Sumber gambar: tvOnenews.com
Pertanyaan:
bolehkah ketika kita sholat tpi lidah kita masi ada rasa pedas 😁
[>>>>]
Jawaban:
Rasa pedas yang terasa ketika shalat disebabkan memakan makanan yang pedas seperti mie Ayam Geprek maka bila hanya tinggal rasanya saja dan tidak ada bendanya seperti tidak ada cabenya yang melekat pada lidah, gigi dan sebagainya tidak masalah, namun bila ada bendanya maka membatalkan shalat. Batal shalatnya itu jikalau ditelan kalau tidak ditelan walaupun bersamaan ludah maka tidak masalah. Sebaiknya ketika memakan sesuatu yang menimbulkan rasa aduhai gosok Gigi dulu, dan kalau sudah yakin bendanya Sudah tidak ada dan meskipun masih ada rasa semacam pedas, masam dan sebagainya maka tidak masalah.
أَمَّا مُجَرَّدُ الطَّعْمِ الْبَاقِي مِنْ أَثَرِ الطَّعَامِ فَلا أَثَرَ لَهُ لانْتِفَاءِ وُصُولِ الْعَيْنِ إلَى جَوْفِهِ وَلَيْسَ مِثْلُ ذَلِكَ الأَثَرُ الْبَاقِي بَعْدَ الْقَهْوَةِ مِمَّا يُغَيِّرُ لَوْنَهُ أَوْ طَعْمَهُ فَيَضُرُّ ابْتِلَاعُهُ لأَنَّ تَغَيُّرَ لَوْنِهِ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ بِهِ عَيْنًا وَيُحْتَمَلُ أَنْ يُقَالَ بِعَدَمِ الضَّرَرِ لأَنَّ مُجَرَّدَ اللَّوْنِ يَجُوزُ أَنْ يَكُونَ اكْتَسَبَهُ الرِّيقُ مِنْ مُجَاوَرَتِهِ لِلأَسْوَدِ مَثَلا وَهَذَا هُوَ الأَقْرَبُ أُخِذَ مِمَّا قَالُوهُ فِي طَهَارَةِ الْمَاءِ إذَا تَغَيَّرَ بِمُجَاوِرٍ اهـ
“Rasa yang tersisa dari bekas makanan tidak membatalkan shalat, sebab tidak adanya zat kebendaan (‘ain) pada organ dalam seseorang yang sedang shalat. Dan tidak sama dengan hal tersebut yaitu bekas yang tersisa setelah meminum kopi berupa sesuatu yang dapat mengubah warna air liur atau mengubah rasa dari air liur, maka menelan air liur ini dapat membahayakan shalat (membatalkan shalat) , sebab perubahan warna air liur menunjukkan bahwa di dalamnya terdapat zat kebendaan.
Dan masalah ini juga bisa saja dikatakan tidak membahayakan shalat, sebab berubahnya warna bisa saja disebabkan karena upaya air liur yang bersanding dengan warna hitam yang ada di dalam kopi misalnya. Pendapat demikian justru yang mendekati kebenaran, berdasarkan keterangan yang disebutkan oleh para ulama’ tentang sucinya air ketika berubah disebabkan hal yang menyandinginya.”
[Hasyiyah Al Jamal Ala Syarh al Manhaj I/435]
Wallahu A'lamu Bis Showaab
(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)
Link Diskusi: