar.
[I'aanah at Thoolibiin III/13]

Wallahu A'lamu Bis Showaab

(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama