0814. BERSIWAK DIGANTI GOSOK GIGI DAN NIAT BERSIWAK

Pertanyaan:
>> Khoirul Wahidin
Assalamualaikum wa rohmatulloh 
Seperti yg kita ketahui siwakan hukumnya disunahkan misalkan tidak punya kayu arok apa bisa di ganti dg sikat gigi yg ada ?
Dan jika tidak di niati siwakan tidak mendapat kesunahan siwakan....?
Trimakasih atas jawabannya poro guru.....

Jawaban:
>> Faizzatul Mufida
Jika tidak ada kayu arok untuk bersiwak, siwak boleh diganti dengan benda lainnya seperti yang njenengan sebutkan yaitu sikat gigi. Tapi waktu sikat gigi diniatkan untuk bersiwak agar mendapatkan pahala melakukan sunnah. Dalam hadits arbain nawawi dijelaskan bahwa segala amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, maka untuk melakukan sunnah apapun harus diniati melakukan sunnah agar bernilai pahala di sisi Allah.

>> Ade Mulyadi



>> Ismidar Abdurrahman As-Sanusi
Walaikumsalam

Meskipun telat cuma mampir, sebab baru terlihat 😀

1. Fungsi siwak sebagai berikut:
• Bisa membersihkan bau mulut
• Bisa menghilangkan kotoran pada gigi
• Tidak melukai

Jadi, setiap sesuatu yang digunakan pada fungsi diatas maka sudah mendapatkan pahala siwak dan sudah berkedudukan sebagai siwak termasuk sikat gigi/odol.

Màràji':

المهذب ج ١ ص ٣٤
والمستحب أن لا يستاك بعود رطب لا يقلع ولا بيابس يجرح اللثة بل يستاك بعود بين عودين وبأي شيء استاك مما يقلع القلح ويزيل التغير كالخرقة الخشنة وغيرها أجزأه لأنه يحصل به المقصود

2. Seharusnya saat bersiwak atau gosok Gigi berniat siwak/gosok gigi, umpamanya:

نَوَيْتُ استياك
"Aku berniat siwak". Jika tidak berniat siwak/gosok gigi tidak mendapatkan pahala sunah, kecuali gosok gigi itu masuk dalam rangkaian ibadah yang bersiwak adalah sunahnya seperti wudhu maka sudah cukup pada niat wudhu bila dilakukan setelah niat, yang tidak mendapatkan pahala umpamanya bersiwak saat bangun tidur dan semisalnya.

وينبغي أن ينوي بالسواك السنة ليثاب عليه (قوله: وينبغي أن ينوي بالسواك السنة) أي حيث لم يكن في ضمن عبادة، فإن كان في ضمنها كالوضوء لم يحتج لنية لشمول نيتها له .وفي التحفة ما نصه: وينبغي أن ينوي بالسواك السنة كالنسل بالجماع، ويؤخذ منه أن ينبغي بمعنى يتحتم، حتى لو فعل ما لم تشمله نية ما سن فيه بلا نية السنة لم يثب عليه. اه.
Seharusnya, seseorang itu berniat mengerjakan sunnah nabi ketika bersiwak agar diperoleh ganjaran/pahala atas aktivitas siwak tersebut. Maksud redaksi di atas berlaku ketika aktivitas siwak tidak termasuk di dalam bagian ibadah. Jika bersiwaknya termasuk di dalam bagian ibadah seperti wudhu' maka tidak perlu niat karena niat ibadah (wudhu') sudah mencakup pada bersiwak tersebut. Dalam kitab Tuhfatul Muhtaj Ilaa Syarh Al Minhaj ada redaksi: "Seharusnya seseorang itu berniat mengerjakan sunnah nabi ketika bersiwak seperti saat hendak jimak berniat agar mendapatkan keturunan". Redaksi "yanbaghi (وينبغي)" diarahkan pada makna "keharusan" sehingga apabila seseorang melakukan suatu amalan yang tidak tercakup oleh niat amalan (lainnya) dengan tanpa berniat mengerjakan sunnah maka dia tidak akan mendapat pahala.
[I'aanah at Tholibin I/59]

قوله ويسن أن ينوي بالسواك السنة) بأن يقول: نويت الاستياك، فلو استاك اتفاقا من غير نية لم تحصل السنة فلا ثواب له. ومحل ذلك ما لم يكن فى ضمن عبادة، كأن وقع بعد نية الوضوء او بعد الاحرام بالصلاة على ما قاله العلامة الرملي. والا فلا يحتاج لنية لأن النية ما وقع فيه شملته   
Disunnahkan berniat dalam bersiwak dalam rangka untuk melaksanakan kesunnahan. Misalnya dalam hati membaca ‘saya niat bersiwak’. Apabila kebetulan ada orang yang bersiwak tanpa niat, maka tidak mendapatkan nilai sunnah yang berakibat tidak mendapatkan pahala. Kriteria seperti ini berlaku apabila seseorang tersebut tidak dalam prosesi ibadah berlangsung. Misalnya, ada orang yang bersiwak setelah ia berniat wudhu atau orang sudah takbiratul ihram shalat kemudian ia baru bersiwak, maka pada saat seperti ini tidak lagi membutuhkan niat. Keterangan demikian berdasar atas pernyataan Al-Allamah al-Ramli. Sebab, menurut Imam Ramli, jika bersiwak di tengah-tengah ibadah, niatnya sudah tercakup dengan niat ibadah di atasnya.
[Hasyiyah al Bajuri I/84]

Walllahu A'lamu Bis Showaab

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama