1232. HUKUM NIKAH DENGAN PERJANJIAN TIDAK INGIN DI JIMA'

Sumber Gambar: hukumonline.com


Pertanyaan:
Assalamu'alaikum.
Izin tanya ustadz..apakah sah aqad nikah jika si prempuan mengadakn prjanjian tidak ingin di jima' dulu sampai waktu tertntu dan si lelaki pun menyetujui perjanjian itu.
Mohon jwaban serta refrensinya.
Wassalamu'alaikum
[Dhen Awaludin]

Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Madzhab Syafi'i mentafsil permasalahan persyaratan pernikahan agar tidak disetubuhi, lebih jelasnya dirinci sebagai berikut:
• Apabila persyaratan atau perjanjian tidak ingin dijima' (disetubuhi) datang dari pihak perempuan maka akad nikah tersebut tidak sah artinya batal karena bertentangan dengan tujuan pernikahan itu sendiri.

• Apabila persyaratan atau perjanjian itu datang dari pihak laki-laki maka akad nikahnya sah, sebab persetubuhan merupakan haknya dia boleh meninggalkannya. Sedangkan memberikan pelayanan merupakan kewajiban isteri, maka dia tidak boleh meninggalkannya.

Dengan demikian, bila perjanjian datang dari pihak perempuan yang mensyaratkan boleh menikahinya asal tidak disetubuhi pada waktu tertentu maka akad nikahnya batal atau tidak sah, beda halnya bila perjanjian itu datang dari pihak laki-laki maka akad nikahnya sah.

فَإِنْ نَكَحَهَا بِشَرْطِ أَنْ لَا يَطَأَهَا أَوْ لَا يَطَأَهَا إلَّا نَهَارًا أَوْ إلَّا مَرَّةً مَثَلًا بَطَلَ النِّكَاحُ أَيْ لَمْ يَصِحَّ إنْ كَانَ الشَّرْطُ مِنْ جِهَتِهَا لِمُنَافَاتِهِ مَقْصُودَ الْعَقْدِ فَإِنْ وَقَعَ الشَّرْطُ مِنْهُ لَمْ يَضُرَّ لِأَنَّ الْوَطْءَ حَقٌّ لَهُ فَلَهُ تَرْكُهُ وَالتَّمْكِينَ حَقٌّ عَلَيْهَا فَلَيْسَ لَهَا تَرْكُهُ
“Apabila menikahi perempuan dengan syarat tidak menyetubuhinya atau tidak menyetubuhinya kecuali pada siang hari atau melainkan sekali batal nikahnya, artinya tidak sah jika syarat itu datang dari pihak perempuan karena bertentangan dengan maksud akad (pernikahan), (tetapi), bila syarat tersebut datang dari pihak dirinya (laki-laki) tidak membahayakan (tidak mengapa) karena persetubuhan merupakan haknya maka bebas baginya meninggalkannya sedangkan memberikan pelayanan merupakan hak bagi perempuan maka tidak diperkenankan baginya meninggalkannya”
[Hawaasyi as Syarwani Ala at Tuhfah VII/312]

Wallahu A'lamu Bis Showaab

(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama