1343. ADAB TALQIN MAYIT SESUDAH DIMAKAMKAN




Pertanyaan:

Assalamualaikum

Pk kiyai mohon bantuannya masalah ini

1. Biasanya yg saya lihat orang baca talkin di saat penguburan sambil jongkok menghadap mayit

hadirin berdiri itu yg ada pada kitab piqih

2. Tapi kemarin saya lihat ust baca talkin nya sambil berdiri dan hadirin ada yg duduk ada yg berdiri.

pertanyaannya apakah ada dalam kitab piqih Penjelasan seperti pada nomor dua klo ada mohon di share

[Hemat-hemat]


Jawaban:

Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh


Adab mentalqin mayit sesudah dikubur diantaranya hendaknya orang yang membaca talqin adalah orang yang Sholeh dari kerabat mayit, tapi kalau tidak ada cukup orang lain. Adab lainnya ketika pembacaan talqin orang yang ikut mengantarkan jenazah hendaknya berdiri yakni tidak duduk karena perbuatan ini dicontohkan Baginda sebab ketika beliau sampai pada pemakaman beliau berhenti (berdiri). Adapun bagi pembaca talqin ada berbagai adat istiadat dilakukan, ada pembaca talqin itu duduk dan ada yang berdiri. Kedua perbuatan Tersebut juga ada dasarnya dari Ulama Syafi'iyah. Sebab diantara mereka berselisih pendapat sebaiknya bagi pembaca talqin itu duduk atau berdiri ketika membaca talqin.


 Menurut Syeikh Al Maqdisiy dan dalam Imam Romli dalam kitab Nihaayah pembaca talqin sunah berhenti (berdiri). Sedangkan menurut Ulama Syafi'iyah yang lain seperti menurut Syeikh Al Islam Zakariya Al Anshori dalam kitab Asnaa al Mathoolib, dan Syarh al Bahjah, juga diikuti Syeikh Al Khothiib as Syarbini dalam kitab Mughni, Syeikh Zainuddin Al Malibari Dalam Fathul Mu'in serta dibenarkan oleh Sayyid Bakri Syata Dimyati dalam i'aanah karena menurut Sayyid Bakri Syata Dimyati bila pembaca talqin duduk lebih dekat talqin lebih didengar mayit. Pembaca sedangkan posisi pembaca talqin pada sisi wajah mayit.


Jadi, sesuai sunah bagi hadirin mengikuti mengantarkan jenazah ketika pembacaan talqin sunah mereka berdiri berdasarkan apa yang dicontohkan Baginda Nabi. Sedangkan orang yang membaca talqin terjadi khilaf. Ada pendapat yang mensunahkan berdiri yaitu Imam Romli, Syekh Al Maqdisiy dan Ulama lainnya. Sedangkan menurut sebagian pendapat seperti Syeikh Islam Zakariya Al Anshori, Syeikh Al Khothiib as Syarbini, Syeikh Zainuddin Al Malibari dan Sayyid Bakri Syata Dimyati pembaca talqin sunah duduk. Yakni pada sisi wajah mayit. Sedangkan posisi menghadap kiblat atau tidak belum ditemukan nasnya. Jadi bisa saja bebas mau Menghadap kemanapun.


Sebenarnya apa yang diterangkan diatas adabnya saja dan bukan keharusan. Karenanya boleh saja duduk saat pembacaan talqin atau berdiri. Wallahu A'lam


Ibarot:


وحواشي الشرواني ٢٠٧/٣

قَوْلُهُ تَلْقِينُ بَالِغٍ إلَخْ) وَيَقْعُدُ الْمُلَقِّنُ عِنْدَ رَأْسِ الْقَبْرِ مُغْنِي عِبَارَةُ فَتْحِ الْعَيْنِ فَيَقْعُدُ رَجُلٌ قُبَالَةَ وَجْهِهِ

“(Keterangan Pengarang: "Talqin yang baligh, dst"). Redaksi Al Mughni (Syeikh Al Khothiib as Syarbini) : "Orang membaca talqin duduk disisi kepala kubur (mayit)", sedangkan Redaksi Fathul Mu'in (Syeikh Zainuddin Al Malibari) : "Maka (yang membaca talqin) duduk pada sisi wajahnya (mayit)”

[Hawaasyi as Syarwani Ala at Tuhfah III/207]


مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج، ٦٠/٢

وَيَقْعُدُ الْمُلَقِّنُ عِنْدَ رَأْسِ الْقَبْرِ، أَمَّا غَيْرُ الْمُكَلَّفِ وَهُوَ الطِّفْلُ وَنَحْوُهُ مِمَّنْ لَمْ يَتَقَدَّمْ لَهُ تَكْلِيفٌ فَلَا يُسَنُّ تَلْقِينُهُ؛ لِأَنَّهُ لَا يُفْتَنُ فِي قَبْرِهِ.

“Dan pembaca talqin duduk disisi kepala kubur (mayit) sedangkan selain orang yang mukallaf yaitu anak kecil dan semisalnya bagi orang yang tidak terkena hukum taklif maka tidak sunah ditalqin karena tidak mendapat fitnah dalam kuburnya”

[Mughni al Muhtaaj II/60]


أسنى المطالب في شرح روض الطالب، ٣٣٠/١

وَأَنْ يَقِفَ) عِبَارَةُ الرَّوْضَةِ نَقْلًا عَنْ الْأَصْحَابِ وَيَقْعُدُ (الْمُلَقِّنُ عِنْدَ رَأْسِ الْقَبْرِ) لِوُرُودِهِ فِي الْخَبَرِ السَّابِقِ؛ وَلِأَنَّهُ أَقْرَبُ إلَى سَمَاعِ الْمَيِّتِ التَّلْقِينَ يَنْبَغِي أَنْ يَتَوَلَّى التَّلْقِينَ أَهْلُ الدِّينِ وَالصَّلَاحِ مِنْ أَقْرِبَائِهِ فَإِنْ لَمْ يَكُونُوا فَمِنْ غَيْرِهِمْ ذَكَرَهُ الْأَذْرَعِيُّ


....


وَعِبَارَةُ الشَّيْخِ نَصْرٍ الْمَقْدِسِيَّ إذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِهِ يَقِفُ عِنْدَ رَأْسِ قَبْرِهِ كَمَا نَقَلَهُ النَّوَوِيُّ فِي الْأَذْكَارِ وَأَقَرَّهُ وَيَدُلُّ لَهُ مَا فِي الصَّحِيحَيْنِ عَنْ أَنَسٍ «أَنَّ الْعَبْدَ إذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ وَتَوَلَّى عَنْهُ أَصْحَابُهُ أَنَّهُ يَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ فَإِذَا انْصَرَفُوا أَتَاهُ مَلَكَانِ» الْحَدِيثَ فَإِذَا أُخِّرَ التَّلْقِينُ إلَى مَا بَعْدَ الْإِهَالَةِ كَانَ أَقْرَبَ إلَى حَالَةِ سُؤَالِهِ.

“Dan duduk pembaca talqin disisi kepala kubur (mayit) berdasarkan penjelasan hadits terdahulu dan disebabkannya lebih dekat pada mayit mendengar talqin. Sebaiknya orang yang Membacakan talqin yang ahli agama dan Sholeh dari kerabatnya, sekiranya tidak ada dilakukan orang lain, Inilah yang dikemukakan Al Adzro'i.


Redaksi Syeikh Nashr Al Maqdisiy : "Apabila Selesai penguburan berdiri disisi kepala kuburnya sebagaimana ia nuqil dari An Nawawi dalam kitab Al Adzkaar dan disetujuinya, sedangkan dalilnya hadits dalam kitab Shahihain (Bukhari dan Muslim) dari Anas : "Seorang hamba bila diletakkan dalam kuburnya ia mendengar bunyi sandal mereka dan ketika mereka pergi dua malaikat mendatanginya". .... Dst”

[Asnaa al Mathoolib I/330]


شرح البهجة الوردية، ١٢٢/٢

وَيُسَنُّ التَّلْقِينُ بَعْدَ الدَّفْنِ فَيَجْلِسُ عِنْدَ رَأْسِهِ إنْسَانٌ

“Dan disunahkan talqin sesudah dikubur maka pembaca talqin duduk disisi kepalanya”

[Syarh al Bahjah II/122]


نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج، ٤١/٣

وَيَقِفُ الْمُلَقِّنُ عِنْدَ رَأْسِ الْقَبْرِ.

وَيَنْبَغِي أَنْ يَتَوَلَّاهُ أَهْلُ الدِّينِ وَالصَّلَاحِ مِنْ أَقْرِبَائِهِ وَإِلَّا فَمِنْ غَيْرِهِمْ كَمَا ذَكَرَهُ الْأَذْرَعِيُّ

“Dan pembaca talqin berdiri disisi kepala kubur dan Sebaiknya orang yang Membacakan talqin yang ahli agama dan Sholeh dari kerabatnya, sekiranya tidak ada dilakukan orang lain, Inilah yang dikemukakan Al Adzro'i”

[Nihaayah Al Muhtaaj III/41]


إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين، ١٦٠-١٥٩/٢]

بعد) تمام (دفن) فيقعد رجل قبالة وجهه ويقول: يا عبد الله ابن أمة الله: اذكر العهد الذي خرجت عليه ...... قال شيخنا: ويسن تكراره ثلاثا، والاولى للحاضرين الوقوف، وللملقن القعود.

قوله: فيقعد رجل الخ) بيان لكيفية التلقين.

-إلى أن قال- 

قوله: والأولى للحاضرين) أي تلقين الميت.

(وقوله: الوقوف) أي للحديث المار، وهو أنه - صلى الله عليه وسلم - كان إذا فرغ من دفن الميت وقف عليه إلخ.

(قوله: وللملقن القعود) أي والأولى للملقن أن يقعد أي لأنه أقرب إلى إسماع الميت التلقين.

[I'aanah Hamisy Fathul Mu'in II/159-160]


====


FOKUS 👇


قوله: والأولى للحاضرين) أي تلقين الميت.

(وقوله: الوقوف) أي للحديث المار، وهو أنه - صلى الله عليه وسلم - كان إذا فرغ من دفن الميت وقف عليه إلخ.

(قوله: وللملقن القعود) أي والأولى للملقن أن يقعد أي لأنه أقرب إلى إسماع الميت التلقين


Wallahu A'lamu Bis Showaab



MUSHOHHIH / edited : Ismidar Abdurrahman As-Sanusi


Link Diskusi:

Group WA Kajian Fiqih


Komentari

Lebih baru Lebih lama