Sumber gambar: clipartmax.com
Pertanyaan:
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Ada yg mengganjal di hati setiap mau menulis raport. Disuatu sisi harus jujur, tp di sisi lain harus ikut aturan bhw nilai tidak boleh kurang dr standar tertentu, demi 'nama baik' atau kualitas pendidikan di sekolah. Begitulah aturannya.
Pertanyaan q:
Bagaimana hukumnya, misalnya aq tulis di raport atas nilai mapel Fiqih si Fulan 6, padahal sebenarnya nilai dari hasil ujiannya 3? Jawaban yg TOP in syaa ALLAH akan di share di grup yg relevan. Di WA atau di FB. Mendahului jawaban, aq ucapin Trimakasih atas perhatiannya.
[Akhmad Dani Almadani]
Jawaban:
Wa'alaikumussalam
Pada dasarnya perbuatan majelis guru demi pencapaian sekolah berkualitas berbagai cara mereka tempuh termasuk diantaranya yang sering terjadi bahkan sudah berlaku sejak saya sekolah MAN tahun 2013-2015 Silam. Upaya tersebut diantaranya demi siswa bisa lulus para guru bahkan memberikan nilai tidak sesuai dengan kemampuan siswa, lebih daripada itu ada juga pihak sekolah tertentu membayar anak yang pintar untuk mengisi nilai siswa yang kurang pintar, bahkan ada juga majelis guru sendiri yang melakukan ujian.
Perbuatan semacam itu, berdasarkan literatur klasik bertentangan dengan nilai keislaman dan ranah fiqih menghukumi haram perbuatan demikian, disebabkan berlaku curang, hal ini sebagaimana dilansir dalam hadits:
من غش فليس منا
"Barang siapa berlaku curang bukanlah ia dari golonganku"(HR. Tirmidzi)
Coba lihat hadits diatas perbuatan curang tidak termasuk golongan Nabi, bukanlah perbuatan menambah nilai siswa yang sebenarnya nilai yang ditambahkan itu tidak sesuai dengan kemampuannya termasuk curang.
Namun demikian, saya pribadi, tidak sepenuhnya mengatakan haram perbuatan tersebut itu, dikatakan haram kalau penambahan nilai yang dilakukan majelis guru tidak sesuai dengan kemampuannya, akan tetapi kalau penambahan nilai itu dilihat dari sudut pandang lain maka diperbolehkan dan tidak berlaku curang, umpamanya; Nilai Ujian Nasional Matematika 5.3, kemudian karena siswa ini termasuk siswa rajin, rapi, sopan dan lain sebagainya yakni ada penilaian yang mendukung maka diperbolehkan penambahan nilai tersebut. Perbuatan penambahan nilai yang mutlak haram kalau sengaja menambah nilai siswa tanpa ada sudut pandang lain. Semoga kiranya majelis guru bisa memahami hal ini.
اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى أَنَّ الْغِشَّ حَرَامٌ سَوَاءٌ أَكَانَ بِالْقَوْل أَمْ بِالْفِعْل ، وَسَوَاءٌ أَكَانَ بِكِتْمَانِ الْعَيْبِ فِي الْمَعْقُودِ عَلَيْهِ أَوِ الثَّمَنِ أَمْ بِالْكَذِبِ وَالْخَدِيعَةِ ، وَسَوَاءٌ أَكَانَ فِي الْمُعَامَلاَتِ أَمْ فِي غَيْرِهَا مِنَ الْمَشُورَةِ وَالنَّصِيحَةِ
“Ulama Ahli Fiqih sepakat bahwa berbuat curang hukumnya haram baik itu dengan ucapan maupun perbuatan, dengan menyembunyikan cacatnya barang yang di jual atau cacatnya uang maupun dengan menipu, baik didalam mu’amalah maupun lainnya seperti musyawarah dan menasihati”
[Al Mausu'ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah XXXI/219]
ويدل على تحريم الغش ما روي أنه مر صلى الله عليه وسلم برجل يبيع طعاما فأعجبه فأدخل يده فرأى بللا فقال ما هذا قال أصابته السماء فقال فهلا جعلته فوق الطعام حتى يراه الناس من غشنا فليس منا
“Dalil keharaman gisyu adalah sebuah hadits yang diriwayatkan bahwa Nabi i Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam bertemu seorang penjual makanan yang membuat heran beliau kemudian beliau memasukkan tangannya ke tumpukan makanan itu lalu beliau menemukan makanan yang basah, kemudian beliau bertanya: apakah ini? Pegadang itu menjawab: makanan itu terkena air hujan, dan nabipun bersabda: kenapa kamu tidak meletakkannya di tumpukan teratas sehingga bisa diketahui oleh orang-orang, barang siapa yang berbuat curang, maka bukan termasuk golonganku”
[Mau'idzoh al Mu'miniin Min Ihyaa' 'Uluum ad Diin Halaman 180]
Solusi:
Penambahan Nilai oleh beberapa guru disekolah sudah dianggap umum dan wajar
namun gak serta merta bisa dibenarkan atau disalahkan
Gak bisa dibenarkan alasannya:
*agama melarang (karena kecurangan)
*peraturan kependidikan (sebenarnya) juga sangat melarang hal itu
Gak bisa disalahkan, tentunya ada beberapa faktor, misal:
*standar nilai harus diatas rata rata
*tuntutan pimpinan atau intansi terkait
*ataupun kemampuan si anak karena kondisi tertentu (banyak kasus si anak IQ rendah tp karena ketidak mampuan ekonomi terpaksa sekolah di sekolah umum)
bagaimana menyikapinya:
1. diadakan remidi untuk menambah nilai
2. diberikan materi soal tambahan yg menghasilkan hasil Nilai Subyektif (bukan Obyektif)
3. penilaian di sertai nilai non akademis misal Nilai Sikap, ketrampilan serta Spiritual dimana ketiga penilaian ini bersifat subyektif sehingga guru memungkinkan dapat memberi nilai lebih untuk menambah nilai utama yg kurang dari standar.
4. jika kondisi sangat darurat (misal karena kondisi keadaan siswa atau kebijakan pimpinan atau institusi) perlu adanya diskusi dg para dewan, guru dan pimpinan terkait masalah nilai
semoga membantu
semoga amal ibadah para guru senantiasa mendapat rido dan pahala dari Allah SWT
Amiiin.
Wallahu A'lam
(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As-Sanusi dan Anwar Sanusi)
Link Diskusi: