ISMIDAR ABDURRAHMAN AS-SANUSI·30 MARET 2017
PERTANYAAN
> Metriz El-Sacita
29 Maret pukul 23:29
Assaamu'alaikum....
Mw tanya ???
Bagaimana hukum nikah kena terpaksa
...
Bolehkah setelah sah Nkahny meminta cerai...
Krna tdk bsa mencintai suaminya kena dari awalnya terpaksa....
Adakah DalilnyA ???
Trimakasiihh.....
JAWABAN
> Ismidar Abdurrahman As-Sanusi
Wa'alaikumussalam
Dalam menjawab pertanyaan diatas maka saya merinci:
1. Bapak atau kakek diperbolehkan menikahkan secara paksa seorang gadis meskipun tanpa kerelaan sang gadis dengan syarat calon mempelai prianya sederajat atau dalam bahasa fiqh disebut kafaah. Adapun unsur kafaah ini dari sudut pandang fiqh dilihat dari sisi pengetahuan agamanya, keturunan, kemerdekaan (budak atau bukan) dan pekerjaannya. Bila keempat unsur kafaah ini tidak terpenuhi maka harus mendapatkan izin dari gadis tersebut dan wali sang gadis yang lain. Dan sebaiknya seorang wali meneliti terlebih dahulu calon menantunya.
Oleh karena itu, bila sesuai syarat-syarat diatas maka hukum pernikahannya sah meskipun karena terpaksa menikah karena dipaksa orang tua dan sebaliknya bila seorang wali menikahkan putrinya dengan cara paksa dengan lelaki tidak sederajat (sekufu') maka tidak diperkenankan sebelum mendapat izin putrinya.
2. Seorang istri bila sudah merasa tidak cocok dengan suaminya maka dapat mengajukan khulu' (dalam bahasa hukum di Indonesia disebut gugat cerai) dengan ketentuan memberikan iwad (ganti rugi) sesuai yang dikehendaki suami (di Indonesia iwad ditentukan pengadilan dan tidak diberikan pada suami) namun hukumnya sama dengan talak yaitu makruh apalagi bila tidak didasari alasan yang kuat. Sebagai orang yang berharap memiliki keimanan yang sempurna, maka rasa ketidak cocokan itu tidak didasari dari sisi duniawi (kurang tampan atau tidak kaya) tetapi harus didasari dari sudut pandang agama karena pada hakekatnya wanita atau laki-laki yang soleh adalah yang mampu mendekatkan pasangannya kepada Allah.
Oleh karena itu, bila si istri tidak merasa cocok dengan suaminya oleh karena tidak ada perasaan cinta dan hidupnya menderita maka boleh minta cerai.
Referensi:
وَيَجُوزُ لِلأَبِ وَالجَدِّ تَزْوِيْجُ البِكْرِ مِنْ غَيْرِ رِضَاهاَ صَغِيْرَةً كَانَتْ أَوْ كَبِيْرَةً وَلاَ يَجُوزُ لِلْوَالِى أَنْ يُزَوِّجَ المَنْكُوحَةَ مِنْ غَيْرِ كُفْؤٍ إِلاَّ بِرِضَاهَا وَرِضَا سَائِرِ الأَوْلِيَاء وَالكَفَاءَ ةُ فِى الدِّيْنِ وَالنَّسَبِ وَالحُرِّيَّةِ وَالصَنْعَةِ فَأَمَّا الدِّيْنُ فَهُوَ مُعْتَبَرٌ فَالفَاسِقُ لَيْسَ بِكُفْءٍٍ لِلْعَفِيْفَةِ.
Diperbolehkan bagi seorang ayah atau kakek menikahkan seorang gadis tanpa kerelaannya baik sang gadis itu masih kecil maupun sudah besar dan tidak diperkenankan bagi seorang wali menikahkan seorang gadis yang akan menikah dengan orang yang tidak sederajat kecuali dengan kerelaan sang gadis dan seluruh wali. Kesamaan derajat itu dipandang dari sisi agama, keturunan, kemerdekaan dan pekerjaan. Adapun kafaah dari sisi agama adalah yang dijadikan patokan. Maka seorang yang fasiq (sering melakukan dosa kecil atau pernah melakukan dosa besar), adalah tidak sederajat dengan wanita yang terjaga dari perbuatan mungkar
[Al-Muhadzdzab II/39-41]
قَالَ الأَعْمَشْ كُلُّ تَزْوِيْجٍ يَقَعُ عَلَى غَيْرِ نَظْرٍ فَآخِرُهُ هَمٌّ وَغَمٌّ
Syeikh Al-A'masy berkata: "Setiap pernikahan yang dilakukan tanpa meneliti terlebih dahulu maka akhirnya akan menuai kesusahan dan kesedihan".
[Ihyaa' Uluum ad-Diin II/40]
وَكَذَلِكَ قَالَ الشَّافِعِيَّةُ يَجُوزُ الخُلْعُ لِمَا فِيْهِ مِنْ دَفْعِ الضَّرَرِ عَنِ المَرْأَةِ غَالِبًا وَلَكِنَّهُ مَكْرُوهٌ لِمَا فِيْهِ مِنْ قَطْعِ النِّكَاح الذِى هو مَطْلُوبُ الشَّرْعِ لِقَولِهِ صلى الله عليه وسلم : أَبْغَضُ الحَلاَلِ إِلَى اللهِ الطَّلاَقُ
Begitu juga ulama Syafi'iyah berpendapat: Diperbolehkan khuluk karena khuluk dapat menolak bahaya bagi seorang perempuan pada umumnya. Tetapi hukumnya makruh karena didalamnya terdapat pemutusan nikah yang dianjurkan oleh syara'. Hal tersebut berdasarkan sabda Nabi SAW: "Pekerjaan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak".
[Al-Fiqh al-Islaam VII/484]
Wallahu A'lamu Bis Showaab
PERTANYAAN
> Metriz El-Sacita
29 Maret pukul 23:29
Assaamu'alaikum....
Mw tanya ???
Bagaimana hukum nikah kena terpaksa
...
Bolehkah setelah sah Nkahny meminta cerai...
Krna tdk bsa mencintai suaminya kena dari awalnya terpaksa....
Adakah DalilnyA ???
Trimakasiihh.....
JAWABAN
> Ismidar Abdurrahman As-Sanusi
Wa'alaikumussalam
Dalam menjawab pertanyaan diatas maka saya merinci:
1. Bapak atau kakek diperbolehkan menikahkan secara paksa seorang gadis meskipun tanpa kerelaan sang gadis dengan syarat calon mempelai prianya sederajat atau dalam bahasa fiqh disebut kafaah. Adapun unsur kafaah ini dari sudut pandang fiqh dilihat dari sisi pengetahuan agamanya, keturunan, kemerdekaan (budak atau bukan) dan pekerjaannya. Bila keempat unsur kafaah ini tidak terpenuhi maka harus mendapatkan izin dari gadis tersebut dan wali sang gadis yang lain. Dan sebaiknya seorang wali meneliti terlebih dahulu calon menantunya.
Oleh karena itu, bila sesuai syarat-syarat diatas maka hukum pernikahannya sah meskipun karena terpaksa menikah karena dipaksa orang tua dan sebaliknya bila seorang wali menikahkan putrinya dengan cara paksa dengan lelaki tidak sederajat (sekufu') maka tidak diperkenankan sebelum mendapat izin putrinya.
2. Seorang istri bila sudah merasa tidak cocok dengan suaminya maka dapat mengajukan khulu' (dalam bahasa hukum di Indonesia disebut gugat cerai) dengan ketentuan memberikan iwad (ganti rugi) sesuai yang dikehendaki suami (di Indonesia iwad ditentukan pengadilan dan tidak diberikan pada suami) namun hukumnya sama dengan talak yaitu makruh apalagi bila tidak didasari alasan yang kuat. Sebagai orang yang berharap memiliki keimanan yang sempurna, maka rasa ketidak cocokan itu tidak didasari dari sisi duniawi (kurang tampan atau tidak kaya) tetapi harus didasari dari sudut pandang agama karena pada hakekatnya wanita atau laki-laki yang soleh adalah yang mampu mendekatkan pasangannya kepada Allah.
Oleh karena itu, bila si istri tidak merasa cocok dengan suaminya oleh karena tidak ada perasaan cinta dan hidupnya menderita maka boleh minta cerai.
Referensi:
وَيَجُوزُ لِلأَبِ وَالجَدِّ تَزْوِيْجُ البِكْرِ مِنْ غَيْرِ رِضَاهاَ صَغِيْرَةً كَانَتْ أَوْ كَبِيْرَةً وَلاَ يَجُوزُ لِلْوَالِى أَنْ يُزَوِّجَ المَنْكُوحَةَ مِنْ غَيْرِ كُفْؤٍ إِلاَّ بِرِضَاهَا وَرِضَا سَائِرِ الأَوْلِيَاء وَالكَفَاءَ ةُ فِى الدِّيْنِ وَالنَّسَبِ وَالحُرِّيَّةِ وَالصَنْعَةِ فَأَمَّا الدِّيْنُ فَهُوَ مُعْتَبَرٌ فَالفَاسِقُ لَيْسَ بِكُفْءٍٍ لِلْعَفِيْفَةِ.
Diperbolehkan bagi seorang ayah atau kakek menikahkan seorang gadis tanpa kerelaannya baik sang gadis itu masih kecil maupun sudah besar dan tidak diperkenankan bagi seorang wali menikahkan seorang gadis yang akan menikah dengan orang yang tidak sederajat kecuali dengan kerelaan sang gadis dan seluruh wali. Kesamaan derajat itu dipandang dari sisi agama, keturunan, kemerdekaan dan pekerjaan. Adapun kafaah dari sisi agama adalah yang dijadikan patokan. Maka seorang yang fasiq (sering melakukan dosa kecil atau pernah melakukan dosa besar), adalah tidak sederajat dengan wanita yang terjaga dari perbuatan mungkar
[Al-Muhadzdzab II/39-41]
قَالَ الأَعْمَشْ كُلُّ تَزْوِيْجٍ يَقَعُ عَلَى غَيْرِ نَظْرٍ فَآخِرُهُ هَمٌّ وَغَمٌّ
Syeikh Al-A'masy berkata: "Setiap pernikahan yang dilakukan tanpa meneliti terlebih dahulu maka akhirnya akan menuai kesusahan dan kesedihan".
[Ihyaa' Uluum ad-Diin II/40]
وَكَذَلِكَ قَالَ الشَّافِعِيَّةُ يَجُوزُ الخُلْعُ لِمَا فِيْهِ مِنْ دَفْعِ الضَّرَرِ عَنِ المَرْأَةِ غَالِبًا وَلَكِنَّهُ مَكْرُوهٌ لِمَا فِيْهِ مِنْ قَطْعِ النِّكَاح الذِى هو مَطْلُوبُ الشَّرْعِ لِقَولِهِ صلى الله عليه وسلم : أَبْغَضُ الحَلاَلِ إِلَى اللهِ الطَّلاَقُ
Begitu juga ulama Syafi'iyah berpendapat: Diperbolehkan khuluk karena khuluk dapat menolak bahaya bagi seorang perempuan pada umumnya. Tetapi hukumnya makruh karena didalamnya terdapat pemutusan nikah yang dianjurkan oleh syara'. Hal tersebut berdasarkan sabda Nabi SAW: "Pekerjaan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak".
[Al-Fiqh al-Islaam VII/484]
Wallahu A'lamu Bis Showaab