Pertanyaan:
Assalamualaikum,ustadz mau tanya bagaimana hukumnya jika suami istri ,tidurnya tidak seranjang,padahal baik2 saja,maaf sebelumnya,kita barengnya saat hubungan suami istri aja habis itu udah tidur lagi pisah,gimana itu ustadz hukumnya,kadang kita merasa seperti sabun aja,dipakai saat mandi aja.
[Iman Siregar]
Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Tidak ada kewajiban tidur seranjang Antara suami istri berbeda dengan anggapan sebagian adat, hanya saja tidur seranjang itu merupakan bentuk anjuran terlebih saat ada hasrat untuk "MELAKUKANNYA". Bila tidak demikian tidak masalah tidur terpisah ranjang. Hanya sebagian masyarakat menganggap kalau suami istri tidak tidur seranjang kata mereka suami istri gak perhatian atau saling cuek, padahal tidak demikian, asal sama² Ridha dan tidak menyimpan masalah tidak jadi masalah. Tetapi tidur seranjang meskipun tidak kepengen bentuk perbuatan paling baik.
قَالَ فِي الْجَوَاهِرِ وَأَنْ يَنَامَا فِي فِرَاشٍ وَاحِدٍ حَيْثُ لَا عُذْرَ فِي الِانْفِرَادِ سِيَّمَا إنْ حَرَصْت عَلَى ذَلِكَ.
Berkata (al-Qomuuly) dalam al-Jawaahir “Yang lebih baik hendaknya keduanya tidur dalam satu ranjang terlebih bila terlihat keinginan hasratnya ‘untuk melakukannya’ terkecuali bila salah satu dari keduanya punya udzur untuk tidur sendirian”.
[Tuhfah al Muhtaaj VII/441]
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَنَامَ مَعَ كُلِّ وَاحِدَةٍ فِي فِرَاشٍ وَاحِدٍ حَيْثُ لَا عُذْرَ بِرْمَاوِيٌّ
“Dianjurkan agar Setiap (suami istri) tidur pada satu ranjang ketika tidak ada udzur”
[Hasyiyah Bujairomi ala Syarh al Manhaj III/435]
وَأَمَّا تَعْدِيدُ الْفِرَاشِ لِلزَّوْجِ وَالزَّوْجَةِ فَلَا بَأْسَ بِهِ لِأَنَّهُ قَدْ يَحْتَاجُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا إِلَى فِرَاشٍ عِنْدَ الْمَرَضِ وَنَحْوِهِ وَغَيْرِ ذلك واستدل بعضهم بهذا على أنه لايلزمه النَّوْمُ مَعَ امْرَأَتِهِ وَأَنَّ لَهُ الِانْفِرَادَ عَنْهَا بِفِرَاشٍ وَالِاسْتِدْلَالُ بِهِ فِي هَذَا ضَعِيفٌ لِأَنَّ الْمُرَادَ بِهَذَا وَقْتُ الْحَاجَةِ كَالْمَرَضِ وَغَيْرِهِ كَمَا ذَكَرْنَا وَإِنْ كَانَ النَّوْمُ مَعَ الزَّوْجَةِ لَيْسَ وَاجِبًا لَكِنَّهُ بِدَلِيلٍ آخَرَ وَالصَّوَابُ فِي النَّوْمِ مَعَ الزَّوْجَةِ أَنَّهُ إِذَا لَمْ يَكُنْ لِوَاحِدٍ مِنْهُمَا عُذْرٌ فِي الِانْفِرَادِ فَاجْتِمَاعُهُمَا فِي فِرَاشٍ وَاحِدٍ أَفْضَلُ وَهُوَ ظَاهِرُ فِعْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِي وَاظَبَ عَلَيْهِ مَعَ مُوَاظَبَتِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى قِيَامِ اللَّيْلِ فَيَنَامُ مَعَهَا فَإِذَا أَرَادَ الْقِيَامَ لوظيفته قام وتركها فيجمع بين وظيفته وقضاءحقها المندوب وعشرتها بالمعروف لاسيما إِنْ عَرَفَ مِنْ حَالِهَا حِرْصَهَا عَلَى هَذَا ثُمَّ إِنَّهُ لَا يَلْزَمُ مِنَ النَّوْمِ مَعَهَا الْجِمَاعُ وَاللَّهُ أَعْلَمُ
“Adapun berbilang ranjang (tempat tidur) bagi suami istri tidak masalah karena dibutuhkan antara salah seorang suami istri saat sakit semisalnya dan lain sebagainya, atas dasar ini sebagian Ulama beralasan dengan ini (berbilangnya ranjang bagi suami istri) bahwa tidak ada keharusan (kewajiban) suami tidur bersama istrinya dan baginya bebas tidur sendirian pada suatu ranjang; beralasan dengan ini adalah dho'if karena yang dimaksud dengan ini Merupakan waktu hajat seperti sakit dan lain sebagainya sebagaimana kami tuturkan meskipun tidur bersama istri tidak wajib tetapi dengan dalil dalil. Pendapat yang benar tidur bersama istri bila tidak ada udzur salah seorang diantara keduanya untuk Tidur sendiri maka mereka tidur bersama lebih afdhol pada satu ranjang dan itulah dzohir perbuatan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam yang beliau tekuni serta beliau tekuni bangun Qiyamullail makanya beliau tidur bersama istrinya dan ketika beliau bangun malam beliau tinggalkan istrinya karenanya berkumpullah antara ketekunan Beliau (kebiasaan yang terus menerus), menetapkan hak istri yang sunah dan bergaul dengan baik dengannya terutama sekali bila terlihat kehendak untuk 'melakukannya', kemudian tidak ada keharusan suami tidur bersama istrinya”
[Syarh an Nawawi Ala Muslim XIV/60]
Wallahu A'lamu Bis Showaab
(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)
Link Diskusi: