1234. HUKUM MENGUMPULKAN BEBERAPA ISTRI DALAM SATU RUMAH ATAU RANJANG

Sumber Gambar: jurnalgarut.pikiran-rakyat.com


Pertanyaan:
Assalamualaikum,tetanggaku ada yg istrinya 2 di saturumahkan,katanya tidurnya di satukamarkan jdi berhubungan itu kiri kanan,gmn tuh hukum nya?
[Hendra Rahma]

Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Solusi atau cara supaya terhindar hukum haram mengumpulkan dua atau lebih istri dalam satu tempat ialah dengan mendapatkan Ridha mereka.


Bila seseorang punya dua istri atau lebih, maka haram mengumpulkan dua orang istri atau lebih itu pada satu kamar atau ranjang kecuali dengan izin mereka; kalau mereka meminta atau dapat izin mereka tidak lagi dihukumi haram tapi boleh. Larangan mengumpulkan beberapa istri dalam satu tempat itu kalau semisal satu kamar tanpa ada dinding pemisah, kalau ada pemisah seperti terhalang oleh batu, kayu dan lain sebagainya tidak perlu mendapat Ridha atau izin mereka. Ini semua cuma hukum mengumpulkan mereka dalam satu tempat, adapun kalau menyetubuhi salah satu diantara mereka dihadapan yang lain dihukumi makruh tapi dengan syarat sebagian mereka tidak melihat aurat sebagian yang lain atau tidak ada unsur menyakiti kalau tidak dihukumi haram meskipun sekumpulan Ulama menyatakan keharamannya. Kalau seorang suami meminta sebagian istrinya supaya berhubungan intim dengannya dihadapan istri yang lain maka tidak wajib ia menurutinya bahkan diperkenankan menolak dan penolakannya tidak dihukumi nusyuz (durhaka kepada suaminya).

Catatan:
Alasan larangan mengumpulkan beberapa istri dalam satu tempat atau menyetubuhinya karena menyakiti perasaan, merusak pergaulan antara mereka dan jelek menurut etika dan melihat aurat yang tidak diperbolehkan dilihat.

وَلْتُجْمَعَا) أَيْ: الزَّوْجَتَانِ جَوَازًا (دُونَ الرِّضَى) مِنْهُمَا (فِي لَائِقٍ) بِهِمَا (مِنْ مَسْكَنٍ مُنْفَصِلِ الْمَرَافِقِ) مِنْ نَحْوِ مُسْتَرَاحٍ وَبِئْرٍ وَسَطْحٍ وَمَرْقًى إلَيْهِ؛ لِأَنَّهُ كَالْمَسْكَنَيْنِ فَإِنْ لَمْ يَنْفَصِلْ مَرَافِقُهُ لَمْ يَجُزْ جَمْعُهُمَا فِيهِ، وَلَوْ لَيْلَةً إلَّا بِرِضَاهُمَا؛ لِأَنَّهُ يُولِدُ كَثْرَةَ الْمُخَاصَمَةِ وَيُشَوِّشُ الْعِشْرَةَ فَإِنْ رَضِيَتَا بِهِ جَازَ، لَكِنْ يُكْرَهُ وَطْءُ إحْدَاهُمَا بِحَضْرَةِ الْأُخْرَى؛ لِأَنَّهُ بَعِيدٌ عَنْ الْمُرُوءَةِ، وَلَا يَلْزَمُهَا الْإِجَابَةُ إلَيْهِ وَالزَّوْجَاتُ كَالزَّوْجَتَيْنِ فِيمَا ذَكَرَهُ 
“Mengumpulkan dua istri diperbolehkan tanpa Ridha antara keduanya pada satu tempat yang terpisah seperti kamar kecil, Sumur (pakai dinding) karena seperti dua tempat tapi jika tidak terpisah dengan sekat tidak boleh mengumpulkan keduanya didalamnya. Walaupun (mengumpulkan kedua istri dalam satu tempat tanpa penyekat) semalam kecuali dengan Ridha keduanya karena memicu konflik (pertengkaran) dan merusak pergaulan tapi jika ada Ridha mereka diperbolehkan, namun makruh menyenggamai salah satu dari keduanya dihadapan yang lain karena jauh dari kehormatan diri dan tidak wajib (bagi salah satu istri) melayaninya dan beberapa orang istri seperti dua orang”
[Syarh al Bahjah IV/220]

وَ) يَحْرُمُ (أَنْ يَجْمَعَ) وَلَوْ لَيْلَةً وَاحِدَةً (بَيْنَ ضَرَّتَيْنِ) فَأَكْثَر (فِي مَسْكَنٍ) أَيْ بَيْتٍ وَاحِدٍ لِمَا بَيْنَهُمَا مِنْ التَّبَاغُضِ (إلَّا بِرِضَاهُمَا) فَيَجُوزُ الْجَمْعُ بَيْنَهُمَا؛ لِأَنَّ الْحَقَّ لَهُمَا، وَلَوْ رَجَعَا بَعْدَ الرِّضَا كَانَ لَهُمَا ذَلِكَ. -إلى أن قال- قَالَ الشَّيْخَانِ: كُرِهَ أَنْ يَطَأَ إحْدَاهُمَا بِحَضْرَةِ الْأُخْرَى؛ لِأَنَّهُ بَعِيدٌ عَنْ الْمُرُوءَةِ، وَظَاهِرُهُ كَرَاهَةُ التَّنْزِيهِ، وَبِهِ صَرَّحَ الْمُصَنِّفُ فِي تَعْلِيقِهِ عَلَى التَّنْبِيهِ، وَقَضِيَّةُ كَلَامِ جَمَاعَةٍ تَحْرِيمُ ذَلِكَ، وَصَرَّحَ بِهِ الْقَاضِي أَبُو الطَّيِّبِ، وَصَوَّبَهُ الْأَذْرَعِيُّ، وَقَالَ إنَّهُ مُقْتَضَى نَصِّهِ فِي الْأُمِّ لِمَا فِي ذَلِكَ مِنْ سُوءِ الْعِشْرَةِ وَطَرْحِ الْحَيَاءِ اهـ.

وَيُمْكِنُ الْجَمْعُ بَيْنَهُمَا بِأَنْ يَكُونَ مَحَلُّ التَّحْرِيمِ إذَا كَانَتْ إحْدَاهُمَا تَرَى عَوْرَةَ الْأُخْرَى، وَلَوْ طَلَبَ الزَّوْجُ ذَلِكَ وَامْتَنَعَتْ لَمْ يَلْزَمْهَا الْإِجَابَةُ، وَلَا تَصِيرُ نَاشِزَةً بِالِامْتِنَاعِ قَالَهُ الشَّيْخَانِ مَعَ قَوْلِهِمَا بِكَرَاهَةِ الْوَطْءِ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ
“Diharamkan mengumpulkan antara dua istri walaupun satu malam atau lebih pada satu tempat artinya satu rumah sebab antara keduanya membencinya kecuali dengan Ridha keduanya (kalau dengan Ridha keduanya)boleh dikumpulkan antara keduanya karena Haq keduanya meskipun sesudah Ridha keduanya mencabut Ridha itu.. - Sampai Ungkapan:- Berkata As Syaikhon (Imam Nawawi dan Rofi'i) : Dimakruhkan menyenggamai salah satu dari keduanya dengan hadir yang lain karena jauh dari etika kehormatan, secara dzohir Makruh tanzih demikian ini dinyatakan Pengarang dalam ta'liqnya atas kitab At Tanbih dan sekumpulan Ulama menetapkan keharamannya dan dinyatakan pula oleh Al Qodhy Abu Thoyib dan diklaim Al Adzro'i sebagai pendapat yang benar, beliau (Al Adzro'i) mengatakan seperti itulah keterangan dalam kitab Al Umm karena sebagian dari kejelekan pergaulan dan mengurangi rasa malu.
Kemungkinan mengumpulkan antara keduanya yang berhukum haram itu bila salah satunya melihat aurat yang lain walaupun suami meminta hal tersebut dan menolaknya tidak wajib melayani kehendak suaminya dan penolakannya tidak dikategorikan nusyuz seperti dikemukakan As Syaikhon berserta pendapat keduanya yang menyatakan makruh menyenggamai dalam keadaan ini”
[Mughni al Muhtaaj IV/417]

قَوْلُهُ: (إلَّا بِرِضَاهُنَّ) فَإِنْ رَضِينَ بِهِ جَازَ، لَكِنْ يُكْرَهُ وَطْءُ إحْدَاهُنَّ بِحَضْرَةِ الْبَقِيَّةِ؛ لِأَنَّهُ بَعِيدٌ عَنْ الْمُرُوءَةِ، وَلَا تَلْزَمُهَا الْإِجَابَةُ إلَيْهِ. وَلَوْ كَانَ فِي دَارٍ حَجْرٍ أَوْ عُلْوٍ وَسُفْلٍ جَازَ إسْكَانُهُنَّ مِنْ غَيْرِ رِضَاهُنَّ إنْ تَمَيَّزَتْ الْمَرَافِقُ وَلَاقَتْ الْمَسَاكِنُ بِهِنَّ. اهـ. شَرْحُ الْمَنْهَجِ.

وَقَوْلُهُ: " لَكِنْ يُكْرَهُ وَطْءُ إلَخْ " الْمَدَارُ عَلَى عِلْمِهِ بِعِلْمِ إحْدَى ضَرَّاتِهَا بِذَلِكَ مِنْ غَيْرِ تَجَسُّسٍ مِنْهَا وَإِنْ لَمْ يَكُنْ ذَلِكَ بِحُضُورِهَا، وَمَحَلُّ الْكَرَاهَةِ حَيْثُ لَمْ يَقْصِدْ أَذِيَّةَ غَيْرِهَا وَلَمْ يَرَيْنَ شَيْئًا مِنْ عَوْرَتِهَا وَإِلَّا حَرُمَ، وَعَلَى هَذَا يُحْمَلُ الْقَوْلُ بِالتَّحْرِيمِ وَعَلَى الْحَالَةِ الْأُولَى يُحْمَلُ الْقَوْلُ بِالْكَرَاهَةِ. وَيَحْرُمُ التَّمْكِينُ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ عَلَى الْمَرْأَةِ أَيْضًا؛ لِأَنَّهُ إقْرَارٌ عَلَى مَعْصِيَةٍ. وَقَوْلُهُ: أَوْ عُلْوٍ وَسُفْلٍ وَالْخِيَرَةُ فِي ذَلِكَ أَيْ فِي تَسْكِينِ بَعْضِهِنَّ فِي الْعُلْوِ وَبَعْضِهِنَّ فِي السُّفْلِ لِلزَّوْجِ حَيْثُ كَانَا أَيْ الْعُلْوُ وَالسُّفْلُ لَائِقَيْنِ بِهِنَّ ع ش عَلَى م ر.
[Hasyiyah Bujairimi ala al Khotib III/464]

Walllahu A'lamu Bis Showaab

(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama