1610. LARANGAN MENGIKAT RAMBUT KETIKA SHALAT

Sumber gambar: konsultasi syariah

Pertanyaan:
Assalamu a'laikum.... Bgmna pndpt ni apkh bnr krana sy wnta kbtln rmbt sy pnjng d sslu sy ikt ktkh shlt
[Mani

Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Larangan mengikat rambut ketika shalat memang berdasarkan hadits yang Shahih yang diriwayatkan Imam Bukhari, Imam Muslim dan Imam Ahli hadits yang lain, yang mana kesahihannya tidak diragukan lagi, seperti riwayat Imam Muslim berikut:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ رَأَى عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الْحَارِثِ يُصَلِّى وَرَأْسُهُ مَعْقُوصٌ مِنْ وَرَائِهِ فَقَامَ فَجَعَلَ يَحُلُّهُ فَلَمَّا انْصَرَفَ أَقْبَلَ إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ فَقَالَ مَا لَكَ وَرَأْسِى فَقَالَ إِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ إِنَّمَا مَثَلُ هَذَا مَثَلُ الَّذِى يُصَلِّى وَهُوَ مَكْتُوفٌ

Dari ‘Abdullah ibn ‘Abbas ra, bahwasanya ia melihat ‘Abdullah ibn al-Harits shalat dan kepalanya (rambutnya) diikat di belakangnya. Ibn ‘Abbas lalu berdiri dan melepaskan ikatan tersebut. Ketika selesai shalat, ‘Abdullah ibn al-Harits menghadap Ibn ‘Abbas dan berkata: “Apa urusan anda dengan kepalaku?” Ibn ‘Abbas menjawab: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya perumpamaan yang seperti ini adalah seperti orang yang shalat dalam keadaan diikat/dibelenggu.” (Shahih Muslim bab a’dla`is-sujud wan-nahy ‘an kaffis-sya’r wats-tsaub wa ‘akshir-ra`s fis-shalat no. 1129, juga Diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Dawud dan Nasai).

Adapun hadits yang disebutkan dalam gambar yang menunjukkan artinya saja diriwayatkan Imam Ibnu Abi Syaibah dengan Isnad yang Shahih sebagaimana dikutip Imam Syaukani dalam Nailul Author, redaksinya:

أَنَّهُ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَرَأَى فِيهِ رَجُلًا يُصَلِّي عَاقِصًا شَعْرَهُ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ: إذَا صَلَّيْت فَلَا تَعْقِصْ شَعْرَك فَإِنَّ شَعْرَك يَسْجُدُ مَعَك، وَلَك بِكُلِّ شَعْرَةٍ أَجْرٌ، فَقَالَ الرَّجُلُ: إنِّي أَخَافُ أَنْ يَتَتَرَّبَ فَقَالَ: تَتْرِيبُهُ خَيْرٌ لَك وَقَالَ ابْنُ عُمَرَ لِرَجُلٍ رَآهُ يُصَلِّي مَعْقُوصًا شَعْرُهُ: أَرْسِلْهُ لِيَسْجُدَ مَعَك.
Sahabat Ibnu Mas'ud mana kala menegur orang yang shalat dalam keadaan rambut terikat berkata "Jika anda sholat, jangan diikat rambut anda. Karena rambut anda akan ikut sujud bersama anda. Dan anda mendapat pahala, dari setiap helai rambut anda".

Berbicara mengenai hadits tentang ini memang tidak terhitung karenanya itu sudah dianggap cukup. Kemudian larangan mengikat rambut ketika shalat itu sebenarnya berlaku juga diluar shalat, namun kalau didalam shalat menurut pendapat Mayoritas Ulama termasuk kalangan Syafi'iyah larangan tersebut hanya berhukum makruh tanzih saja yakni murni makruh tidak haram, karenanya bila ada orang yang shalat dalam keadaan rambutnya terikat sahlah shalatnya. 

Yang menjadi catatan penting bahwa larangan mengikat rambut tersebut tidak dibedakan baik mengikatnya dari belakang, depan dan sebagainya tetap dilarang. Larangan tersebut mempunyai hikmah bahwa mencegah rambut ikut serta sujud.

Larangan mengikat rambut ketika shalat seperti disebutkan di atas hanya berlaku bagi kaum laki-laki, tidak bagi kaum perempuan dengan alasan Sebagaimana dikemukakan Imam Al Iroqi bahwa rambut bagi kaum perempuan adalah aurat bila mereka melepaskan rambut mereka (dalam keadaan tidak terikat) khususnya bagi yang punya rambut yang panjang maka dikhawatirkan rambut itu akan keluar dan bila ini terjadi batal shalatnya tidak sebagaimana dengan kaum laki-laki.

Bagi kaum laki-laki untuk mengamalkan intisari dari hadits tersebut diatas juga mesti harus diperhatikan bahwa pada dasarnya memang dilarang mengikat rambut ketika shalat dengan hikmah agar rambut itu juga ikut sujud, tapi jangan dipahami sepintas lalu bahwa Ulama Syafi'iyah membuat suatu cabang hukum bahwa ketika sujud jangan ada sesuatu yang menghalangi dahi ditempat sujud, artinya semua bagian dahi bila rambut itu tidak tumbuh didahi, ketika ada rambut kepala misalnya terurai di semua bagian dahi maka tidak sah shalatnya, kecuali hanya sebagian dahi saja. Atas dasar ini sebaiknya bagi yang punya rambut gondrong hendaknya memperhatikan hal ini, upayakan ketika shalat memakai peci agar kiranya tidak ada rambut terurai didahi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa larangan mengikat rambut memang benar ada larangan, tapi larangan tersebut bagi kaum laki-laki tidak bagi kaum perempuan Sebagaimana sudah dijelaskan dan hendaknya juga memperhatikan syarat-syarat Sujud yang dijelaskan dalam kitab fiqih.

اتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى النَّهْيِ عَنِ الصَّلَاةِ وَثَوْبُهُ مُشَمَّرٌ أَوْ كُمُّهُ أَوْ نَحْوُهُ أَوْ رَأْسُهُ مَعْقُوصٌ أَوْ مَرْدُودٌ شَعْرُهُ تَحْتَ عِمَامَتِهِ أَوْ نَحْوُ ذَلِكَ فَكُلُّ هَذَا مَنْهِيٌّ عَنْهُ بِاتِّفَاقِ الْعُلَمَاءِ وَهُوَ كَرَاهَةُ تَنْزِيهٍ فَلَوْ صَلَّى كَذَلِكَ فَقَدْ أَسَاءَ وَصَحَّتْ صَلَاتُهُ وَاحْتَجَّ فِي ذَلِكَ أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ جَرِيرٍ الطَّبَرِيُّ بِإِجْمَاعِ العلماء وحكى بن الْمُنْذِرِ الْإِعَادَةَ فِيهِ عَنِ الْحَسَنِ الْبَصْرِيِّ ثُمَّ مذهب الجمهور أن النهي مطلقا لِمَنْ صَلَّى كَذَلِكَ سَوَاءٌ تَعَمَّدَهُ لِلصَّلَاةِ أَمْ كَانَ قَبْلَهَا كَذَلِكَ لَا لَهَا بَلْ لِمَعْنًى آخَرَ وَقَالَ الدَّاوُدِيُّ يَخْتَصُّ النَّهْيُ بِمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ لِلصَّلَاةِ وَالْمُخْتَارُ الصَّحِيحُ هُوَ الْأَوَّلُ وَهُوَ ظَاهِرُ الْمَنْقُولِ عَنِ الصَّحَابَةِ وَغَيْرِهِمْ وَيَدُلُّ عَلَيْهِ فعل بن عَبَّاسٍ الْمَذْكُورُ هُنَا قَالَ الْعُلَمَاءُ وَالْحِكْمَةُ فِي النَّهْيِ عَنْهُ أَنَّ الشَّعْرَ يَسْجُدُ مَعَهُ وَلِهَذَا مَثَّلَهُ بِالَّذِي يُصَلِّي وَهُوَ مَكْتُوفٌ
Para ulama sepakat atas larangan shalat dengan baju yang digulung, atau bagian pergelangan tangannya, atau yang lainnya. Atau kepala yang diikat atau yang diikat itu rambutnya di bawah sorbannya, atau semacam itu. Semuanya ini dilarang, dan ulama sepakat dalam hal ini. Larangannya termasuk karahah tanzih (dibenci karena kepatutan). Jadi seandainya seseorang shalat dalam keadaan seperti itu, maka ia telah berbuat jelek meski shalatnya tetap sah. Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir at-Thabari berhujjah dalam hal ini dengan berdasar pada ijma’ (kesepakatan) ulama. Sementara Ibnul-Mundzir menceritakan dari al-Hasan al-Bashri bahwasanya ia mengharuskan mengulangi lagi shalatnya. Kemudian madzhab jumhur ulama menyatakan bahwa larangan ini berlaku secara mutlak (umum) bagi yang akan shalat dalam keadaan itu, baik itu ia sengaja melakukannya untuk shalat, atau sebelumnya ia seperti itu, bukan ketika untuk shalat saja, melainkan untuk sesuatu hal yang lain. Sementara Imam ad-Dawudi menyatakan bahwa larangan itu khusus untuk yang melakukannya dalam shalat saja. Tetapi yang tepat dan shahih adalah yang pertama (jumhur), sebab kesimpulan seperti itu dinukil dari shahabat dan selain mereka. Sikap Ibn ‘Abbas yang sudah disebutkan di atas (kepada ‘Abdullah ibn al-Harits) juga menunjukkan demikian. Para ulama menjelaskan bahwa hikmah larangan di atas adalah rambut juga harus ikut sujud bersamanya. Oleh sebab itu Nabi saw menyamakannya dengan orang yang shalat dalam keadaan diikat/dibelenggu—maksudnya tidak semua anggota badannya ikut dalam gerakan shalat.
[Syarh an Nawawi Ala Muslim IV/209]

وَالْحِكْمَةُ فِي ذَلِكَ أَنَّ الشَّعْرَ يَسْجُدُ مَعَهُ إذَا سَجَدَ وَفِيهِ امْتِهَانٌ لَهُ فِي الْعِبَادَةِ، قَالَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ فِيمَا رَوَاهُ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ فِي الْمُصَنَّفِ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ إلَيْهِ أَنَّهُ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَرَأَى فِيهِ رَجُلًا يُصَلِّي عَاقِصًا شَعْرَهُ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ: إذَا صَلَّيْت فَلَا تَعْقِصْ شَعْرَك فَإِنَّ شَعْرَك يَسْجُدُ مَعَك، وَلَك بِكُلِّ شَعْرَةٍ أَجْرٌ، فَقَالَ الرَّجُلُ: إنِّي أَخَافُ أَنْ يَتَتَرَّبَ فَقَالَ: تَتْرِيبُهُ خَيْرٌ لَك وَقَالَ ابْنُ عُمَرَ لِرَجُلٍ رَآهُ يُصَلِّي مَعْقُوصًا شَعْرُهُ: أَرْسِلْهُ لِيَسْجُدَ مَعَك. ... -إلى أن قال- قَالَ الْعِرَاقِيُّ: وَهُوَ مُخْتَصٌّ بِالرِّجَالِ دُونَ النِّسَاءِ لِأَنَّ شَعْرَهُنَّ عَوْرَةٌ يَجِبُ سَتْرُهُ فِي الصَّلَاةِ، فَإِذَا نَقَضَتْهُ رُبَّمَا اسْتَرْسَلَ وَتَعَذَّرَ سَتْرُهُ فَتَبْطُلُ صَلَاتُهَا.
Hikmah (larangan mengikat rambut) tersebut bahwa rambut juga harus ikut Sujud ketika ia sujud dan terdapat pelecehan dalam ibadah, (ini) dikatakan Ibnu Mas'ud sebagaimana diriwayatkan Ibnu Syaibah dalam Mushonnaf dengan Isnad yang Shahih bahwa mana kala beliau masuk masjid dan melihat seseorang rambutnya terikat, Abdullah berkata "Jika anda sholat, jangan diikat rambut anda. Karena rambut anda akan ikut sujud bersama anda. Dan anda mendapat pahala, dari setiap helai rambut anda. Laki-laki itu berkata "Aku takut ia berdebu", beliau berkata "Ia berdebu menjadi pahala bagimu"

Ibnu Umar mana kala melihat seseorang yang shalat terikat rambutnya berkata "Luruskan lah ia (rambutmu) agar sujud bersama mu".


Al Iroqi berkata "Larangan tersebut berlaku khusus untuk laki-laki, bukan untuk perempuan. Karena rambut perempuan adalah aurat. Wajib ditutup (terlebih) saat sholat. Jika rambut itu terurai, bisa menyebabkan terlihat keluar hijab, dan dia tidak mampu menutupinya. Sehingga akan menyebabkan batalnya shalat".
[Nailul Author II/393]

قَوْلُهُ أَوْ عَلَى شَعْرٍ إلَخْ) وَكَذَا لَوْ سَجَدَ عَلَى سِلْعَةٍ نَبَتَتْ بِجَبْهَتِهِ لِأَنَّهَا جُزْءٌ مِنْهُ بِخِلَافِ مَا لَوْ سَجَدَ عَلَى نَحْوِ يَدِهِ فَإِنَّهُ يَضُرُّ شَيْخُنَا (قَوْلُهُ بِجَبْهَتِهِ أَوْ بِبَعْضِهَا) خَرَجَ بِهِ الشَّعْرُ النَّازِلُ مِنْ الرَّأْسِ فَلَا يَكْفِي السُّجُودُ عَلَيْهِ وَمِثْلُهُ شَعْرُ اللِّحْيَةِ وَالْيَدَيْنِ تَحَرَّكَ بِحَرَكَتِهِ أَمْ لَا ع ش
[Hawaasyi as Syarwani Ala at Tuhfah II/70]

Wallahu A'lamu Bis Showaab

(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama