1347. AIR CAMPURAN DAGING BEWARNA MERAH NAJISKAH?





Pertanyaan:
Assalamualaikum

Admin boleh bertanya?
Daging yg di giling yang tercampur air sehingga airnya itu merah tercampur darah n campur dgn daging. Di hukumi apa kira"?
[Ahmad Rajib]

Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Para Ulama dari kalangan Syafi'iyah menyebutkan bahwa Darah yang tersisa pada daging dima'fu (najis dimaafkan/tidak dianggap najis). Namun, Disyaratkan daging itu tidak bercampur dengan sesuatu yang lain. Tetapi misalnya bercanda dengan sesuatu yang lain seperti sebelum dimasukkan pada wadah memasak sempat dibasuh dengan air lalu dimasak dan ketika dimasak air masakan berubah warna merah (darah) maka tidak lagi dima'fu. Maka oleh karena itu, bila daging digiling sebelum dibasuh dan baru dimasukkan pada air masakan maka warna air berubah menjadi warna merah maka dima'fu, tapi bila dicampur air sebelum dimasak maka tidak dima'fu. Jadi, bila daging yang digiling lalu dicampur dengan air, maka kalau air tersebut bukan air masakan maka dihukumi najis tidak dima'fu dan harus dihilangkan terlebih dahulu darahnya seperti ditiriskan sampai tidak lagi berwarna merah.

قال الشرقاوي قوله دم أي وإن سال من كبد وطحال ومنه الباقي على اللحم والعظام
لكن إذا طبخ اللحم بماء وصار الماء متغير اللون بواسطة الدم الباقي عليه فإنه لا يضر
ولا فرق في ذلك بين أن يكون الماء وارداً أو موروداً هذا إذا لم يغسل قبل وضعه في
القدر كلحم الضأن فإن غسل قبل ذلك كلحم الجاموس وصار الماء متغيراً بما ذكر فإنه
يكون مضراً لأن شرط إزالة النجاسة ولو معفواً عنها زوال الأوصاف فلا بد من غسله
قبل الوضع حتى تصفو الغسالة أفاده خضر وقرر شيخنا عطية أنه يعفى عن الدم الذي
على اللحم إذا لم يختلط بماء وإلا فلا يعفى عنه كما يقع في مجاز غير الضأن أما الضأن
فلا يختلط لحمه بماء وهذا التفصيل في غير ماء الطبخ أما هو كأن خرج من اللحم ماء
وغير الماء فلا يضر سواء كان الماء وارداً أو موروداً، فالتفصيل في الدم الذي على اللحم
إنما هو قبل وضعه في القدر، والذي سمعته من شيخنا الحفني ما قاله خضر اه
Syarqowi berkata, “Perkataannya ‘م َد’ (darah), maksudnya,
darah dihukumi najis meskipun mengalir dari hati atau
limpa. Termasuk najis adalah darah yang masih tersisa pada daging dan tulang, tetapi ketika daging tersebut dimasak
dengan air dan air tersebut menjadi berubah warnanya sebab
darah yang tersisa pada daging maka air itu dihukumi suci,
tidak najis, baik air itu sebagai warid (yang mendatangi
daging) atau maurud (yang didatangi daging). Kesucian air
ini jika memang daging itu belum dibasuh sebelum
dimasukkan ke dalam panci, seperti daging kambing. Akan
tetapi, apabila daging tersebut telah dibasuh terlebih dahulu
dengan air sebelum dimasukkan ke dalam panci, seperti
daging kerbau, kemudian air panci itu berubah sebab darah
dagingnya, maka air panci itu dihukumi najis, karena syarat
menghilangkan najis meskipun najis ma’fu adalah
menghilangkan sifat-sifatnya. Oleh karena itu, wajib terlebih
dahulu membasuh daging dengan air sebelum dimasukkan
ke dalam panci sampai air basuhan itu menjadi bening atau
tidak merah lagi. Demikian ini semua difaedahkan oleh
Khodir.
Syaikhuna Atiah menetapkan bahwa dihukumi ma’fu darah
yang masih tersisa pada daging selama darah tersebut tidak
tercampur dengan air, tetapi jika telah tercampur maka tidak
dima’fu, seperti yang terjadi di tempat-tempat pemotongan
hewan selain kambing. Adapun kambing maka dagingnya
tidak bisa tercampur dengan air. Rincian tercampur tidaknya
darah dengan air ini berlaku pada selain air untuk memasak
daging. Sedangkan air untuk memasaknya, seperti daging
mengeluarkan air atau selainnya, maka tidak
membahayakan, baik air tersebut warid atau maurud.
Jadi, rincian yang dinyatakan oleh Syeh Atiah adalah rincian
tentang darah yang masih tersisa pada daging dan daging
tersebut belum dimasukkan ke dalam panci yang berisi air.
Adapun keterangan yang aku dengar dari Syaikhuna Hafani
adalah keterangan yang dikatakan oleh Khodir.”
[Kaasyifah as Sajaa Halaman 174, Cet. Daar al Haawi]

Wallahu A'lamu Bis Showaab

(Dijawab oleh : Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama