KAJIAN FIQIH BAB SHALAT NISFU SYA'BAN
Amaliyyah yang tidak pernah punah disebagian daerah termasuk daerah kami menghidupkan malam nisfu sya'ban dengan berbagai amaliyyah. Dikampung kami sendiri apabila sudah malam setengah dari bulan Sya'ban (malam 15 Sya'ban) sore hari menjelang Maghrib kami pergi ke mushola atau surau, kalau sudah masuk Maghrib shalat Maghrib berjamaah sesudah shalat Maghrib dilanjutkan pembacaan Yasin tiga kali dengan niat yang ditentukan. Tetapi di kampung kami tidak ada memberlakukan shalat nisfu sya'ban secara khusus. Pada kesempatan kali ini Saya hanya membahas shalat nisfu sya'ban yang kerap ditanyakan orang dan sudah dilakukan sebagian tempat selain tempat kami. Masalah ini menjadi penting dibahas karena menyangkut masalah amaliyyah yang berhubungan dengan shalat. Sebelumnya kita akan telaah dulu gimana sebenarnya praktek shalat nisfu sya'ban.
Pelaksanaan shalat nisfu sya'ban sebenarnya sedari dulu memang menjadi perselisihan pendapat dikalangan Ulama terkhusus Madzhab Syafi'i sendiri, hal ini disebabkan penilaian hadits tentang shalat nisfu sya'ban, kebanyakan Ulama Syafi'iyah menyebutkan bahwa shalat nisfu sya'ban merupakan shalat yang tidak sah dilakukan bahkan termasuk bid'ah buruk lagi tercela. Pendapat yang menerangkan ini tidak hanya dikatakan seorang Ulama Syafi'iyah saja tapi kebanyakan mereka mengatakan ini, yang biasa disebutkan mereka itu seperti Imam Nawawi, Ibn Hajar Al Haitami, Imam Romli, Syeikh Zainuddin Al Malibari dalam kitab Fathul Mu'in dan diikuti Ulama lain seperti Syeikh Sulaiman Al Jamal dan Ulama lain dari kalangan Syafi'iyah. Mereka ini kalau dinilai ilmu tentu tidak diragukan kapasitas ilmu mereka bahkan mereka ini merupakan Ulama yang tersohor dalam Madzhab Syafi'i yang menjadi panutan atau ikutan Ulama Syafi'iyah belakangan. Nas mereka itu bisa kita temukan dalam karya mereka pada kitab fiqih yang mereka karang, yang insya Allah akan disebutkan pada akhir tulisan ini. Pendapat yang menyetujui pelaksanaan shalat nisfu sya'ban ini secara jelas ialah Imam Ghazali, karena memang beliau ini selain pakar fiqih beliau juga pakar tasawuf. Dalam karyanya beliau menyebutkan praktek shalat nisfu sya'ban beserta dalil dari keterangan beliau, beliau menuliskan:
وأما صلاة شعبان فليلة الخامس عشر منه يصلي مائة ركعة كل ركعتين بتسليمة يقرأ في كل ركعة بعد الفاتحة قل هو الله أحد إحدى عشرة مرة وإن شاء صلى عشر ركعات يقرأ في كل ركعة بعد الفاتحة مائة مرة قل هو الله أحد فهذا أيضاً مروي في جملة الصلوات كان السلف يصلون هذه الصلاة ويسمونها صلاة الخير ويجتمعون فيها وربما صلوها جماعة
روي عن الحسن أنه قال حدثني ثلاثون من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم إن من صلى هذه الصلاة في هذه الليلة نظر الله إليه سبعين نظرة وقضى له بكل نظرة سبعين حاجة أدناها المغفرة
“Adapun shalat nisfu sya'ban Yaitu malam ke 15 shalat 100 raka'at tiap-tiap dua raka'at salam. Dibaca pada setiap rakaat sesudah Al Fatihah Qulhuwallahu Ahad 11X dan bagi yang mau shalat 10 rakaat yang dibaca pada setiap rakaat sesudah Al Fatihah Qulhuwallahu Ahad juga 100X, shalat ini diriwayatkan merupakan shalat orang Salaf karena mereka melakukan shalat ini mereka menamakan shalat Khoir dan mereka berkumpul dan melakukan shalat ini dengan berjamaah. Diriwayatkan dari Al Hasan bahwa ia Berkata: 'Aku mendapat cerita 30 orang sahabat melakukan shalat ini pada malam ini (malam nisfu sya'ban) Siapa yang melakukan shalat ini dan pada malam ini Allah akan melihat padanya dengan 60 penglihatan dan memutuskan baginya dengan setiap penglihatan 60 hajat dan yang terkecil ialah ampunan '”.
[Ihyaa' Uluum ad Diin I/203]
Praktek shalat nisfu sya'ban sebagaimana Imam Ghazali sebutkan juga disebutkan Syeikh Sayid Bakri Dimyathi dalam I'aanah.
Kebanyakan Ulama Syafi'iyah membantah tentang disyariatkan shalat nisfu sya'ban, mereka mengungkapkan hadits yang menceritakan shalat nisfu sya'ban adalah hadits yang tidak ada asalnya, Hadits batil bahkan ada yang menilai maudhu' seperti Imam Nawawi. Selanjutnya kita akan melihat keterangan Ulama Syafi'iyah terkait hukum shalat nisfu sya'ban ini:
• Syeikh Zainuddin Al Malibari:
فائدة) أما الصلاة المعروفة ليلة الرغائب ونصف شعبان ويوم عاشوراء فبدعة قبيحة، وأحاديثها موضوعة.
“(Faidah) Adapun shalat nisfu sya'ban yang terkenal pada malam Raghoib,nisfu sya'ban dan hari Asyura maka bid'ah yang buruk dan haditsnya maudhu'”
[Fath al Mu'in Halaman 281]
Komentar Syeikh Sayyid Bakri Dimyathi:
قال العلامة الكردي: واختلف العلماء فيها، فمنهم من قال لها طرق إذا اجتمعت وصل الحديث إلى حد يعلم به في فضائل الأعمال.
ومنهم من حكم على حديثها بالوضع، ومنهم النووي، وتبعه الشارح في كتبه.
“Al'Allamah Al Kurdi berkata: Terjadi perselisihan pendapat dikalangan Ulama menilai hadits shalat nisfu sya'ban, sebagian mereka menilai hadits tersebut bisa dijadikan fadhoilul Amal dan sebagian mereka menghukumi haditsnya madhu' seperti Imam Nawawi dan diikuti Pensyarah pada kitabnya”
[I'aanah at Tholibin I/312]
2. Imam Romli:
وَصَلَاةُ الرَّغَائِبِ أَوَّلَ جُمُعَةٍ مِنْ رَجَبٍ وَلَيْلَةَ نِصْفِ شَعْبَانَ بِدْعَتَانِ قَبِيحَتَانِ مَذْمُومَتَانِ وَحَدِيثُهُمَا بَاطِلٌ، وَقَدْ بَالَغَ فِي الْمَجْمُوعِ فِي إنْكَارِهَا، وَلَا فَرْقَ بَيْنَ صَلَاتِهَا جَمَاعَةً أَوْ فُرَادَى كَمَا يُصَرِّحُ بِهِ كَلَامُ الْمُصَنِّفِ، وَمَنْ زَعَمَ عَدَمَ الْفَرْقِ فِي الْأُولَى وَأَنَّ الثَّانِيَةَ تُنْدَبُ فُرَادَى قَطْعًا فَقَدْ وَهَمَ، وَأَيُّ فَرْقٍ بَيْنَهُمَا مَعَ أَنَّ الْمَلْحَظَ بُطْلَانُ حَدِيثِهِمَا، وَأَنَّ فِي نَدْبِهِمَا بِخُصُوصِهِمَا جَمَاعَةً أَوْ فُرَادَى إحْدَاثَ شِعَارٍ لَمْ يَصِحَّ وَهُوَ مَمْنُوعٌ فِي الصَّلَوَاتِ سِيَّمَا مَعَ تَوْقِيتِهِمَا بِوَقْتٍ مَخْصُوصٍ
“Shalat Raghoib awal Jum'at dari bulan Rajab dan malam nisfu sya'ban merupakan bid'ah yang buruk lagi tercela dan haditsnya batil, dan sudah sampai hadits itu dalam kitab Al Majmuu' pengingkarannya. Tidak ada perbedaan antara shalatnya berjamaah atau sendirian sebagaimana diperjelas dengan perkataan pengarang dan orang yang tidak membedakan yang pertama dan yang kedua dianjurkan secara pasti dan perbedaan antara keduanya berserta batal haditsnya dan bahwa anjuran kedua shalat tersebut yang dikhususkan secara berjamaah atau sendirian yang menceritakan syi'ar tidak sah dan terlarang pada shalat-shalat tersebut terutama shalat tersebut dengan waktu yang khusus”.
[Nihaayah al Muhtaaj II/124]
3. Imam Ibn Hajar Al Haitami:
وَالصَّلَاةُ الْمَعْرُوفَةُ لَيْلَةَ الرَّغَائِبِ وَنِصْفِ شَعْبَانَ بِدْعَةٌ قَبِيحَةٌ وَحَدِيثُهَا مَوْضُوعٌ وَبَيْنَ ابْنِ عَبْدِ السَّلَامِ وَابْنِ الصَّلَاحِ مُكَاتَبَاتٌ وَإِفْتَاءَاتٌ مُتَنَاقِضَةٌ فِيهَا بَيَّنْتُهَا مَعَ مَا يَتَعَلَّقُ بِهَا فِي كِتَابٍ مُسْتَقِلٍّ سَمَّيْتُهُ الْإِيضَاحَ وَالْبَيَانُ لِمَا جَاءَ فِي لَيْلَتَيْ الرَّغَائِبِ وَالنِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ.
“Shalat yang terkenal malam Raghoib dan nisfu sya'ban merupakan bid'ah yang buruk dan tercela dan haditsnya madhu'. Ibn Abdissalam dan Ibn Sholah menerangkan kedua shalat ini dan keduanya menulis dan memnfatwakan shalat ini mereka menjelaskan pada kitab yang tersendiri yang mereka namakan Al Iidhoh dan Al Bayaan Telah datang malam Raghoib dan nisfu sya'ban ”.
[Tuhfah al Muhtaaj II/329]
4. Syeikh Qulyubi
وَأَمَّا صَلَاةُ الرَّغَائِبِ وَهِيَ اثْنَتَا عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي أَوَّلِ جُمُعَةٍ مِنْ رَجَبٍ، وَصَلَاةُ مِائَةِ رَكْعَةٍ فِي لَيْلَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ فَهُمَا بِدْعَتَانِ مَذْمُومَتَانِ قَبِيحَتَانِ سَوَاءً فُعِلَتَا جَمَاعَةً أَمْ فُرَادَى.
“Adapun shalat Raghoib yaitu 12 raka'at pada awal Jum'at bulan Rajab dan shalat 100 raka'at pada malam nisfu sya'ban keduanya merupakan bid'ah tercela lagi buruk baik mengerjakannya berjamaah atau sendirian”
[Hasyiyah al Qulyubi I/248]
5. Syeikh Ba'isyan:
ومن البدع القبيحة: صلاة الرغائب أولّ جمعة من رجب، وصلاة نصف شعبان، وحديثهما باطل، كما قاله النووي.
“Sebagian dari Bid'ah yang buruk adalah shalat Raghoib awal Jum'at bulan Rajab dan shalat nisfu sya'ban dan haditsnya bathil sebagaimana dikatakan Imam Nawawi”
[Busyrol Kariim Halaman 320]
6. Syeikh Syibromalisy:
Ketika memberikan komentar dari keterangan Imam Romli dalam kitab Nihaayah yang menyebutkan bahwa shalat Raghoib dan nisfu sya'ban merupakan bid'ah yang buruk beliau menjelaskan:
قَوْلُهُ: بِدْعَتَانِ قَبِيحَتَانِ) وَمَعَ ذَلِكَ فَالصَّلَاةُ نَفْسُهَا صَحِيحَةٌ إذْ غَايَتُهَا أَنَّهَا نَفْلٌ نُهِيَ عَنْهُ لِأَمْرٍ خَارِجٍ وَهُوَ مَا يُؤَدِّي فِعْلُهَا إلَيْهِ فِي هَذَا الْوَقْتِ مِنْ اعْتِقَادِ سُنِّيَّتِهَا بِخُصُوصِهَا. نَعَمْ إنْ نَوَى بِهَا سَبَبًا مُعَيَّنًا كَسُنَّةِ الرَّغَائِبِ فَيَنْبَغِي الْبُطْلَانُ. وَعِبَارَةُ حَجّ فِي رَدِّ كَلَامٍ لِلسُّهْرَوَرْدِيِ: وَمَنْ اسْتَحْضَرَ كَلَامَهُمْ فِي رَدِّ صَلَوَاتٍ ذُكِرَتْ فِي أَيَّامِ الْأُسْبُوعِ عَلِمَ أَنَّهُ لَا تَجُوزُ، وَلَا تَصِحُّ هَذِهِ الصَّلَوَاتُ بِتِلْكَ النِّيَّاتِ الَّتِي اسْتَحْسَنَهَا الصُّوفِيَّةُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَرِدَ لَهَا أَصْلٌ فِي السُّنَّةِ. اهـ.
“(Keterangan Pengarang "Bid'ah yang buruk") meskipun tergolong bid'ah yang buruk maka shalat sendiri sah ketika bermaksud shalat tersebut merupakan shalat sunah yang terlarang sebab perintah yang diluar Yaitu mengerjakan pada waktu ini sebagian dari kepercayaan akan sunahnya secara khusus. Betul! Bila berniat dengan shalat tersebut oleh sebab yang ditentukan seperti sunah Raghoib maka seyogyanya shalatnya batal.
Redaksi kitab Ibn Hajar ketika menjawab perkataan Suhrawardiy: Orang yang meminta mendatangkan perbincangan Ulama tentang shalat-shalat yang disebutkan pada hari-hari mingguan sudah diketahui bahwa shalat tersebut tidak diperbolehkan. Tidak sah shalat-shalat ini dengan niat yang dianggap bagus oleh kalangan Sufi yang tidak berlandaskan dalil dari asal sunah, selesai”
[Hasyiyah as Syibromalisy Ala an Nihaayah II/124
Oleh sebab itu, shalat nisfu sya'ban sebaiknya tidak dilakukan karena Ulama yang menjadi panutan dalam Madzhab Syafi'i sama sekali tidak mengabsahkan shalat nisfu sya'ban dan mereka menganggap bid'ah yang buruk dan tercela, hanya sebagian Ulama Syafi'iyah yang mendukung praktek shalat ini, untuk menghindari perselisihan ini ada satu solusi yang ditawarkan yaitu ketika mau shalat sunah malam nisfu sya'ban jangan niatkan shalat nisfu sya'ban secara khusus tapi niatkan shalat lain seperti shalat sunah mutlak atau berjamaah shalat fardhu, karena yang dinilai bid'ah yang tercela daari keterangan kebanyakan Ulama Syafi'iyah itu kalau niat secara khusus seperti disebutkan Syeikh Bujairomi:
قَوْلُهُ: (وَمِنْ الْبِدَعِ الْمَذْمُومَةِ) أَيْ بِأَنْ قَصَدَ خُصُوصَ الْمَعْنَى الْمَذْكُورِ فِي ذَلِكَ الْوَقْتِ، وَإِلَّا فَهِيَ مِنْ أَفْرَادِ الصَّلَوَاتِ الْمَطْلُوبَةِ مُطْلَقًا ق ل. وَهِيَ تَنْعَقِدُ إذَا لَا مَانِعَ مِنْ انْعِقَادِهَا؛ لِأَنَّهَا مِنْ النَّفْلِ الْمُطْلَقِ.
[Hasyiyah Bujairomi I/429]
Intinya, bila bukan niat shalat nisfu sya'ban secara mutlak seperti shalat sunah mutlak dan lain sebagainya maka tidak dikatakan bid'ah yang tercela atau tidak sah. Karenanya amalkan apa yang menjadi perintah yang benar perintah dan jangan kerjakan apa yang tidak diperintahkan atau yang menjadi pertentangan Ulama tapi seyogyanya hindari perselisihan itu.
Wallahu A'lamu Bis Showaab
Artikel terkait: