1128. PINGSAN APAKAH MEMBATALKAN PUASA?





Pertanyaan:
Sedulur .. tadi di tempat saya ad safari Ramadhan... Menerangkan batalnya puasa.... Tetapi ia sampaikan bahwa PINGSAN itu tidak membatalkan puasa... BENARKAH ?.. Moho penjelasan ustadz yai.
 Jgn ketinggalan REFERENSI nya... Insyaallah akan kami sampaikan pada teman2 jamaah ...
[Viere Viere]

Jawaban:
Kalau kita buka kitab-kitab fiqih tentu kita dapati bahwa syarat sah puasa salah satunya ialah hilang akal, bukankah pingsan hilang akal, berarti batal puasa kalau pingsan, apa semudah itu pemahamannya?


Menurut kalangan Syafi'iyah dengan merujuk pendapat yang adzhar dan dijadikan Madzhab dan kalangan Hanabilah bahwa bila pingsan pasa saat puasa tapi siuman sebentar sebelum tenggelam matahari maka .
puasanya sah, berbeda halnya kalau pingsan sepanjang Hari maka batal puasanya. Hanya saja bila pingsan itu disebabkan ulah dirinya sendiri maka batal puasanya. Sedangkan menurut Malikiyyah pingsan membatalkan puasa kecuali pingsan ringan (sedikit/tidak lama) seperti pertengahan hari atau lebih sedikit.


ويصح صوم المغمى عليه عند الشافعية والحنابلة إن أفاق لحظة من النهار، فإن أطبق الإغماء جميع النهار لم يصح الصوم، ويصح صوم المغمى عليه مطلقاً عند الحنفية، ولا يصح صومه عند المالكية إلا إذا أغمي يسيراً كنصف اليوم فأقل.
“Sah puasa orang pingsan menurut Syafi'iyah dan Hanabilah bila sadar sebentar pada siang hari, sedangkan bila pingsan menguasainya sepanjang hari tidak sah puasanya. Kalangan Hanafiyyah mengabsahkan puasa orang pinsan secara mutlak, sedangkan kalangan Malikiyyah tidak mengabsahkan puasa orang pinsan kecuali bila pingsannya ringan (tidak lama) seperti setengah hari atau kurang dari itu”
[Syeikh Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami Wa Adillatuh, Juz 3 1668]


وَلَوْ نَوَى مِنَ اللَّيْلِ، ثُمَّ أُغْمِيَ عَلَيْهِ، فَالْمَذْهَبُ: أَنَّهُ إِنْ كَانَ مُفِيقًا فِي جُزْءٍ مِنَ النَّهَارِ، صَحَّ صَوْمُهُ، وَإِلَّا، فَلَا، وَهَذَا هُوَ الْمَنْصُوصُ فِي «الْمُخْتَصَرِ» فِي بَابِ الصِّيَامِ.

وَفِيهِ قَوْلٌ: أَنَّهُ تُشْتَرَطُ الْإِفَاقَةُ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ. وَفِي قَوْلٍ: يَبْطُلُ بِالْإِغْمَاءِ وَلَوْ لَحْظَةً فِي النَّهَارِ كَالْحَيْضِ، وَمِنْهُمْ مَنْ أَنْكَرَ هَذَا الْقَوْلَ.
“Bila berniat malam hari kemudian pingsan maka pendapat yang dijadikan Madzhab bila sadar pada bagian siang hari sah puasanya, bila tidak sadar maka tidak sah, inilah yang tertulis Mukhtasar pada bab puasa.
Menurut satu pendapat disyaratkan sadar dari awal siang dan menurut satu pendapat batal puasanya walaupun sadar sebentar pada siang hari seperti haid, sebagian Ulama mengingkari pendapat ini”
[Imam Nawawi, Roudhoh At Tholibin, Juz 2 Halaman 366]


لَا يَضُرُّ إذَا أَفَاقَ إلَخْ) أَيْ: فَإِنْ لَمْ يُفِقْ ضَرَّ مُغْنِي قَوْلُ الْمَتْنِ (إذَا أَفَاقَ لَحْظَةً) ظَاهِرُهُ وَلَوْ كَانَ الْإِغْمَاءُ بِفِعْلِهِ وَفِي حَجّ تَقْيِيدُ عَدَمِ الضَّرَرِ رُبَّمَا إذَا لَمْ يَكُنْ بِفِعْلِهِ فَإِنْ كَانَ بِفِعْلِهِ بَطَلَ صَوْمُهُ ع ش وَقَوْلُهُ بِفِعْلِهِ أَيْ: لِغَيْرِ حَاجَةٍ 
“(Ucapan Mushonnif: Tidak membahayakan bila sadar) artinya bila (pingsan) tidak sadar membahayakan
(Ucapan Mushonnif: Bila sadar sebentar) secara dzohir walaupun pingsannya disebabkan ulah dirinya dan Ibn Hajar membatasi ‘Tidak membahayakan bila pingsan bukan ulah dirinya sendiri dan bila ulah dirinya sendiri batal puasanya artinya karena tanpa hajat”
[Syeikh As Syarwani, Hasyiyah as Syarwani Ala At Tuhfah, Juz 3 Halaman 414]


وَالْأَظْهَرُ) وَفِي الرَّوْضَةِ الْمَذْهَبُ (أَنَّ الْإِغْمَاءَ لَا يَضُرُّ إذَا أَفَاقَ لَحْظَةً مِنْ نَهَارِهِ) أَيَّ لَحْظَةٍ كَانَتْ، اتِّبَاعًا لِزَمَنِ الْإِغْمَاءِ زَمَنَ الْإِفَاقَةِ، فَإِنْ لَمْ يُفِقْ ضَرَّ. وَالثَّانِي وَقَطَعَ بِهِ بَعْضُهُمْ: يَضُرُّ مُطْلَقًا كَالْحَيْضِ. وَالثَّالِثُ: عَكْسُهُ كَالنَّوْمِ. وَالرَّابِعُ: إنْ أَفَاقَ فِي أَوَّلِهِ صَحَّ وَإِلَّا فَلَا، وَمَالَ إلَيْهِ ابْنُ الصَّلَاحِ وَصَحَّحَهُ الْغَزَالِيُّ وَالْفَارِقِيُّ
بِخِلَافِ الْإِغْمَاءِ وَالسُّكْرِ إذَا أَفَاقَ لَحْظَةً مِنْ النَّهَارِ، أَيْ فَيَصِحُّ الصَّوْمُ.
“Menurut pendapat yang adzhar dan dijadikan Madzhab dalam kitab Roudhoh bahwa pingsan tidak membahayakan bila sadar sebentar dari siangnya, artinya sebentar sadar mengikuti masa pingsan, maka bila tidak sadar membahayakan. Kedua: dan yang diputuskan sebagian Ulama membahayakan secara mutlak seperti haid. Ketiga: Tidak membahayakan secara mutlak seperti tidur. Keempat: Bila sadar pada awalnya sah, bila tidak maka tidak sah, yang condong dengan pendapat ini adalah Ibn Shalaah, dishahihkan Al Ghazali dan Al Faariqiy”
[Syeikh Al Khotib As Syarbini, Mughni al Muhtaaj, Juz 2 Halaman 162]

Wallahu A'lamu Bis Showaab

(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama