1546. HUKUM MAKAN IKAN TANPA MEMBUANG KOTORANNYA

sumber gambar: BangkitMedia

Pertanyaan:
Bagaimana hukum ikan pindang yg lumrah di masyarakat di olah di sayur tanpa membuang kotorannya
[kabeurangan]

Jawaban:
Memakan ikan yang tergolong kecil tanpa membuang kotoran yang berada pada perutnya diperbolehkan dan Mayoritas Ulama menyatakan suci kotorannya meskipun pendapat yang Ashoh menyatakan Najis karenanya dima'fu. Adapun ikan yang tergolong besar tidak boleh memakannya sebelum dibersihkan dan dikeluarkan isi perutnya menurut Mayoritas Ulama karena ketiadaan sulit melakukannya, berbeda dengan ikan kecil karena Sulit dilakukan bahkan menyebabkan daging tersebut jadi najis sebab bercampur dengan kotorannya, meskipun menurut Imam Romli membolehkan memakan ikan yang tergolong besar juga karena memandang ikan tidak ada darahnya.

Oleh karena itu, memakan ikan baiknya bersihkan dulu dan buang kotorannya baik ikan kecil atau besar demi menghindari khilaf Ulama, meskipun pendapat kebanyakan Ulama membolehkan memakan ikan yang tergolong kecil tanpa membuang kotorannya, sedangkan ikan yang tergolong besar kebanyakan Ulama tidak membolehkan, meskipun sebagian pendapat membolehkan seperti pendapat Imam Romli. Demi keluar dari khilaf baiknya dibersihkan dulu kotorannya. Adapun batasan ikan tergolong kecil atau besar dikembalikan kepada penilaian kebanyakan orang, maksudnya, bila kebanyakan orang menilai ikan itu tergolong besar maka terhitung besar dan tidak sebaliknya.

ونقل في الجواهر عن الاصحاب: لا يجوز أكل سمك ملح ولم ينزع ما في جوفه، أي من المستقذرات.
وظاهره: لا فرق بين كبيره وصغيره.
لكن ذكر الشيخان جواز أكل الصغير مع ما في جوفه لعسر تنقية ما فيه.
(قوله: لا يجوز أكل إلخ) مفعول نقل، أي: نقل هذا اللفظ.
وقوله: أي من المستقذرات بيان لما.
(قوله: وظاهره) أي ظاهر ما نقله في الجواهر.
وقوله: لا فرق أي في عدم الجواز.
وقوله: بين كبيره أي السمك.
(قوله: لكن ذكر الشيخان جواز أكل الصغير إلخ) وألحق في الروضة الجراد بذلك.
وقوله: مع ما في جوفه قال البجيرمي: وإن كان الأصح نجاسته.
“(Al Qomuliy) dalam kitab Al Jawaahir telah mengutip dari Ashab (Ulama Syafi'iyah) bahwa tidak boleh memakan ikan asin dan belum membersihkan sesuatu yang berada pada perutnya, maksudnya sebab dianggap kotor. Dzohir kutipan tersebut menunjukkan tidak ada bedanya antara ikan yang tergolong besar dan kecil, hanya saja dua Guru (Imam Nawawi dan Rofi'i) membolehkan memakan ikan yang tergolong kecil beserta apa yang berada pada perutnya sebab Sulit membersihkan kotoran tersebut.

(Keterangan Pengarang "Tidak boleh memakan,dst") Merupakan Maf'ul Naqqal artinya menuqil lafadz ini. Dan keterangannya "Maksudnya sebab kotor" menerangkan sebab.
(Keterangan Pengarang "Dzohirnya") artinya Dzohir apa yang Dinuqil dalam kitab Al Jawaahir. Dan keterangannya "Antara besarnya" artinya ikan.
(Keterangan Pengarang "Namun dua Guru membolehkan memakan ikan yang tergolong kecil,dst") dalam kitab Roudhoh menyamakan belalang Juga. Dan keterangannya "Beserta sesuatu yang berada pada perutnya" Al Bujairomi berkata, Meskipun pendapat yang Ashoh menyatakan kenajisannya”
[I'aanah at Thoolibiin I/90-91, Cet. Nurul Ilmi Surabaya]

وقد اتفق ابن حجر وزياد و م ر وغيرهم على طهارة ما في جوف السمك الصغير من الدم والروث وجواز أكله معه وإنّه لا ينجس به الدهن بل جرى عليه م ر الكبير ايضا لأن لنا قولا قويا أن السمك لادم له
“Ibnu Hajar, Ziyaad, Al Jamal Ar Romli dan selainnya sepakat akan kesucian sesuatu yang berada pada perut ikan yang kecil dari semacam darah dan kotoran dan boleh memakannya besertanya dan tidak menyebabkan Najis minyak karenanya bahkan Al Jamal Ar Romli memasukkan ikan yang tergolong besar juga, karena Bagi kita ada pendapat yang dinilai kuat bahwa ikan tidak mempunyai darah”
[Bughyah al Mustarsyidiin Halaman 15, Cet. Al Haromain]

(مسألة): روث السمك نجس، ويجوز أكل صغاره قبل شقّ جوفه، ويعفى عن روث تعسر تنقيته وإخراجه، لكن يكره كما في الروضة، ويؤخذ منه أنه لا يجوز أكل كباره قبل إخراج روثه لعدم المشقة في ذلك
“(Masalah) Kotoran ikan adalah Najis, boleh memakan yang kecil sebelum membelah isi perutnya dan dima'fu dari kotoran sulit dibersihkan dan mengeluarkannya. Namun, makruh sebagaimana keterangan dalam kitab Roudhoh. Dari keterangan tersebut menunjukkan tidak boleh memakan ikan besar sebelum mengeluarkan kotorannya karena ketiadaan kesulitan mengenainya”
[Ghooyah Talkhiish al Muraad Min Fatawa Ibn Ziyad Hamisy Bughyah Halaman 254, Cet. Al Haromain]

وأما حكم الروث فيعفى عنه في السمك الصغير دون الكبير فلا يجوز أكله إذا لم ينزع ما في جوفه لامتزاج لحمه بفضلاته التي في باطنه بواسطة الملح.
“Adapun hukum kotoran maka dima'fu pada ikan yang tergolong kecil tidak ikan yang tergolong besar, karenanya tidak boleh memakannya bila tidak dibersihkan sesuatu yang berada pada perutnya karena bercampur dagingnya dengan kotoran yang berada pada batinnya (bagian dalam) melalui garam”
[Nihaayah az Zain Halaman 43, Cet. Pustaka As Salam Surabaya]

Wallahu A'lamu Bis Showaab

(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)

Link Diskusi:


Komentari

Lebih baru Lebih lama