1400. HUKUM MEMENJARAKAN ORANG YANG TIDAK MAU MEMBAYAR HUTANG



Diskripsi Masalah:
Dalam kehidupan sehari-hari semua kita memerlukan bantuan orang lain, terlebih masalah ekonomi. Setiap orang ada kalanya berkecukupan dan adakalanya serba kekurangan. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari bagi orang yang tidak berkecukupan rela berhutang agar tidak kelaparan. Namun, terkadang setelah pihak penghutang menghutangkan malah yang berhutang tidak mau bayar. Adapun sebabnya beragam, ada orang yang sudah punya uang tapi tidak mau bayar, ada juga belum mampu membayar setelah ditagih beberapa kali. Sehingga pihak penghutang jengkel dan sebagai hukumannya ia mau memenjarakan orang yang tidak mau membayar hutang.

Pertanyaan:
Bolehkah memenjarakan orang yang tidak mau membayar hutang, baik belum punya uang atau memang sengaja tidak mau bayar sebagai efek jera?

Jawaban:
Hukum menjebloskan orang yang tidak membayar hutang dirinci sebagai berikut 👇

• Apabila Kondisi penghutang dalam kondisi berkecukupan dalam arti tanggungan lain bisa diatasi selain hutang seperti nafkah keluarga dan dia mampu membayar hutang tapi tidak mau bayar hutang dengan berbagai alasan maka boleh dijebloskan ke penjara sesuai prosedur yang berlaku, tapi seandainya dimaafkan maka boleh dan itu lebih baik, selain dijebloskan ke penjara boleh diberikan hukuman efek jera lainnya Sesuai kebijakan pemerintah negara (hakim) atau pemerintah setempat. Ini mengesampingkan bila yang berhutang ayah atau ibu hingga keatas tidak boleh dijebloskan ke penjara, berbeda menurut sebagian pendapat.

NB:

Mengetahui dirinya mampu membayar hutang bisa dengan bukti kongkrit atau disertasi sumpah.

• Apabila penghutang kondisinya memang betul-betul Dalam keadaan kemelaratan dan itu bisa diketahui dengan bukti kongkrit atau juga dengan sumpah hingga ia belum bisa membayar hutang maka tidak boleh dijebloskan ke penjara tidak pula ditagih terusan tapi diberi hak masa tunggu sampai benar-benar dia mampu membayar hutang-hutangnya, dalam kondisi demikian tidak boleh ditagih apalagi dijebloskan ke penjara, bahkan bila dilakukan haram dan termasuk dosa besar.

Dasar Pengambilan Hukum :

و منها عدم انظار المدين المعسر بقضاء ما عليه مع علم دائنه باعساره بأن يلازمه أو يحبسه. قال في الزواجر وهو حينئذ من الكبائر.
“Sebagian yang termasuk bagiannya tidak menunggu (menagih) orang yang berhutang membayar hutang beserta ia dalam keadaan pailit dengan dijebloskan ke penjara. Dalam kitab Az Zawaajir (Syeikh Ibnu Hajar Al Haitami) berkata: "Memenjarakan orang yang berhutang ketika itu termasuk dosa besar”
[Is'aad Ar Rofiiq II/132]

وَجَاءَ فِي الْحَدِيثِ الْآخَرِ فِي غَيْرِ مُسْلِمٍ لَيُّ الْوَاجِدِ يُحِلُّ عِرْضَهُ وَعُقُوبَتَهُ اللَّيُّ بِفَتْحِ اللَّامِ وَتَشْدِيدِ الْيَاءِ وَهُوَ الْمَطْلُ وَالْوَاجِدُ بِالْجِيمِ الْمُوسِرُ قَالَ الْعُلَمَاءُ يُحِلُّ عِرْضَهُ بِأَنْ يَقُولَ ظَلَمَنِي وَمَطَلَنِي وَعُقُوبَتُهُ الْحَبْسُ وَالتَّعْزِيرُ
“Telah datang hadits selain riwayat imam Muslim: Penundaan hutang oleh seorang yang mampu membayar hutang menghalalkan kehormatan (harga diri) dan pemberian hukuman padanya. 

Lafadz اللَّيُّ dengan fathah Huruf Lam dan Tasydid huruf Ya' adalah Penundaan, sedangkan lafadz الْوَاجِدُ dengan huruf Jim adalah orang yang mampu (berkecukupan/lapang). 

Para Ulama mengatakan "Halal kehormatannya" seperti bilang kepadanya "Aku di zholimi dan aku ditunda" (umumnya ungkapan kejelekan). Sedangkan "Hukumannya " adalah dipenjarakan dan di Ta'dzir.
[Syarh an Nawawi Ala Muslim X/227]

ولقاض إكراه ممتنع من الاداء بالحبس وغيره من أنواع التعزير.

Bagi hakim berhak memaksa orang yang enggan membayar kewajibannya dengan cara ditahan (dijebloskan ke penjara) atau lainnya dari macam-macam Ta'dzir 

ويحبس مدين مكلف عهد له المال لا أصل وإن علا من جهة أب أو أم بدين فرعه، خلافا للحاوي، كالغزالي، وإذا ثبت إعسار مدين: لم يجز حبسه، ولا ملازمته - بل يمهل حتى يوسر.

Penghutang (orang yang berhutang) yang mukallaf yang diketahui mempunyai harta boleh dipenjarakan, tidak boleh dipenjarakan bila yang berhutang ayah/ibu keatas dari jalur ayah hingga keatas lantaran berhutang pada anak turunannya , lain halnya pendapat dalam kitab Al Haawi seperti Imam Ghazali. Bila jelas sudah kemelaratan penghutang maka ia tidak boleh dipenjarakan atau ditagih terusan tapi diundur sampai ia mampu.
[Fathul Mu'in Halaman 350]

قوله: لا أصل الخ) أي لا يحبس أصل بدين فرعه، لأنه عقوبة، ولا يعاقب الوالد بالولد، ولا فرق بين دين النفقة وغيرها 

Jalur ayah/ibu hingga keatas tidak boleh dijebloskan ke penjara lantaran berhutang kepada anak-anaknya karena hukuman, sedangkan orang tua tidak dihukum dengan anaknya dan tidak ada bedanya hutang tersebut berupa nafkah dan selainnya

قوله: خلافا للحاوي كالغزالي) أي خلافا لما جرى عليه في الحاوي الصغير، تبعا للغزالي من حبسه، لئلا يمتنع من الأداء فيعجز الابن عن الاستيفاء منه، ورد بمنع العجز عن الاستيفاء لأنه مبني ثبت للوالد مال: أخذه القاضي قهرا وصرفه إلى دينه 

Berbeda halnya menurut pendapat dalam kitab Al Haawi as Shoghir mengikuti Imam Ghazali tetap bisa dijebloskan ke penjara sebab piutang pihak keluarga karena menolak membayar hutang.....

قوله: وإذا ثبت إعسار مدين) أي بالبينة إن عهد له مال، أو باليمين إن لم يعهد له مال، كما تقدم، وقوله لم يجز حبسه: أي لقوله تعالى: * (وإن كان ذو عسرة فنظرة إلى ميسرة) * (1) (وقوله: ولا ملازمته) أي دوام مطالبته (قوله: بل يمهل) أي ولا يحبس، ولا يطالب، بل تحرم مطالبته 

Apabila penghutang jelas² dalam kemelaratan diketahui dengan bukti kongkrit tidak punya harta atau dengan sumpah ia tidak punya harta tidak boleh dijebloskan ke penjara berdasarkan firman Allah (lihat surat Al Baqarah ayat 280, yang dikutip sebelumnya). Tidak pula dengan cara ditagih terusan tetapi diundur. Maksudnya tidak dijebloskan ke penjara dan tidak pula ditagih bahkan haram menagihnya
[I'aanah at Thoolibiin III/79, Al Maktabah as Syamilah]


وَإِذَا ثَبَتَ إعْسَارُهُ) عِنْدَ الْحَاكِمِ (لَمْ يَجُزْ حَبْسُهُ وَلَا مُلَازَمَتُهُ بَلْ يُمْهَلُ حَتَّى يُوسِرَ) لِقَوْلِهِ تَعَالَى {وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ} [البقرة: 280] الْآيَةَ، وَأَفْهَمَ كَلَامُهُ أَنَّ الْمَدْيُونَ يُحْبَسُ إلَى ثُبُوتِ إعْسَارِهِ وَإِنْ لَمْ يُحْجَرْ عَلَيْهِ بِالْفَلَسِ لِخَبَرِ «لَيُّ الْوَاجِدِ يُحِلُّ عِرْضَهُ وَعُقُوبَتَهُ» أَيْ مَطْلُ الْقَادِرِ يُحِلُّ ذَمَّهُ بِنَحْوِ يَا ظَالِمُ يَا مُمَاطِلُ وَتَعْزِيرَهُ وَحَبْسَهُ.
Orang yang masih pailit (Belum punya uang) tidak boleh dijebloskan ke penjara tapi ditunggu sampai benar-benar ia punya modal untuk bayar hutang, hal ini berdasarkan firman Allah: "Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui."
(QS. Al-Baqarah: Ayat 280). Dan bila sudah jelas orang yang berhutang pada taraf mampu membayar hutang tapi tidak dibayar maka boleh dijebloskan ke penjara berdasarkan hadits: "Penundaan hutang oleh seorang yang mampu membayar hutang menghalalkan kehormatan (harga diri) dan pemberian hukuman padanya". Artinya penundaan orang yang mampu membayar dihalalkan mencelanya semacam mengatakan: 'Hai Zholim, hai orang yang menunda, ia dihukum dan dipenjarakan.
[Nihaayah Al Muhtaaj III/333]

وإن امتنع من عليه الدين من القضاء وكتم ماله عزره الحاكم وحبسه إلى أن يظهر ماله، وَالدَّلِيلُ عَلَيْهِ قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " لئ الواجد ظلم يحل عرضه وعقوبته " رواه الشيخان وأبو داود والنسائي والبيهقي والحاكم وابن حبان وصححه عن عمرو بن الشريد عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
قَالَ وكيع: عرضه شكايته، وعقوبته حبسه.
(قلت) لم يرد أن يقذفه أو يطعن في نسبه، إنما يوصف بالظلم والعدوان.
[Al Majmuu' Syarh al Muhadzdzab XIII/272]

Wallahu A'lamu Bis Showaab

PERUMUS:
Ismidar Abdurrahman As-Sanusi

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama