0678. CARA MEMBERSIHKAN NAJIS PADA KASUR

Pertanyaan:

 



Jawaban:

Walaikumsalam


Sebagian orang apabila kasur terkena najis seperti najis kencing bayi mereka tidak lagi menyucikan dengan air semata-mata hanya dijemur apakah bila hanya dijemur dan najisnya hilang bisa dianggap suci? Menurut Madzhab Syafi'i tempat yang terkena najis semacam kasur tidak dianggap suci meskipun tempat yang terkena najis itu hilang sifat najisnya sebab dijemur. 


Adapun cara membersihkan najis yang terdapat pada kasur yaitu dengan cara menyiramkan air pada kasur yang mengenai najis tidak ada jalan lain selain menggunakan air, prakteknya berbeda-beda, bagusnya sampul kasur dibuka lalu kasurnya diguyur dengan air sampai sifat najis yang terdapat pada kasur menjadi hilang, ini selama najis tersebut masih basah kalau sudah kering maka cukup dialiri air sampai sifat najisnya hilang. Andaikan kasur yang terkena najis itu langsung dijemput dan sifat najisnya hilang maka cukup dialiri air saja tapi bila belum hilang harus disiram dengan air seperti membasuh najis dalam keadaan kering.

Oleh karena itu, kasur tidak dihukumi bersih dari najis kecuali dengan menggunakan air, tidak ada bedanya najisnya kering atau basah, sehingga bila tidak disiram dengan air maka berhukum lah kasur itu najis meskipun setelah dijemur sifat najisnya hilang. Inilah Madzhab Syafi'i, lain halnya Menurut Madzhab Hanafi bahwa menurut mereka kalau tempat terkena najis dijemur pada matahari sudah dianggap suci. Jadi, mensucikan kasur yang terkena najis ialah dengan menyiramkan air pada kasur sampai hilang sifat najisnya dan kalau sudah disiram tidak kunjung hilang maka teruslah menyiram sampai hilang sifat najisnya, bisa juga setelah menyiram kasurnya diperah sebagaimana kita menyuci pakaian. Tapi kalau takut merusak kasur sampai nekat tidak dibersihkan dengan air tetap lah kasur itu dihukumi najis meskipun sifat najisnya sudah hilang.


قَالَ) : وَإِذَا صَبَّ عَلَى الْأَرْضِ شَيْئًا مِنْ الذَّائِبِ كَالْبَوْلِ وَالْخَمْرِ وَالصَّدِيدِ وَمَا أَشْبَهَهُ ثُمَّ ذَهَبَ أَثَرُهُ وَلَوْنُهُ وَرِيحُهُ فَكَانَ فِي شَمْسٍ أَوْ غَيْرِ شَمْسٍ فَسَوَاءٌ وَلَا يُطَهِّرُهُ إلَّا أَنْ يَصُبَّ عَلَيْهِ الْمَاءَ

“Apabila tanah terkena sesuatu yang najis seperti kencing, khamar, kotoran dan sejenisnya lalu bekasnya, warnanya dan baunya hilang baik karena matahari atau bukan, maka tidak suci kecuali disiram dengan air”

[Al Umm I/69]


قال المصنف رحمه الله

* [إذا أصاب الارض نجاسة ذائبة في موضع ضاح فطلعت عليه الشمس وهبت عليه الريح فذهب اثرها ففيه قولان قال في القديم والاملاء يطهر لانه لم يبق شئ من النجاسة فهو كما لو غسل بالماء وقال في الام لا يطهر وهو الاصح لانه محل نجس فلا يطهر بالشمس كالثوب النجس]

* [الشَّرْحُ] هَذَانِ الْقَوْلَانِ مَشْهُورَانِ وَأَصَحُّهُمَا عِنْدَ الْأَصْحَابِ لَا يَطْهُرُ كَمَا صَحَّحَهُ الْمُصَنِّفُ وَنَقَلَهُ الْبَنْدَنِيجِيُّ عَنْ نَصِّ الشَّافِعِيِّ فِي عَامَّةِ كُتُبِهِ - إلى أن قال - وَمِمَّنْ قَالَ بِالطَّهَارَةِ أَبُو حَنِيفَةَ وَصَاحِبَاهُ ثُمَّ قَالَ الْعِرَاقِيُّونَ هُمَا إذَا زَالَتْ النَّجَاسَةُ بِالشَّمْسِ أَوْ الرِّيحِ فَلَوْ ذَهَبَ أَثَرُهَا بِالظِّلِّ لَمْ تَطْهُرْ عِنْدَهُمْ قَطْعًا وَقَالَ الْخُرَاسَانِيُّونَ فِيهِ خِلَافٌ مُرَتَّبٌ وَأَمَّا الثَّوْبُ النَّجِسُ بِبَوْلٍ وَنَحْوِهِ إذَا زَالَ أَثَرُ النَّجَاسَةِ مِنْهُ بِالشَّمْسِ فَالْمَذْهَبُ القطع بأنه لا يطهر وبه قطع العرقيون 

“Berkata Mushonnif: Apabila bumi terkena najis dan matahari menyinarinya dan bekasnya hilang terdapat dua pendapat; pada Qoul Qodim dan Al Imlaa' (Imam Syafi'i) mengatakan suci karena sesuatu dari najis hilang seperti jika mensucikan dengan air, dan (imam Syafi'i) pada kitab Al Umm mengatakan tidak suci, inilah yang paling Shahih karena tempat najis tidak suci sebab matahari seperti pakaian najis.

Penjelasan: Dua Qoul ini masyhur dan yang paling Shahih menurut pengikut Syafi'i tidak suci seperti dishahihkan Mushonnif Dan dinuqil Al Bandanijy dari nas Syafi'i pada kebanyakan kitabnya... Pendapat yang mengatakan tidak suci adalah pendapat Malik, Ahmad, Zufur dan Daud, dan pendapat yang mengatakan suci adalah Abu Hanifah dan pengikutnya. Berkata Ulama Iraq: Apabila najisnya hilang dengan sebab matahari atau angin maka jika bekasnya pergi (hilang) tidak suci dalam pandangan mereka secara pasti dan Ulama Khurasan berkata: Khilaf seperti tersebut, sedangkan pakaian najis dengan sebab kencing dan sebagainya apabila bekas najisnya hilang dengan sebab matahari maka pendapat yang dijadikan Madzhab memutuskan tidak suci dengan ini juga ditetapkan Ulama Iraq (Iraqiy)”

[Al Majmuu' Syarh al Muhadzdzab II/596]


وَأما كَيْفيَّة الْغسْل فالنجاسة تَارَة وَتَكون عَيْنِيَّة أَي تشاهد بِالْعينِ وَتارَة تكون حكمِيَّة أَي حكمنَا على الْمحل بِنَجَاسَتِهِ من غير أَن ترى عين النَّجَاسَة فَإِن كَانَت النَّجَاسَة عَيْنِيَّة فَلَا بُد مَعَ إِزَالَة الْعين من محاولة إِزَالَة مَا وجد مِنْهَا من طعم ولون وريح -إلى أن قال - وَأما النَّجَاسَة الْحكمِيَّة فَيشْتَرط فِيهَا الْغسْل أَيْضا


وَالْحَاصِل أَن الْوَاجِب فِي إِزَالَة النَّجَاسَة غسلهَا الْمُعْتَاد بِحَيْثُ ينزل المَاء بعد الحت والتحامل صافياً إِلَّا فِي بَوْل الصَّبِي الَّذِي لم يطعم وَلم يشرب سوى اللَّبن فَيَكْفِي فِيهِ الرش وَلَا بُد فِي الرش من إِصَابَة المَاء جَمِيع مَوضِع الْبَوْل وَأَن يغلب المَاء على الْبَوْل وَلَا يشْتَرط فِي ذَلِك السيلان قطعا والسيلان والتقاطر هُوَ الْفَارِق بَين الْغسْل والرش

[Kifaayah Al Akhyar Halaman 67]


Walllahu A'lamu Bis Showaab

Musyawirin: Ismidar Abdurrahman As-Sanusi

Sumber:

FB: Group Ilmu Fiqih, link Diskusi:

[https://m.facebook.com/groups/348690446088722/permalink/643432576614506/]

Komentari

Lebih baru Lebih lama