Pertanyaan:
Assalamualaikum
Saya mau bertanya, tentang shalat. Bahwa dikampung saya ada seorang yang kalau ikut shalat jama'ah ketika dia ruku' kedua tangannya memegang betis (bawah lutut) padahal kebanyakan orang kedua tangan memegang lutut. Apakah posisi ruku' demikian sah dan apa saja yang wajib dilakukan saat ruku' yang mana kalau ditinggalkan tidak sah?
Tolong tampilkan ibarotnya supaya bisa dijadikan sandaran hukum. Terimakasih
[Abdullah Salam]
Jawaban:
Walaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Yang menjadi batas standar ketika ruku' yang menjadi rukun shalat itu dalam Madzhab Syafi'i ialah menundukkan badan sekiranya kedua tangan dapat memegang lutut dan Tuma'ninah yaitu diamnya anggota badan seukuran bacaan Subhanallah. Sedangkan meletakkan atau menggenggam tangan ke lutut hukumnya sunah. Oleh karena itu, apabila seseorang sudah membungkukkan badan dengan batasan yang sudah disebutkan meskipun tangan tidak diletakkan di atas lutut maka ruku'nya sudah dipandang sah dan sudah mendapatkan raka'at yang ia jalani dan tidak perlu mengulangi shalatnya. Berbeda halnya apabila tidak meletakkan tangan ke lutut dan ragu apakah sudah memenuhi standar ruku' maka wajib diulangi. Atas dasar ini; jika ada seseorang yang shalat dia meletakkan tangannya pada bawah lutut atau pada betis dan sudah memenuhi standar ruku' yaitu sekiranya tangannya bisa menyentuh lutut tetapi yang ia pegang atau letakkan malah bawah lutut atau betis maka sudah sah, tetapi perbuatan demikian dikatakan oleh Imam Syafi'i dengan ungkapan "أساء", ini menunjukkan orang yang melakukan itu melakukan perbuatan yang buruk.
Dengan demikian, untuk dapat dijadikan sebagai pemahaman mengenai shalat seseorang yang ketika shalat tangannya tidak menyentuh atau memegang lutut sebagaimana pada umumnya dilakukan kebanyakan orang maka shalatnya terhitung sah asal ia sudah membungkukkan badan dengan batasan yang sudah dijelaskan sekiranya tangannya bisa menyentuh lutut meskipun realitanya yang dia pegang bukan lutut tetapi malah bawah lutut atau betis. Kalau tidak begitu maka ruku'nya tidak dinilai sah. Ukuran membungkukkan badan dengan batasan yang sudah disebutkan kalau orangnya bertubuh tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah, sedangkan bila tidak demikian lakukan sedapat mungkin.
أَخْبَرَنَا الرَّبِيعُ قَالَ أَخْبَرَنَا الشَّافِعِيُّ قَالَ: وَأَقَلُّ كَمَالِ الرُّكُوعِ أَنْ يَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ فَإِذَا فَعَلَ فَقَدْ جَاءَ بِأَقَلِّ مَا عَلَيْهِ فِي الرُّكُوعِ حَتَّى لَا يَكُونَ عَلَيْهِ إعَادَةُ هَذِهِ الرَّكْعَةِ..... وَإِنْ كَانَ صَحِيحَ الْيَدَيْنِ فَلَمْ يَضَعْ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ فَقَدْ أَسَاءَ وَلَا شَيْءَ عَلَيْهِ إذَا بَلَغَ مِنْ الرُّكُوعِ... -الى أن قال- وَلَوْ بَلَغَ أَنْ يَكُونَ رَاكِعًا فَرَفَعَ يَدَيْهِ فَلَمْ يَضَعْهُمَا عَلَى رُكْبَتَيْهِ وَلَا غَيْرِهِمَا لَمْ تَكُنْ عَلَيْهِ إعَادَةٌ
“Telah mengkhabarkan kepada kami Robi', telah mengkhabarkan kepada kami Syafi'i ia berkata: Minimal sempurnanya ruku' meletakkan telapak tangannya di atas lututnya maka apabila sudah mengerjakan itu ia sudah mengerjakan perbuatan minimal ruku' yang tidak perlu mengulangi raka'at ini... Dan jika tangannya sehat (lagi sempurna) lalu dia tidak meletakkan tangannya di atas lututnya dia sudah berbuat sesuatu yang buruk dan tidak ada keharusan apapun apabila sudah mencapai ukuran ruku'... - Sampai ucapannya - : Jika dia sudah mengerjakan (batas standar ruku') lalu ia mengangkat tangannya dan tidak meletakkan keduanya diatas lututnya dan tidak pula selainnya tidak perlu mengulangi”
[Imam Syafi'i, Al Umm I/134]
فَرْعٌ)
فِي مَذَاهِبِ الْعُلَمَاءِ فِي حَدِّ الرُّكُوعِ: مَذْهَبُنَا أَنَّهُ يَجِبُ أَنْ ينحنى بحيث تنال راحتاه ركبته وَلَا يَجِبُ وَضْعُهُمَا عَلَى الرُّكْبَتَيْنِ وَتَجِبُ الطُّمَأْنِينَةُ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ وَالِاعْتِدَالِ مِنْ الرُّكُوعِ وَالْجُلُوسِ بين السحدتين وَبِهَذَا كُلِّهِ
“(Cabang bahasan) Tentang Madzhab-madzhab Ulama mengenai batas standar ruku' : Madzhab kami (Syafi'i) wajib menundukkan badan (membungkuk) sekiranya sampai telapak tangannya pada ke lututnya, dan tidak harus meletakkan keduanya pada lutut, dan wajib thuma'ninah didalam ruku', sujud, i'tidal dari ruku' dan duduk diantara dua sujud, semuanya ini”
[Al Majmuu' Syarh al Muhadzdzab III/410]
و) خامسها: (ركوع بانحناء بحيث تنال راحتاه) وهما ما عدا الاصابع من الكفين، فلا يكفي وصول الاصابع (ركبتيه) لو أراد وضعهما عليهما عند اعتدال الخلقة.
هذا أقل الركوع.
قوله: لو أراد وضعهما) أي الراحتين.
وقوله: عليهما أي الركبتين.
وجواب لو محذوف، أي لوصلتا.
وأتى بذلك لئلا يتوهم أنه لا بد من وضعهما بالفعل.
“Rukun shalat yang kelima ialah ruku dengan membungkukkan badan sekiranya telapak tangan menyentuh lutut, kecuali jemari maka tidak cukup hanya meletakkan jemari kepada lututnya jika mau meletakkan keduanya
(Keterangan Pengarang "Jika mau meletakkan keduanya") artinya telapak tangan. Dan keterangannya "Diatas keduanya" artinya dua lutut. Dan jawab Jikalau Mahdzuf artinya menyampaikannya. Dengan mengerjakan hal tersebut itu agar tidak beranggapan bahwasanya tidak boleh tidak meletakkan keduanya dengan perbuatan”.
[I'aanah at Tholibin I/182]
وضع الراحتين على الركبتين حال الركوع سنة. ولو وضعهما فوق ركبتيه، أو تحتهما وحصل الانحناء صحت صلاته.
“Meletakkan kedua telapak tangan pada kedua lutut ketika ruku'adalah sunah. Jika seandainya meletakkan keduanya (telapak tangan) diatas lututnya atau dibawah keduanya (lutut) dan memperoleh membungkuk yang diperintahkan sah lah shalatnya”
[Syarh al Yaquut an Nafiis I/233]
Wallahu A'lamu Bis Showaab
(Dijawab oleh : Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)
Link Diskusi: