1325. YANG WAJIB MENAFKAHI ANAK PASCA PERCERAIAN DAN HAK ASUH BERADA PADA IBUNYA

Sumber gambar: kumparan



Pertanyaan:
Assalamualaikum wr.wb.
Semua.izin bertanya .apakah bnar hukumnya wajib seorang ayah menafkahi anaknya yg hak asuhnya diberikan kepda istri(maksudnya suami istri dan cerai gituh)??
Dan apakah dibolehkan seorang mantan suami itu berhubungn(ya kaya chattingan gituh di wa )nanyain kabar tntg anaknya trus apakah statusnya masih makhrom??
Mohon minta tolong penjelasannya pak yai/bu nyai🙏🏻

#maaf kalo mungkin kata2nya sdikit kurang dimengerti🙏🏻


Terimakasih semua....
[Mawar W]

Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

1. Seorang ayah tetap diwajibkan menafkahi anaknya meskipun ayah dan ibunya sudah bercerai dan meskipun hak asuh pada ibunya bahkan andai hak asuh berada pada ibunya sang ayah tidak bisa dilarang memberikan pendidikan kepada anaknya. Karena hubungan anak dengan orang tua tidak dikenal adanya mantan, karena itu anak tetap lah menjadi darah daging ayahnya yang tidak akan berubah status dengan berpisah orang tuanya. Itu semua (ayah wajib menafkahi anaknya) selagi sang anak tidak ada harta dan belum mampu bekerja dan bila sebaliknya tidak lah wajib.

(قَالَ الشَّافِعِيُّ) : فَإِذَا افْتَرَقَ الْأَبَوَانِ وَهُمَا فِي قَرْيَةٍ وَاحِدَةٍ فَالْأُمُّ أَحَقُّ بِوَلَدِهَا مَا لَمْ تَتَزَوَّجْ وَمَا كَانُوا صِغَارًا فَإِذَا بَلَغَ أَحَدُهُمْ سَبْعًا أَوْ ثَمَانِ سِنِينَ وَهُوَ يَعْقِلُ خُيِّرَ بَيْنَ أَبِيهِ وَأُمِّهِ وَكَانَ عِنْدَ أَيِّهِمَا اخْتَارَ، فَإِنْ اخْتَارَ أُمَّهُ فَعَلَى أَبِيهِ نَفَقَتُهُ وَلَا يُمْنَعُ مِنْ تَأْدِيبِهِ، قَالَ وَسَوَاءٌ فِي ذَلِكَ الذَّكَرُ وَالْأُنْثَى وَيَخْرُجُ الْغُلَامُ إلَى الْكُتَّابِ وَالصِّنَاعَةِ إنْ كَانَ مِنْ أَهْلِهَا وَيَأْوِي عِنْدَ أُمِّهِ وَعَلَى أَبِيهِ نَفَقَتُهُ وَإِنْ اخْتَارَ أَبَاهُ لَمْ يَكُنْ لِأَبِيهِ مَنْعُهُ مِنْ أَنْ يَأْتِيَ أُمَّهُ وَتَأْتِيَهُ فِي الْأَيَّامِ
Imam Syafi'i berkata : "Apabila orang tua anak berpisah dan keduanya berada pada satu daerah maka ibu lebih berhak terhadap anaknya selagi sang ibu belum menikah dan ketika mereka mempunyai beberapa anak kecil maka bila salah seorang diantara mereka sudah menginjak usia 7 tahun atau 8 tahun yaitu usia sudah berakal ia disuruh memilih antara ikut ayahnya dan ibunya dan jika ia memilih ibunya maka ayahnya yang menafkahi dirinya dan sang ayah tidak dilarang memberikan pendidikan terhadapnya, sama saja dia laki-laki dan perempuan, sedangkan jika ia memilih ayahnya sang ayah tidak diperkenankan mencegah ia mengunjungi ibunya dan ibunya mengunjungi dirinya pada hari-hari tertentu".
[Al Umm V/99]

فَحَكَى ابْنُ الْمُنْذِرِ قَالَ: أَجْمَعَ أَهْلُ الْعِلْمِ عَلَى أَنَّ نَفَقَةَ الْوَالِدَيْنِ الْفَقِيرَيْنِ اللَّذَيْنِ لَا كَسْبَ لَهُمَا، وَلَا مَالَ، وَاجِبَةٌ فِي مَالِ الْوَلَدِ، وَأَجْمَعَ كُلُّ مَنْ نَحْفَظُ عَنْهُ مَنْ أَهْلِ الْعِلْمِ، عَلَى أَنَّ عَلَى الْمَرْءِ نَفَقَةَ أَوْلَادِهِ الْأَطْفَالِ الَّذِينَ لَا مَالَ لَهُمْ.
وَلِأَنَّ وَلَدَ الْإِنْسَانِ بَعْضُهُ، وَهُوَ بَعْضُ وَالِدِهِ، فَكَمَا يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يُنْفِقَ عَلَى نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ كَذَلِكَ عَلَى بَعْضِهِ وَأَصْلِهِ. إذَا ثَبَتَ هَذَا، فَإِنَّ الْأُمَّ تَجِبُ نَفَقَتُهَا، وَيَجِبُ عَلَيْهَا أَنْ تُنْفِقَ عَلَى وَلَدِهَا إذَا لَمْ يَكُنْ لَهُ أَبٌ وَبِهَذَا قَالَ أَبُو حَنِيفَةَ وَالشَّافِعِيُّ
Ibnu Mundzir menceritakan, Ia berkata: "Ahlul Ilmi sudah sepakat bahwa nafkah orang tua yang faqir yang tidak mempunyai penghasilan dan tidak pula harta wajib dari harta anak dan semua ahlul Ilmi yang saya hafal sudah sepakat wajib menanggung nafkah anak-anaknya yang masih kecil, yang tidak memiliki harta. Karena anak seseorang adalah darah dagingnya, dia bagian dari orang tuanya. Sebagaimana dia berkewajiban memberi nafkah untuk dirinya dan keluarganya, dia juga berkewajiban memberi nafkah untuk darah dagingnya dan asalnya". Bila sudah jelas demikian maka ibu wajib menafkahinya dan wajib atasnya menafkahi anaknya bila sang anak tidak punya ayah, berpendapat pula Abu Hanifah dan Syafi'i.
[Al Mughni Li Ibn Qudamah Al Hambali VIII/212]

وقد استفيد مما تقدم أن الولد القادر على الكسب اللائق به لا تجب نفقته بل يكلف الكسب بل قد يقال أنه داخل في الغني المذكور ويستثنى مالوكان مشتغلا بعلم شرعي ويرجى منه النجابة والكسب يمنعه منه فتجب نفقته حينئذ ولا يكلف الكسب
[Hasyiyah Al Bajuri II/178]

2. Chat dengan mantan istri Sebagaimana chat dengan non mahram karena dengan adanya perceraian dan habis masa iddahnya maka status mereka pasutri berubah menjadi non mahram, karenanya bila ada hajat seperti menanyai anak diperbolehkan, tapi kalau mantan istri sudah menikah hendaknya jangan sering dilakukan karena akan memicu pertengkaran dan merusak hubungan keluarga mereka tetapi hendaknya terlebih dahulu minta izin suaminya kalau perlu langsung mengunjungi anaknya kerumah kediamannya. Wallahu A'lam

Mengenai masalah chat/telpon non mahram buka link website kami dibawah 👇


(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama