Assalamu alaikum
mau tanya kpd para ustadz...
1.Apakah hukum bertajwid dlm tilawah qur'an?
2.apakah sah solat yg bacaannya scr tajwid, makhroj,sifat huruf nya tdk sesuai kaidah tajwid ?(klo istilah tajwid adl lahen jahri)
3.apa hukumnya ketika solat bacaan fatihahnya dan suroh gonta ganti versi imam qurok..misal senin dg bacaanya imam hafas.besoknya imam ibnu kasir dst
Mksh
[Kholik]
Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Hukum mempelajari ilmu tajwid Fardhu kifaayah tanpa ada perbedaan pendapat dikalangan Ulama, namun dalam hal pengamalan diwajibkan bagi orang yang mukallaf membaca Al Qur'an dengan tajwid. Wajib disini ada dua:
• Wajib syar’î ialah sesuatu yang memelihara huruf dari perubahan bentuk kata (lafal) dan perusakan makna. Ketentuan ini wajib diikuti dan haram ditinggalkan.
• Wajib shinâ’î ialah meliputi cara baca, seperti idghâm, ikhfâ’, iqlâb, tarqîq, dan tafkhîm. menurut ulama muta’akh-khirîn meninggalkannya tidak dosa.
Jadi, secara umum orang yang sudah mukallaf wajib membaca Al Qur'an sesuai dengan aturan ilmu tajwid, wajib disini dihukumi wajib A'in, namun sebagian pendapat yaitu merupakan Pendapat Ulama mutaakhirin ketika tidak sesuai hukum tajwid yang meliputi hukum nun mati umpamanya maka tidak berdosa tapi kalau perubahan huruf dihukumi haram dan berdosa pelakunya. Meskipun Ulama Mutaqoddimiin tidak membedakan, menurut mereka baik yang ditinggalkan wajib syar'i maupun wajib Shina'i pelakunya Sudah terjatuh pada lembah keharaman. Oleh sebab itu, kalau kita sudah tahu diperbaiki mulailah membaca Al Qur'an dengan memperhatikan aturan ilmu tajwid jangan asal baca,, Kalau Al Qur'an menggunakan huruf Dal baca Dal jangan tukar Dhod. Kalau Al Qur'an menggunakan huruf A'in jangan ditukar Alif Atau Hamzah. Pernah kita dengar orang baca أَعُوْذـ menjadikan عَوُوذُ. Kalau contoh nun mati umpamanya: مِنْ شَرِّ seharusnya antara nun mati dengan huruf syin Dibaca samar malah Dibaca jelas, jelas sekali disitu hukumnya Ikhfa' . Ini hendaknya diperhatikan terutama sekali kebanyakan terjadi ketika bulan Ramadhan tadarus Al Qur'an memakai speaker, sebab banyak orang mendengar. Kecuali memang kita baru belajar Al Qur'an masih bisa ditolerir, tapi kalau sekiranya bacaan kita belum sesuai hendaknya janganlah membaca Al Qur'an dengan pengeras suara demi menepis ocehan orang yang tidak baik terhadap kita, kecuali memang sebagian kita lidahnya tidak bisa mengucapkan semacam huruf Arab karena itu pembawaan, namun selagi bisa dilatih coba dilatih dan cari guru yang paham.
Kesimpulannya adalah membaca Al Qur'an dengan aturan ilmu tajwid wajib A'in bagi orang mukallaf dan ketika ditinggalkan hukumnya haram kecuali menurut ulama mutaakhirin tidak berhukum haram kalau yang ditinggalkan semacam wajib Shina'i dalam ilmu tajwid seperti hukum nun mati semacam Ikhfa', Izhar, dll.
Wallahu A'lamu Bis Showaab
Ibarot:
نهاية القول المفيد في علم التجويد الصحفة ١٨
حكم التجويد : قال ابن غازي في شرحه : اعلم ان علم التجويد لا خلاف في أنه فرض كفاية والعمل به فرص عين على كل مسلم ومسلمة من المكلفين وقد ثبت فرضيته بالكتاب والسنة وإجماع الأمة ...... وقال الشيخ برهان الدين في شرحه على متن الجزرية.... : وقد صح أن النبي صلى الله عليه وسلم سمى قارئ القرآن بغير تجويد فاسقا وهو مذهب إمامنا الشافعي رضي الله عنه...
نهاية القول المفيد في علم التجويد الصحفة ٤٢
(التتمة) فِي تَقْسِيْمِ الوَاجِبِ إِلَى وَاجِبٍ شَرْعِيٍّ أَوْ صِنَاعِيٍّ، قَالَ فِي شَرْحِ القَوْلِ المُفِيْدِ: اِعْلَمْ أَنَّ الوَاجِبَ فِي عِلْمِ التَّجْوِيْدِ يَنْقَسِمُ إِلَى وَاجِبٍ شَرْعِيٍّ وَهُوَ مَا يُثَابُ عَلَى فِعْلِهِ وَيُعَاقَبُ عَلَى تَرْكِهِ أوْ صِنَاعِيٍّ وَهُوَ مَا يَحْسُنُ فِعْلُهُ وَيَقْبَحُ تَرْكُهُ وَيُعَزَّرُ عَلى تَرْكِهِ التَّعْزِيْرَ اللَّائِقَ عِنْدَ أَهْلِ تِلْكَ الصِّنَاعَةِ، فَالشَّرْعِيُّ مَا يَحْفَظُ الحُرُوْفَ مِنْ تَغْيِيْرِ اْلمَبْنِى وَإِفْسَادِ الْمَعْنَى فَيَأْثَمُ تَارِكُهُ، وَالصِّنَاعِيُّ فِيْمَا ذَكَرَهُ اْلعُلَمَاءُ فِي كُتُبِ التَّجْوِيْدِ كَاْلِإدْغَامِ وَالإِخْفَاءِ وَاْلإِقْلَابِ وَالتَّرْقِيْقِ وَالتَّفْخِيْمِ فَلَا يَأْثَمُ تَارِكُهُ عَلى اخْتِيَارِ المُتَأَخِّرِيْنَ. وأَما المتقدمون فَاخْتاروا بوجوب الجميع شرعاً
2. Sebelum membahas lebih lanjut tentang keabsahan shalat orang yang bacaannya lahnun ada baiknya diketahui dulu apa itu lahnun, silahkan simak 👇
Lahn berasal dari bahasa Arab yang artinya kesalahan atau melenceng dari kebenaran. Kata Lahn sendiri dalam bahasa Arab memiliki banyak arti, namun yang dimaksud di sini adalah kesalahan dalam membaca Al-Quran.
Lahn menurut Ulama Tajwid terbagi menjadi 2 bagian yaitu Lahn Jali dan Lahn Khafi. Uraiannya berikut ini :
1. Lahn Jali
Jali (جليّ) secara bahasa artinya tampak atau nyata. Secara istilah, Lahn Jali adalah kesalahan dalam membaca Al-Quran menyangkut susunan kata, baik merubah makna maupun tidak merubah makna. Misalnya merubah harakat fathah ke kasrah, merubah huruf hamzah ke ain, dan lain-lain.
Dinamakan Jali karena secara jelas dan tampak kesalahannya bagi orang awam maupun ahli tajwid (orang yang mempelajari tajwid). Kesalahan atau Lahn Jali ini bisa berupa merubah huruf, harakat, dan sukun. Perubahan tersebut tidak melihat apakah terjadi perubahan makna atau tidak berubah.
Contoh Lahn Jali yang disebabkan perubahan huruf :
وَالتِّيْنِ dibaca وَالطِّيْنِ
Contoh Lahn Jali yang disebabkan perubahan harakat :
أَنْعَمْتَ dibaca أَنْعَمْتُ
Contoh Lahn Jali yang disebabkan perubahan sukun :
لا تَحْزَنْ dibaca لا تَحزنُ
Ketiga contoh di atas, Lahn Jali nya semuanya merubah makna. Misal contoh pertama yang maknanya "Demi buah Tin" berubah menjadi "Demi tanah liat". Contoh kedua maknanya "telah Engkau beri nikmat" berubah menjadi "telah aku beri nikmat". Contoh ketiga maknanya "Jangan engkau bersedih" berubah menjadi "engkau tidak bersedih
Sedangkan contoh lahnun tidak merubah makna:
اَلْحَمْدُ لِلهِ dibaca الحمد للهُ
Meskipun pada contoh diatas tidak merubah makna tetap termasuk lahn jali
2. Lahn Khafi
Pembagian Lahn kedua adalah Lahn Khafi. Khafi (خفيّ) secara bahasa artinya tersembunyi atau tidak tampak. Secara istilah, Lahn Khafi adalah kesalahan membaca Al-Quran yang terkait kata namun tidak berhubungan dengan struktur kata. Misalnya meninggalkan bacaan ikhfa, idgham, dan lain-lain.
Dinamakan khafi karena kesalahan ini hanya bisa diketahui oleh mereka yang mempelajari hukum-hukum tajwid, sedangkan kesalahan ini tidak tampak bagi orang awam (orang yang tidak mempelajari hukum-hukum tajwid).
Jangkauan dari Lahn Khafi adalah semua hukum-hukum tajwid, sehingga apabila seseorang membaca Al-Quran namun meninggalkan hukum izhar, idgham, ikhfa, mad, dan sebagainya, maka termasuk dalam Lahn Khafi.
Hukum Lahn
Menurut pendapat yang rajih (kuat), hukum Lahn Khafi adalah haram jika dilakukan dengan sengaja atau meremehkan. Sebagian ada yang mengatakan makruh, dengan syarat kesalahan yang dilakukan bersifat lebih khusus misal takrir nya huruf ra, dan lain-lain.
Ibarot:
(Sama dengan rujukan sub 1)
Adapun tentang shalat bagi orang yang Lahn (terdapat kesalahan dalam membaca) seperti diketahui diatas ada dua macam jenis lahnun, juga sudah disebutkan ada Lahn merubah makna ada yang tidak. Dalam ranah fiqih Syafi'iyah orang yang bacaannya terdapat kesalahan atau tidak sesuai dengan aturan ilmu tajwid maka:
• Apabila Lahn yang pada taraf tidak merubah makna shalatnya dihukumi sah dan juga sah ia jadi makmum bila imamnya orang yang Lahn, baik terjadi pada bacaan Fatihah maupun non Fatihah seperti surat setelah Fatihah.
• Apabila Lahn pada taraf merubah makna jika selain surat Fatihah sah secara mutlak kecuali dilakukan karena sengaja , mengetahui Keharaman dan mampunya ia membaca tidak secara Lahn. Namun, bila terjadi pada surat Al Fatihah maka jika dimungkinkan belajar dan lagi mampu merubah tidak sah shalatnya bahkan keimamannya, jika tidak mampu seperti orang yang ummi buta huruf (intinya sah untuk shalat sendirian dan menjadi imam sama dengan ummi/makmumnya juga ummi)
Wallahu A'lamu Bis Showaab
Ibarot:
(والحاصل) أن اللحن حرام على العامد العالم القادر مطلقا، وأن ما لا يغير المعنى لا يضر في صحة الصلاة والقدوة مطلقا، وأما ما يغير المعنى ففي غير الفاتحة لا يضر فيهما إلا أن كان عامدا عالما قادرا، وأما في الفاتحة فإن قدر وأمكنه التعلم ضر فيهما، وإلا فكأمي.
ا.
هـ.
بجيرمي.
[البكري الدمياطي ,إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين ,2/53]
(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)