Foto: YouTube
Pertanyaan:
Assalamu'alaukum..maaf yai mau tanya..apakah orang yg lagi haid boleh ikut acara tahlilan..karna di dlm tahlil ada bacaan ayat2 Al Qur'an nya?
[Embun Kinara Asyafa]
Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Kalau kita telaah memang ada keterangan wanita haid dan umumnya orang yang berhadats boleh membaca tahlil seperti berikut:
وأجمع المسلمون على جواز التهليل والتسبيح والتحميد والتكبير والصلاة على رسول الله صلى الله عليه وسلّم وغير ذلك من الأذكار للجنب والحائض
“Kaum muslimin (Ulama) telah sepakat akan kebolehan tahlilan, Tasbih, Tahmid, sholawat kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam dan lain sebagainya dari aneka dzikir-dzikir bagi orang junub dan perempuan Haid”
[Kaasyifah as Sajaa Fii Syarh Safiinah an Najaa Halaman 34, Cet. Al Haramain]
Keterangan tersebut membolehkan orang Junub dan perempuan haid membaca tahlil adalah ungkapan tahlil yaitu : لا اله الا الله. Yang berupa dzikir-dzikir bukan ikut tahlilan sebagaimana berlaku, karena didalam praktek tahlilan untuk mayit ada banyak membaca ayat suci Al Quran, inilah yang ditanyakan saudara penanya.
Untuk menanggapi masalah tersebut maka karena membaca ayat-ayat Al Qur'an yang merupakan tujuan dari tahlilan untuk mengirimkan pahala kepada mayit maka diperbolehkan orang yang punya Hadats (selain hadats kecil) membacanya dengan syarat ketika membacanya tidak bermaksud untuk membaca Alquran, juga tidak bermaksud membaca Al Qur'an dan lainnya seperti dzikir tapi niatkan apa yang menjadi tujuan pembaca yaitu kalau tahlilan untuk mengirimkan pahala kepada mayit, atau kalau tidak ada niat apa-apa ketika itu maka juga tidak haram karena adanya Sharif (sesuatu yang mengalihkan) dari Al Qur'an, berbeda kalau tidak ada Sharif maka baik berniat apapun tetap dinilai membaca Al Qur'an yang haram hukumnya. Yang dimaksud Sharif disini tujuan yang mengalihkan dari bacaan Al Qur'an. Umpamanya wanita haid tiba-tiba membaca ayat Alquran tanpa ada maksud lain maka yang dinilai disitu membaca Al Qur'an karena tiada maksud lain. Berbeda kalau ada maksud lain maka ada Sharif yang membedakan dari Al Qur'an.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa orang yang sedang menanggung hadats selain Hadats kecil (karena orang yang hadats kecil tidak ada larangan membaca Al Qur'an) boleh ikut acara tahlilan dan walaupun membaca ayat Al Qur'an ketika itu asal ia tidak bermaksud membaca Al Qur'an dan niat membaca Al Qur'an dan lainnya, tapi niatkan ketika membaca sesuai tujuannya yakni ikut tahlilan untuk mengirimkan pahala kepada mayit, tetapi bila sebaliknya diharamkan.
والحاصل أنه إن قصد القرآن وحده أو قصده مع غيره كالذكر ونحوه فتحرم فيهما.
وإن قصد الذكر وحده أو الدعاء أو التبرك أو التحفظ أو أطلق فلا تحرم، لأنه عند وجود قرينة لا يكون قرآنا إلا بالقصد.
ولو بما لا يوجد نظمه في غير القرآن، كسورة الإخلاص.
“Kesimpulan: Bila ia bermaksud Al Qur'an saja atau bermaksud Al Qur'an dan lainnya seperti dzikir dan semisalnya maka diharamkan pada dua gambaran tersebut. Adapun bila ia bermaksud dzikir saja, atau berdoa, atau ngalap berkah, atau menghafal atau memutlakkannya (tanpa tujuan) maka tidak diharamkan karena saat ada pembeda tidak termasuk Al Qur'an kecuali dengan tujuan (tertentu) walaupun dengan ayat yang tidak ditemukan susunan kalimatnya selain Al Qur'an seperti surat Al ikhlas”
[Hasyiyah I'aanah at Thoolibiin I/69, Cet. Nurul Ilmi Surabaya]
والسادس القصد للقراءة وحدها أو مع الذكر أو القصد لواحد لا بعينه فإن قرأ آية للاحتجاج بها حرم وإن قصد الذكر أو أطلق كأن جرى القرآن على لسانه من غير قصد لواحد منهما فلا يحرم فإنه لا يسمى قرآنا عند الصارف إلا بالقصد وأما عند عدم الصارف فيسمى قرآنا ولو بلا قصد
“(Syarat keharaman membaca Al Qur'an bagi orang Junub seperti juga wanita haid) yang keenam: Orang junub membaca al-Quran dengan bermaksud qiroah (membaca) saja, atau bermaksud qiroah dan dzikir, atau bermaksud salah satu dari qiroah atau dzikir tetapi tidak ditentukan manakah yang sebenarnya ia maksud. Apabila ia membaca satu ayat al-Quran dengan bermaksud ihtijaj atau mengambil dalil maka diharamkan. Apabila orang junub membaca al-Quran dengan bermaksud dzikir saja atau ia memutlakkan, artinya, ia membaca alQuran dengan menggerak-gerakkan lisan tanpa memaksudkan salah satu dari qiroah atau dzikir, maka tidak diharamkan karena demikian itu tidak disebut sebagai quran (membaca) karena adanya sharif (perkara yang mengalihkan) kecuali dengan disertai maksud tertentu. Sebaliknya, apabila tidak ada sharif maka bisa disebut dengan quran meskipun tanpa disertai maksud tertentu”.
[Kaasyifah as Sajaa Fii Syarh Safiinah an Najaa Halaman 33, Cet. Al Haramain]
وللحرمة شُرُوط سِتَّة أَن يكون بِقصد الْقُرْآن وَحده أَو مَعَ الذّكر أَو بِقصد وَاحِد لَا بِعَيْنِه بِخِلَاف مَا إِذا قصد الذّكر وَحده أَو أطلق فَلَا حُرْمَة وَلَا فرق فِي ذَلِك بَين مَا يُوجد نظمه فِي غير الْقُرْآن وَمَا لَا يُوجد نظمه إِلَّا فِيهِ
“Keharaman orang Junub membaca Al Qur'an ada tujuh syarat:
• Bertujuan Al Qur'an saja atau beserta dzikir atau bermaksud satu tapi tidak menentukan mana yang ia maksud, berbeda halnya seandainya ia bermaksud dzikir saja atau memutlakkannya maka tidak diharamkan. Tidak ada perbedaan mengenai rincian tersebut antara ayat yang ditemukan susunan kalimatnya selain Al Qur'an dan ayat yang tidak ditemukan susunan kalimatnya selain Al Qur'an”
[Nihaayah Az Zain Halaman 36, Cet. Pustaka As Salaam Surabaya]
ومحل الحرمة ان قصدت القراءة ولو مع غيرها فان قصدت الذكر أو أطلقت لم يحرم لانه لا يسمى قرآنا عند الصارف لكونها حائضة الا بالقصد وأما عند عدم الصارف فيسمى قرآنا ولو بلا قصد ولا فرق في التفصيل المذكور بين ما يوجد نظمه في غير القرآن كقوله عند الركوب سبحان الذي سخر لنا هذا وما كنا له مقرنين أي مطيقين وعند المصيبة انا لله وانا اليه راجعون وما لا يوجد نظمه الا فيه كآية الكرسي وسورة الاخلاص وان قال الوركشي لا شك في تحريم ما لا يوجد نظمه الا في القرآن فاالمعتمد جريان التفصيل في أحكامه ومواعظة وأذكاره وأخباره سواء ما كثر منه اوقل ولو حرفا واحدا لان نطقها بحرف واحد بقصد القرآن شروع في المعصية...
[Hasyiyah Al Bajuri Ala Ibn Qosim I/114, Cet. Nurul Ilmi Surabaya]
Wallahu A'lamu Bis Shawaab
(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As Sanusi)
Link Diskusi: