1504. HUKUM UANG UNTUK DIPILIH SEBAGAI GUBERNUR ATAU PEJABAT


Pertanyaan:
ust bertanya,,ada orng minta sholah hjat agar beliau di pilih agar jdi gubernur...apa hukum uang tersebut
[Muhammad doni]

Assalamualaikum izin bertanya Yi  

Musim pemilihan" kek gini biasanya ada beberapa dari calon kepala desa (misal), itu kek mensuap (kasi uang) ke masyarakat setempat agar memilih si dia. 

Nah, bagaimana hukum menerima ung tsb nggih? Dan jika terlanjur menerimanya apakah harus kita memilih dia?
[أحمد دحلان السنوسي]

Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Hukum memberikan uang agar dipilih semacam jadi gubernur mubah (boleh) sedangkan hukum menerimanya haram. Adapun hukum memilih dia lantaran uang yang diberikan hukumnya sama dengan menerima uang Yaitu haram dan berdosa dan amaliyah fasid (rusak). Sebaiknya kalau sudah menerima uang tersebut uangnya dikembalikan kalau tidak uang tersebut haram, dan memilih dia lantaran uang tersebut juga haram, tapi kalau memilihnya bukan karena uang tapi dengan Ikhlas dari hati maka memilihnya tidak haram, dan seharusnya pilih yang lain apalagi memilih karena disebabkan uang yang diberikan, BERDOSA pelakunya tersebut lantaran sama halnya menjual hak suaranya.

(فإن تعين على شخص) بأن لم يتعدد الصالح له في الناحية (لزمه) قبوله إن وله الإمام ابتداء ولزمه (طلبه) إن لم يوله الإمام ابتداء, ولو على عدم الإجابة, ولو ببذل مال كثير وإن حرم اخذه منه. فالإعطاء جائز والأخذ حرام
“(Jika kedudukan qadhi hanya mampu disandang orang tertentu) ketika tidak banyak dijumpai orang shalih di daerah itu (maka wajib baginya) untuk menerima ketika imam melantiknya serta wajib baginya (untuk menuntut jabatan itu) ketika imam tidak menunjuknya, meski tuntutannya akan berujung pada penolakan, walau harus dicapai dengan memberikan banyak harta, meski nantinya harta itu haram diambil oleh orang lain. Hukum memberikannya mubah dan hukum mengambilnya haram.”
[Tausyieh Ala Ibn Qosim Halaman 279]

وَالْأَصْلُ فِي مُبَايَعَةِ الْإِمَامِ أَنْ يُبَايِعَهُ عَلَى أَنْ يَعْمَلَ بِالْحَقِّ وَيُقِيمَ الْحُدُودَ وَيَأْمُرَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ فَمَنْ جَعَلَ مُبَايَعَتَهُ لِمَالٍ يُعْطَاهُ دُونَ مُلَاحَظَةِ الْمَقْصُودِ فِي الْأَصْلِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا وَدَخَلَ فِي الْوَعِيدِ الْمَذْكُورِ وَحَاقَ بِهِ إِنْ لَمْ يَتَجَاوَزِ اللَّهُ عَنْهُ وَفِيهِ أَنَّ كُلَّ عَمَلٍ لَا يُقْصَدُ بِهِ وَجْهُ اللَّهِ وَأُرِيدَ بِهِ عَرَضُ الدُّنْيَا فَهُوَ فَاسِدٌ وَصَاحبه آثم وَالله الْمُوفق
“Prinsip asal dalam prosesi baiat imam adalah membaiat karena dia dinilai mampu bertindak secara benar, menegakkan hukum, dan menjalankan amar ma'ruf nahi munkar. Sehingga barang siapa yang membaiat karena harta yang diberikannya tanpa memperdulikan tujuan dalam prinsip asal maka dia sungguh merugi, masuk dalam ancaman hadits tersebut, serta akan celaka bila Allah tidak mengampuninya. Hadits itu juga menunjukkan bahwa setiap amaliyah yang tidak bertujuan mencari ridha Allah tetapi untuk mencari kesenangan dunia, maka amal itu dianggap fasid dan pelakunya berdosa. Hanya Allah Maha Pemberi Taufiq”
[Fath Al Baari Li Ibn Hajar XIII/203]

Wallahu A'lamu Bis Showaab

(Dijawab oleh Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama