1078. HUKUM BATUK KETIKA SHALAT



Pertanyaan:
Assalamualaykum warohmatullohi wabarokatuh
Ijin bertanya :

*Bagaimana hukumnya ketika sedang sholat kita batuk batuk(sakit batuk), sehingga menambah gerakan seperti tutup mulut atau bersuara sehingga dikhawatirkan menambah bacaan*
*Apakah sah sholatnya??*

Mohon penjelasannya , dan terima kasih sebelumnya 🙏🏻
[Aguswahdiyanto Suaminya Kholifah]

Jawaban:
Walaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh Wamaghfirotuh

Ketika batuk ketika shalat dirinci dulu:
• Apabila batuknya sedikit seperti tidak berulang-ulang maka shalat tetap sah meskipun mengeluarkan suara seukuran dua huruf dengan ukuran perkataan yang membatalkan shalat.
• Apabila batuknya banyak yakni berulang-ulang maka batal shalatnya kecuali Menurut Syeikh Al Isnawi yang beliau klaim sebagai pendapat yang benar apabila batuk itu tidak bisa dihindari maka tidak batal shalatnya karena sulit dihindari dan atau tidak bisa ditahan.

Berpijak pada pendapat yang mengatakan batal batuk kalau batuknya banyak itu dikecualikan kalau bukan karena sebab penyakit seperti tiba-tiba batuk, sedangkan batuk yang disebabkan suatu penyakit seperti yang dialami ayahanda saya tercinta sudah bertahun-tahun karena penyakit makan racun atau paru-paru maka tidak batal shalatnya karena penyakit tersebut. Ukuran banyak dan sedikit dihitung dengan urf (penilaian kebanyakan orang) dan ada yang berpendapat ukuran banyak dan sedikit itu bukan dihitung dari semacam berdehem yaitu mengeluarkan dua suara atau lebih tapi dihitung seberapa banyak berulangnya batuk. Karenanya, apabila orang yang menderita batuk sehingga tidak ada waktu baginya melaksanakan shalat walaupun sampai akhir waktu tanpa batuk maka shalat tetap sah, kendatipun demikian, apabila kuat dugaannya batuk itu akan hilang meskipun diakhir waktu shalat maka harus ditunggu kalau tidak ditunggu menurut Syeikh Syibromalisy shalat dalam keadaan batuk batal.

Dengan demikian, orang yang mengalami batuk tidak bisa dikatakan batal secara mutlak ataupun sebaliknya terkadang batuk yang dialami, intinya bila batuk itu bukan karena penyakit maka dibedakan banyak sedikitnya batuk, tapi kalau disebabkan karena penyakit tidak batal shalatnya meskipun banyak lagi berulang-ulang. Batuk yang dialami tersebut tetap sama hukumnya meskipun melakukan gerakan berulang-ulang tapi sebaiknya jaga jangan sampai gerakan yang digunakan semacam tangan berulang-ulang tiga kali berturut-turut. Semoga dapat dipahami sebagaimana mestinya.

وَفِي سم عَلَى الْمَنْهَجِ قَالَ الْإِسْنَوِيُّ فِي التَّنَحْنُحِ وَالسُّعَالِ وَالْعُطَاسِ لِلْغَلَبَةِ: الصَّوَابُ أَنَّهَا لَا تَبْطُلُ وَإِنْ كَثُرَتْ إذْ لَا يُمْكِنُ الِاحْتِرَازُ عَنْهَا وَاعْتَمَدَهُ م ر وَوَافَقَ الْإِسْنَوِيَّ فِي تَصْوِيبِهِ فِي السُّعَالِ وَالْعُطَاسِ بِشَرْطِ أَنْ يَصِيرَ كُلٌّ مِنْهُمَا عِلَّةً مُزْمِنَةً لَا تَزُولُ بِحَيْثُ لَا يَبْقَى لَهُ وَقْتٌ يَخْلُو عَنْهُ اهـ أَيْ: مَا لَمْ يَلْزَمْ خُرُوجُ الْوَقْتِ وَإِلَّا صَلَّى فِيهِ وَاغْتُفِرَ لَهُ ذَلِكَ كَمَا نَقَلَهُ الشَّيْخُ الشَّرْقَاوِيُّ عَلَى التَّحْرِيرِ قَالَ شَيْخُنَا الْعَلَّامَةُ الذَّهَبِيُّ - رَحِمَهُ اللَّهُ -: وَمَحَلُّ ذَلِكَ مَا لَمْ يَشْتَدَّ بِهِ فِي الصَّلَاةِ بِأَنْ كَانَتْ عَادَةً لَهُ وَإِلَّا فَلَا حُكْمَ؛ لِأَنَّهَا حِينَئِذٍ اضْطِرَارِيَّةٌ ابْتِدَائِيَّةٌ وَهِيَ مَغْفُورَةٌ اهـ.
“Dalam (kitab) Syeikh Ahmad bin Qosim Al 'Ubadiy disebutkan: Al Isnawi berkata: Tentang beredehem, batuk dan bersin ketika tidak terkendali pendapat yang benar tidak batal meskipun banyak ketika tidak mungkin dihindari. Yang dijadikan sandaran oleh Imam Romli dan menyetujui perkataan Al Isnawi tentang batuk dan bersin sebagai pendapat yang benar itu dengan syarat disebabkan penyakit yang berlangsung lama yang tidak kunjung hilang ketika tidak ada waktu selain membawa batuk tersebut, artinya selagi belum keluar waktu jika tidak shalat tetap dilanjutkan dan diampuni (menjalankan shalat dengan keadaan batuk tersebut) sebagaimana ia nuqil dari Syeikh As Syarqowi atas kitab At Tahrir. Guru kita Al 'Allamah Adz Dzahabi - Semoga Allah merahmati beliau - berkata : Selagi tidak seperti kebiasaan bila tidak maka tidak kena hukum karena ketika itu dharurat dan diampuni, selesai”
[Syarh al Bahjah I/354]

عِبَارَةُ الْمُغْنِي وَالنِّهَايَةِ وَيُعْذَرُ فِي الْيَسِيرِ عُرْفًا مِنْ التَّنَحْنُحِ وَنَحْوِهِ مِمَّا مَرَّ وَغَيْرِهِ كَالسُّعَالِ وَالْعُطَاسِ وَإِنْ ظَهَرَ بِهِ حَرْفَانِ، وَلَوْ مِنْ كُلِّ نَفْخَةٍ وَنَحْوِهَا ثُمَّ قَالَا فَإِنْ كَثُرَ التَّنَحْنُحُ وَنَحْوُهُ لِلْغَلَبَةِ وَظَهَرَ بِهِ حَرْفَانِ فَأَكْثَرُ وَكَثُرَ عُرْفًا أَيْ مَا ظَهَرَ مِنْ الْحُرُوفِ بَطَلَتْ صَلَاتُهُ اهـ وَهِيَ مُوَافِقَةٌ لِمَا قَالَهُ سم وَمُبَيِّنٌ أَنَّ الْمَدَارَ فِي الْحَقِيقَةِ عَلَى قِلَّةِ أَوْ كَثْرَةِ الْحُرُوفِ الظَّاهِرَةِ بِنَحْوِ التَّنَحْنُحِ لِلْغَلَبَةِ لَا عَلَى قِلَّةٍ أَوْ كَثْرَةٍ نَحْوُ التَّنَحْنُحِ لِلْغَلَبَةِ (قَوْلُهُ هَلْ الْمُعْتَمَدُ) أَيْ خِلَافًا لِمَا صَوَّبَهُ الْإِسْنَوِيُّ سم أَيْ مِنْ عَدَمِ الْبُطْلَانِ فِي التَّنَحْنُحِ وَالسُّعَالِ وَالْعُطَاسِ لِلْغَلَبَةِ وَإِنْ كَثُرَتْ إذْ لَا يُمْكِنُ الِاحْتِرَازُ عَنْهَا مُغْنِي وَحَمَلَ النِّهَايَةُ كَلَامَ الْإِسْنَوِيِّ عَلَى الْحَالَةِ الْآتِيَةِ فِي قَوْلِ الشَّارِحِ وَلَوْ اُبْتُلِيَ شَخْصٌ إلَخْ.
(قَوْلُهُ فَاَلَّذِي يَظْهَرُ الْعَفْوُ عَنْهُ) أَيْ كَمَنْ بِهِ سَلَسُ بَوْلٍ وَنَحْوُهُ بَلْ أَوْلَى وَمُغْنِي وَنِهَايَةٌ قَالَ ع ش فَإِنْ خَلَا مِنْ الْوَقْتِ زَمَنًا يَسَعُهَا بَطَلَتْ بِعُرُوضِ السُّعَالِ الْكَثِيرِ فِيهَا وَالْقِيَاسُ أَنَّهُ إنْ خَلَا مِنْ السُّعَالِ أَوَّلَ الْوَقْتِ وَغَلَبَ عَلَى ظَنِّهِ حُصُولُهُ فِي بَقِيَّتِهِ بِحَيْثُ لَا يَخْلُو مِنْهُ مَا يَسَعُ الصَّلَاةَ وَجَبَتْ الْمُبَادَرَةُ لِلْفِعْلِ وَإِنَّهُ إنْ غَلَبَ عَلَى ظَنِّهِ السَّلَامَةُ مِنْهُ فِي وَقْتٍ يَسَعُ الصَّلَاةَ قَبْلَ خُرُوجِ وَقْتِهَا وَجَبَ انْتِظَارُهُ وَيَنْبَغِي أَنَّ مِثْلَ السُّعَالِ فِي التَّفْصِيلِ الْمَذْكُورِ مَا لَوْ حَصَلَ لَهُ سَبَبٌ كَسُعَالٍ أَوْ نَحْوِهِ يَحْصُلُ مِنْهُ حَرَكَاتٌ مُتَوَالِيَةٌ كَارْتِعَاشِ يَدٍ أَوْ رَأْسٍ
“Redaksi dalam kitab Al Mughni dan Nihaayah: Dianggap udzur sedikit menurut 'Ufr beredehem dan semisalnya seperti batuk dan bersin meskipun terlihat dua huruf walaupun dari setiap tiupan dan semisalnya, kemudian keduanya berkata: Bila banyak beredehem dan semisalnya tanpa dapat terkendali dan terlihat dua huruf atau lebih dan banyaknya menurut 'urf artinya terlihat dua huruf batal shalatnya, ini disepakati sebagaimana disebutkan Syeikh Ahmad bin Qosim Al 'Ubadiy, batas ukuran sedikit atau banyak Huruf yang dzohir (nampak) tanpa terkendali bukan sedikit atau banyak semacam beredehem yang tanpa terkendali itu. (Keterangan Pengarang "Apakah Mu'tamad) artinya berbeda sebagaimana dibenarkan Al Isnawi artinya tidak batal beredehem, batuk dan bersin tanpa terkendali meskipun banyak ketika tidak mungkin dihindari, dalam kitab an Nihaayah pengertian ucapan Al Isnawi ketika perkataan Pensyarah yakni Jika Seseorang diuji (dengan batuk)
(Keterangan Pengarang "Yang dzohir dimaafkan - Batuk berterusan -") artinya seperti orang yang selalu kencing (beser) dan semisalnya bahkan lebih utama - Keterangan - Mughni dan Nihaayah. Syeikh Syibromalisy berkata: Bila terdapati waktu yang sekiranya cukup digunakan shalat tanpa batuk maka batallah shalatnya bila terjadi batuk yang banyak dalam shalatnya, dan diqiyaskan dengan bila tanpa batuk awal waktu dan besar dugaannya akan hilang pada sebagian waktu untuk mengerjakan shalat tanpa batuk dan jik besar dugaannya akan selamat dari batuk pada waktu yang cukup sebelum keluar waktu wajib menunggunya. Seyogyanya perumpamaan yang dirinci itu bisa diperoleh memiliki Sebab seperti batuk dan semisalnya bisa diperoleh dengan gerakan berutan seperti bergoyang tangan atau kepala”
[Hasyiyah as Syarwani Ala at Tuhfah II/142]

أَمَّا إذَا كَثُرَ التَّنَحْنُحُ وَنَحْوُهُ لِلْغَلَبَةِ كَأَنْ ظَهَرَ مِنْهُ حَرْفَانِ مِنْ ذَلِكَ وَكَثُرَ، فَإِنَّ صَلَاتَهُ تَبْطُلُ كَمَا قَالَاهُ فِي الضَّحِكِ وَالسُّعَالِ وَالْبَاقِي فِي مَعْنَاهُمَا؛ لِأَنَّ ذَلِكَ يَقْطَعُ نَظْمَ الصَّلَاةِ، وَصَوَّبَ الْإِسْنَوِيُّ عَدَمَ الْبُطْلَانِ فِي التَّنَحْنُحِ وَالسُّعَالِ وَالْعُطَاسِ لِلْغَلَبَةِ، وَإِنْ كَثُرَتْ إذْ لَا يُمْكِنُ الِاحْتِرَازُ عَنْهَا. اهـ.
وَيَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ مَحَلُّ الْأَوَّلِ مَا إذَا لَمْ يَصِرْ السُّعَالُ أَوْ نَحْوُهُ مَرَضًا مُلَازِمًا لَهُ. أَمَّا إذَا صَارَ السُّعَالُ وَنَحْوُهُ كَذَلِكَ، فَإِنَّهُ لَا يَضُرُّ كَمَنْ بِهِ سَلَسُ بَوْلٍ وَنَحْوُهُ بَلْ أَوْلَى
“Adapun apabila banyak beredehem tanpa terkendali seperti terlihat dua huruf dan lebih maka shalatnya batal sebagaimana keduanya (Imam Ibn Hajar dan Imam Romli) katakan tentang tertawa, Batuk dan yang masuk makna keduanya karena yang demikian itu memutuskan serangkaian shalat dan pendapat yang dibenarkan oleh Al Isnawi tidak batal beredehem, batuk dan bersin tanpa terkendali meskipun banyak ketika tidak mungkin dihindari. Seyogyanya menjadikan letak yang pertama (batal bila keluar dua huruf) apabila tidak disebabkan batuk dan semisalnya sakit yang lama, sedangkan disebabkan batuk dan semisalnya yang demikian itu maka tidak mengapa seperti orang yang berterusan kencing dan semacamnya bahkan lebih utama”
[Mughni al Muhtaaj I/413]

قَوْلُهُ: (لِلْغَلَبَةِ) أَيْ وَكَانَ قَلِيلًا عُرْفًا فِي الْجَمِيعِ، وَلَا نَظَرَ لِحُرُوفِهِ، وَإِنْ كَثُرَتْ لِأَنَّ الْمُرَادَ مِنْ الْغَلَبَةِ عَدَمُ قُدْرَتِهِ عَلَى دَفْعِهِ. نَعَمْ إنْ صَارَ طَبِيعَةً لَهُ بِحَيْثُ لَا يَخْلُو مِنْهُ زَمَنًا يَسَعُ الصَّلَاةَ عُذِرَ فِيهِ مُطْلَقًا، وَلَا يَضُرُّ الصَّوْتُ الْغُفْلُ أَيْ الْخَالِي عَنْ الْحُرُوفِ، وَعَنْ نَحْوِ تَنَحْنُحٍ مُطْلَقًا، وَقَيَّدَهُ بَعْضُهُمْ بِمَا إذَا لَمْ يَكُنْ مُتَّصِلًا بِحَرْفٍ، وَإِلَّا فَيَضُرُّ لِأَنَّهُ كَالْمُدَّةِ فَرَاجِعْهُ، وَلَوْ صَهَلَ كَالْفَرَسِ مَثَلًا، فَهُوَ كَالتَّنَحْنُحِ فَيَبْطُلُ، إنْ ظَهَرَ فِيهِ حَرْفَانِ.
Keterangan ("Tanpa terkendali") artinya sedikit menurut 'Ufr orang banyak dan tidak dihitung berdasarkan huruf-hurufnya meskipun banyak karena yang dimaksud tanpa terkendali tidak kuasa menolaknya. Betul bila tabiatnya ketika tidak ada waktu yang cukup tanpa batuk termasuk udzur secara mutlak dan tidak mengapa suara yang lunglai yaitu Huruf yang bergumul dan dari semacam beredehem secara mutlak. Sebagian pendapat membatasinya terus menerus keluar huruf, jika tidak maka membahayakan seperti durasi waktu maka renungkanlah! Walaupun seperti kuda meringkik maka ia seperti beredehem yang membatalkan shalat bila terlihat dua huruf”
[Hasyiyah al Qulyubi I/214]

أَوْ غَلَبَهُ الضَّحِكُ، وَالسُّعَالُ) ، وَالْعُطَاسُ كَمَا فِي الْمَجْمُوعِ وَنَحْوِهَا مِمَّا مَرَّ (وَكَانَ) كُلٌّ مِنْهَا (كَثِيرًا) فِي الْعُرْفِ (بَطَلَتْ) صَلَاتُهُ؛ لِأَنَّ ذَلِكَ يَقْطَعُ نَظْمَهَا (أَوْ يَسِيرًا فِي الْعُرْفِ لَمْ تَبْطُلْ) لِلْعُذْرِ -الى أن قال- قَالَ الْإِسْنَوِيُّ فِيهِ وَفِي السُّعَالِ، وَالْعُطَاسِ لِلْغَلَبَةِ الصَّوَابُ أَنَّهَا لَا تَبْطُلُ وَإِنْ كَثُرَتْ إذْ لَا يُمْكِنُ الِاحْتِرَازُ عَنْهَا.
قَوْلُهُ: الصَّوَابُ أَنَّهَا لَا تَبْطُلُ إلَخْ) قَالَ شَيْخُنَا الْمُعْتَمَدُ مَا ذَكَرَهُ الشَّيْخَانِ وَيُمْكِنُ حَمْلُ كَلَامِ الْإِسْنَوِيِّ عَلَى مَا إذَا صَارَ غَالِبًا عَلَيْهِ بِحَيْثُ لَا يُمْكِنُهُ مُضِيُّ قَدْرِ صَلَاةٍ تَخْلُو عَنْ ذَلِكَ غَالِبًا.
“Atau tanpa terkendali tertawa, batuk dan bersin sebagaimana dalam kitab Al Majmuu' dan semisalnya dan setiap dari keduanya banyak menurut 'urf batal shalatnya karena yang demikian itu memutuskan serangkaian shalat atau sedikit menurut 'urf tidak batal shalatnya karena udzur - s/d -.. Berkata Al Isnawi: Tentang Batuk dan bersin tanpa terkendali pendapat yang benar tidak batal shalatnya meskipun banyak ketika tidak mungkin dihindari.
(Keterangan Pengarang "Pendapat yang benar tidak batal shalatnya") Guru kita berkata: Pendapat yang Mu'tamad apa yang dikemukakan As Syaikhan dan kemungkinan perkataan Al Isnawi pengertiannya bila terjadi tidak mungkin melewati seukuran shalat tanpa batuk”
[Asnaa al Mathoolib I/180]

Wallahu A'lamu Bis Showaab

(Dijawab oleh : Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama