0424. . TASYABBUH : HUKUM MENGHADIRI HARI NATAL NON MUSLIM YANG MERAYAKAN NATAL

ISMIDAR ABDURRAHMAN AS-SANUSI·12 DESEMBER 2016

PERTANYAAN  
السلم عليكم.. الخ
niki kulo ajeng tanglet..
",bolehkan seorang muslim datang atau mnghadiri hari natal di rmah non muslim..? ada yg mngatakan bleh,ada pla yg tdak bleh.. bisa tlong di jlaskan sejelas jelasnya.."
nku mawon di jwab gehh.
والسلم عليكم ..الخ [Siti Zuwairiyah]

JAWABAN
W’alaikumussalam

Hukum menghadiri atau mengunjungi NATAL non muslim yang merayakan hari NATAL-nya tidak diperbolehkan bagi orang MUSLIM walaupun yang akan ia kunjung adalah saudara atau karib kerabatnya bahkan hukumnya menjadi kufur apabila kedatangannya disertai perasaan senang terhadap mereka, agamanya atau munkarat-munkarat lainnya.

Ketentuan diatas berdasarkan hadits Nabi:

” مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“ Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari mereka “ 

DASAR PENGAMBILAN:

 Abul Qosim, Hibatullah bin Hasan as-Syafii mengatakan,

ولا يجوز للمسلمين أن يحضروا أعيادهم لأنهم على منكر وزور وإذا خالط أهل المعروف أهل المنكر بغير الإنكار عليهم كانوا كالراضين به المؤثرين له فنخشى من نزول سخط الله على جماعتهم فيعم الجميع نعوذ بالله من سخطه

Kaum muslimin tidak boleh menghadiri hari raya mereka, karena mereka berada di atas kemungkaran.
Jika orang baik berada di tempat yang sama dengan orang yang melakukan kemungkaran, tanpa ada pengingkaran kepada mereka, statusnya sebagaimana orang yang ridha terhadap kemungkaran itu, dan akan memberikan dampak kepadanya.
Kami khawatir akan turut murka Allah kepada jamaah itu, sehingga mengenai semuanya.
Kami berlindung kepada Allah dari murkanya.

Dalam kitab Ahkam Ahli Dzimmah dinyatakan, 

وكما أنهم لا يجوز لهم إظهاره فلا يجوز للمسلمين ممالأتهم عليه ولا مساعدتهم ولا الحضور معهم باتفاق أهل العلم الذين هم أهله

”Sebagaimana mereka (orang nasrani) tidak diizikan untuk menampakkan hari rayanya, maka tidak boleh bagi kaum muslimin untuk turut serta bersama mereka dalam perayaan itu, atau membantu mereka, atau menghadiri natalan bersama mereka, dengan sepakat ulama, yang mereka memahami kasus ini.” (Ahkam Ahli Dzimmah, 3/87).

تفسير نووى ج 1 ص 94 | تفسير رازى ج 8 ص 10-11
واعلم أن كون المؤمن موالياً للكافر يحتمل ثلاثة أوجه أحدها : أن يكون راضياً بكفره ويتولاه لأجله ، وهذا ممنوع منه لأن كل من فعل ذلك كان مصوباًله في ذلك الدين ، وتصويب الكفر كفر والرضا بالكفر كفر ، فيستحيل أن يبقى مؤمناً مع كونه بهذه الصفة . وثانيها : المعاشرة الجميلة في الدنيا بحسب الظاهر ، وذلك غير ممنوع منه . والقسم الثالث : وهو كالمتوسط بين القسمين الأولين هو أن موالاة الكفار بمعنى الركون إليهم والمعونة ، والمظاهرة ، والنصرة إما بسبب القرابة ، أو بسبب المحبة مع اعتقاد أن دينه باطل فهذا لايوجب الكفر إلا أنه منهي عنه ، لأن الموالاة بهذا المعنى قد تجره إلى استحسان طريقته والرضا بدينه ، وذلك يخرجه عن الإسلام

“Ketahuilah bahwa orang mukmin menjalin sebuah ikatan dengan orang kafir berkisar pada tiga hal.
Pertama, ia rela atas kekufurannyadan menjalin ikatan karena factor tersebut. Hal ini dilarang karena kerelaan terhadap kekufuran merupakan bentuk kekufuran tersendiri.
Kedua, interaksi social yang baik dalam kehidupan di dunia sebatas dlahirnya saja.
Ketiga, tolong-menolong yang disebabkan jalinan kekerabatan atau karena kesenangan, disertai sebuah keyakinan bahwa agama kekafirannya adalah agama yang tidak benar.
Hal tersebut tidak menjerumuskan seorang mukmin pada kekafiran, tetapi ia tidak diperbolehkan (menjalin ikatan di atas). Sebab jalinan yang semacam ini (nomer 3) terkadang memberi pengaruh untuk memuluskan jalan kekafiran dan kerelaan terhadapnya. Dan factor inilah yang dapat mengeluarkannya dari Islam”. 

Wallahu A’lamu Bis Showaab

Musyawirin:  El-sanja Al'umzak dan  Ismidar Abdurrahman As-Sanusi 

Komentari

Lebih baru Lebih lama