Sumber gambar: bincang syariah
Pertanyaan:
Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh para habaib, Ulama, Kiyai dan Asaatidzah
Mohon jawabannya 🙏🏻
1. Ketika para perempuan berjamaah sholat jahar (maghrib,isya,subuh) apakah suara imamnya (yang mengimami perempuan) juga ikut jahar/nyaring, sebagai mana ketika laki2 menjadi imam bacaannya jahar/nyaring?
2. Ketika kami membaca wirid setelah maghrib seperti wirdul lathif, rathibul haddad, rathibul athas, belum selesai keburu adzan berkumandang di masjid, apakah kami teruskan bacaan wiridnya atau setop mendengarkan adzan?
3. Keterangan ini
ﻭَﺇِﻥَّ اﻟْﻤَﺮْﺃَﺓَ ﺇِﺫَا ﺻَﻠَّﺖْ ﻭَﻟَﻢْ ﺗَﺪْﻉُ ﻟﺯﻭﺟﻬﺎ ﺭُﺩَّﺕْ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﺻَﻼَﺗُﻬَﺎ ﺣَﺘَّﻰ ﺗَﺪْﻋُﻮَ ﻟِﺰَﻭْﺟِﻬَﺎ .
Maksudnya bagaimana yah? saya lupa
Afwan jiddan jika banyak bertanya,, biasanya saya bertanya 1 pertanyaan saja, tapi karena ada beberapa dari Alim Ulama yang sudah bergabung, maka saya berharap masing-masing Ulama bisa membantu menjawab pertanyaan saya
[Al Faqir]
Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh
1. Imam shalat Jamaah perempuan yang mana imamnya perempuan Juga disunahkan mengeraskan bacaan pada shalat yang Sunah dikeraskan seperti shalat Maghrib, Isya dan Shubuh sebagaimana Imamnya laki-laki. Namun, ukuran kerasnya tidak seperti bacaan laki-laki tapi dipelankan sedikit. Namun, kesunahan ini dibatasi sekiranya mereka shalat sesama jenis dan tidak ada lelaki non mahram disitu, bila memang demikian adanya maka tidak sunah bacaannya dikeraskan tapi berubah hukum ini dengan disunahkan bacaannya dipelankan, dan bila mereka mengeraskan bacaan ketika itu hukumnya makruh karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Demikian pula bila ada khuntsa tidak sunah dikeraskan bacaannya.
ومحل الجهر في حق المرأة والخنثى, حيث لم يسمع أجنبي, وإلا فيسن لها الإسرار, ويسن إسرار الأنثى بحضرة الخنثى؛ لاحتمال ذكورته, وكذلك إسرار الخنثى بحضرة الخنثى؛ لاحتمال أنوثة الأول, وذكورة الثاني, وعلم من ذلك أن الخنثى كالمرأة؛ يجهر بحضرة النساء.
“Letak anjuran mengeraskan bacaan pada hak perempuan dan khuntsa (waria) ketika lelaki non mahram tidak mendengar dan Jika tidak, disunahkan baginya memelankan bacaannya.
Disunahkan perempuan memelankan bacaannya dengan dihadiri khuntsa karena besar kemungkinan ia perempuan, demikian pula disunahkan khuntsa memelankan bacaannya dengan dihadiri khuntsa karena besar kemungkinan ia perempuan yang pertama dan laki-laki yang kedua. Dari keterangan tersebut dapat diketahui bahwa khuntsa seperti perempuan mengeraskan bacaan dengan dihadiri perempuan”
[Hasyiyah Al Bajuri Ala Ibn Qosim I/167, Cet. Nurul Ilmi Surabaya]
(و) سن (الجهر) بالقراءة في الصلاة الجهرية لغير مأموم؛ لكراهته في غير ما مر عليه، و (لغير إمرأة) وخنثى (بحضرة) الرجال (الأجانب)؛ لكراهته لهما حينئذٍ؛ لخوف الفتنة، ويندب لهما في الخلوة وبحضرة المحارم والنساء، لكن دون جهر الرجل.
“Dan disunahkan mengeraskan bacaan pada shalat Jahriyyah (bacaannya dikeraskan) selain Makmum karena Makruh selain disebutkan itu dan selain perempuan dan khuntsa dengan dihadiri lelaki non mahram karena Makruh keduanya mengeraskan bacaan ketika itu, karena dikawatirkan menimbulkan fitnah dan disunahkan bagi keduanya (perempuan dan khuntsa) mengeraskan bacaan saat shalat sendirian dan dengan dihadiri para mahram dan sesama perempuan, tapi tidak sebagaimana lelaki mengeraskan bacaannya”.
[Busyrol Kariim I/76, Cet. Al Haromain]
2. Baca selengkapnya disini 👇
https://tanya-jawab-seputar-islam.blogspot.com/2017/05/0585-adab-saat-belajar-atau-mengajar.html?m=1
3. Ungkapan itu merupakan redaksi yang tertulis dalam kitab Tanbihul Ghoofilin yang merupakan kitab karangan Syekh Abu Laits As Samarkandiy. Lengkapnya seperti ini:
وَعَنِ الْحَسَنِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , أَنَّهُ قَالَ: " إِذَا هَرَبَتِ الْمَرْأَةُ مِنْ بَيْتِ زَوْجِهَا لَمْ تُقْبَلْ لَهَا صَلَاةٌ حَتَّى تَرْجِعَ وَتَضَعَ يَدَهَا فِي يَدِهِ، وَتَقُولُ: اصْنَعْ بِي مَا شِئْتَ، وَإِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا صَلَّتْ وَلَمْ تَدْعُ لِزَوْجِهَا رُدَّتْ عَلَيْهَا صَلَاتُهَا حَتَّى تَدْعُوَ لِزَوْجِهَا "
Artinya: Dari Hasan, Nabi bersabda:” Ketika seorang istri lari meninggalkan suami tanpa alasan nyata (hak), maka selama itu salatnya tidak diterima, hingga ia menyerah kepada suaminya, dan menyatakan: ” Lakukanlah sesuka hatimu kepadaku. Dan seorang istri ketika salat tidak mendoakan suaminya, maka salatnya ditolak hingga mau mendoakannya.
[Tanbihul Ghoofilin, Bab Hak suami terhadap istrinya, Halaman 186, Cet. Al Haromain Jeddah Indonesia]
Wallahu A'lamu Bis Showaab
(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)
Link Diskusi:
• Baca artikel terkait: