0747. HUKUM SHALAT ORANG YANG BERTATTO

Pertanyaan:
Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuuh,,maaf sy mau brtaxa apa hkumx klo orang yg brtato ikut sholat.Mhon pencerahan x ustazd/ustazdax🙏🙏🙏
[Aisyah Ichaa]

Jawaban:
Walaikumussalam

Banyak terjadi orang yang bertato ikut sholat, apakah shalat yang dilakukan orang yang bertato sah? Jawabnya: Bila membuat tato itu dilakukan saat sudah baligh dan tidak ada kebutuhan seperti untuk pengobatan dan ketika itu wajib dihilangkan selama tidak membuat bahaya dengan bahaya yang diperkenankan tayammum. Jadi, bila dilakukan saat sudah baligh dan tidak ada kebutuhan dan bisa dihilangkan selama tidak membuat mudhorot maka shalat yang dilakukan orang bertato tidak sah sebelum dihilangkan tatonya, demikian pula tidak sah ia dijadikan imam. Lain halnya bila membuat tato dilakukan saat itu belum taklif seperti belum baligh, dan ada bahaya bila dihilangkan maka shalatnya sah, bersucinya sah serta boleh ia dijadikan imam, dan juga tidak membuat najis anggota yang terkena tempat tato itu.

Oleh karena itu, status shalat dan bersuci orang yang bertato melihat dari pembuatan tato itu sendiri dan melihat apa wajib dia menghilangkan, kalau dia membuat tato saat sudah taklif seperti sudah baligh dan tidak ada bahaya untuk menghilangkan maka bersuci dan shalatnya tidak sah, tapi bila sebaliknya sah. Inilah hukum yang berkisar dalam Madzhab Syafi'i.

وقال البجيرمي: إن فعله حال عدم التكليف كحالة الصغر والجنون لا يجب عليه إزالته مطلقا، وإن فعله حال التكليف فإن كان لحاجة لم تجب الإزالة مطلقا وإلا فإن خاف من إزالته محذور تيمم لم تجب وإلا وجبت، ومتى وجبت عليه إزالته لا يعفى عنه ولا تصح صلاته معه.
Al Bujairomi berkata "Bila membuat tato dilakukan saat tidak taklif seperti saat anak-anak dan gila tidak wajib dihilangkan dan jika tidak maka jika takut menghilangkannya yakni udzur yang diperkenankan tayammum tidak wajib dihilangkan dan jika tidak maka wajib dihilangkan. Saat wajib menghilangkan tato ia tidak dimaafkan dan tidak sah shalat besertanya".
[I'aanah at Tholibin I/127]

عِبَارَةُ النِّهَايَةِ فَعُلِمَ مِنْ ذَلِكَ أَيْ مِنْ أَنَّ الْوَشْمَ كَالْجَبْرِ فِي تَفْصِيلِهِ الْمَذْكُورِ أَنَّ مَنْ فَعَلَ الْوَشْمَ بِرِضَاهُ فِي حَالِ تَكْلِيفِهِ وَلَمْ يَخَفْ مِنْ إزَالَتِهِ ضَرَرًا يُبِيحُ التَّيَمُّمَ مَنَعَ ارْتِفَاعُ الْحَدَثِ عَنْ مَحَلِّهِ لِتَنَجُّسِهِ وَإِلَّا عُذِرَ فِي بَقَائِهِ وَعُفِيَ عَنْهُ بِالنِّسْبَةِ لَهُ وَلِغَيْرِهِ وَصَحَّتْ طَهَارَتُهُ وَإِمَامَتُهُ وَحَيْثُ لَمْ يُعْذَرْ فِيهِ وَلَاقَى مَاءً قَلِيلًا أَوْ مَائِعًا أَوْ رَطْبًا نَجَّسَهُ كَذَا أَفْتَى بِهِ الْوَالِدُ - رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى - اهـ. وَفِي الْمُغْنِي مَا يُوَافِقُهُ
Redaksi dalam kitab an Nihaayah "Maka diketahui bahwa tato yang dilakukan dengan ridhanya saat sudah taklif dan tidak takut bahaya dengan bahaya memperbolehkan tayammum tercegah terangkatnya hadats dari tempatnya karena menajiskan dan jika udzur sebab masih adanya tato maka dimaafkan dengan dinisbatkan akan dirinya dan orang lain, sahlah bersucinya dan keimamannya dan saat tidak ada udzur dan benda itu bersentuhan dengan air dan sesuatu yang basah menajiskan air tersebut sebagaimana difatwakan Al Waalid Rahimahullahu Ta'ala. Dalam kitab Al Mughni (al Muhtaaj) menyepakati keterangan tersebut".
[Hasyiyah as Syarwani Ala at Tuhfah II/127]

Wallahu A'lamu Bis Showaab

[Ismidar Abdurrahman As-Sanusi]

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama