1703. AYAH MENZAKATI ANAKNYA YANG SUDAH BALIGH

Foto: NU online Jatim

Pertanyaan:
>> Lis Zha
🥰..Assalamualaikum warohmatullahiwabarokatuh..
Masih Mengenai perihal Zakat Fitrah.
Hendak Bertanya,
Bolehkah seorang bapak menzakati fitrah anaknya yang telah baligh?

Jawaban:
>> Ismidar Abdurrahman As-Sanusi
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Pada dasarnya dalam Madzhab kami Syafi'i anak yang sudah baligh tidak wajib bapaknya mengeluarkan zakat fitrah untuknya bila ia termasuk orang yang mampu bekerja atau memiliki harta. Namun, bila orang tuanya mengeluarkan zakat untuknya dianggap sah dan sudah menggugurkan kewajiban kalau mendapat izin darinya, halnya seperti mengeluarkan zakat fitrah untuk orang lain yang tidak ada sangkut-pautnya dengan pertalian darah khususnya nafkah. Sebab anak yang baligh dan mampu bekerja nafkahnya tidak ditanggung oleh bapaknya demikian pula fitrah, karenanya tidak wajib bapaknya mengeluarkan zakat fitrah untuknya. Namun, bila ia tidak mampu bekerja lagi faqir atau belum bisa mandiri maka orang tuanya wajib menafkahinya maka wajib juga menggeluarkan zakat fitrah untuknya.

Wallahu A'lam

Ibarot :

 - Kitab Nihaayah az Zain Halaman 181, Cet. Pustaka As Salaam Surabaya

تَتِمَّة من أيسر بِبَعْض الْوَاجِب فَعَلَيهِ أَن يقدم نَفسه فزوجته فخادمها فولده الصَّغِير فأباه فأمه الفقيرين فولده الْكَبِير الَّذِي تجب نَفَقَته بِأَن كَانَ فَقِيرا عَاجِزا عَن الْكسْب فَإِن لم يكن كَذَلِك لَا تجب على الْأَب فطرته لعدم وجوب نَفَقَته

- Kitab Kifaayah Al Akhyaar Juz 1 Halaman 158, Cet. Daar Al Ilmi Surabaya

(فرع) لَو أخرج من مَاله فطْرَة وَلَده الصَّغِير جَازَ وَإِن كَانَ الصَّغِير غَنِيا فَلِأَنَّهُ يسْتَقلّ بتمليكه فَكَأَنَّهُ ملكه ثمَّ أخرج عَنهُ وَالْجد فِي معنى الْأَب وَهَذَا بِخِلَاف الْوَلَد الْكَبِير فَإِنَّهُ لَا يخرج عَنهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ كَالْأَجْنَبِيِّ نعم لَو كَانَ الابْن الْكَبِير مَجْنُونا جَازَ أَن يخرج عَنهُ لِأَنَّهُ لَا يُمكن أَن يملكهُ لِأَنَّهُ كالصغير

- Kitab Hasyiyah Al Bajuri Ala Ibn Qosim Juz 1 Halaman 535, Cet. Daar Al Kutub Al Ilmiyyah Beirut :

(و قوله و يزكى الشخص عن نفسه و عمن تلزمه نفقته) بخلاف من لا تلزمه نفقته فلا يزكى عنه نعم لأصل أن يخرج من ماله زكاة موليه الغني لأنه يستقل بتمليكه بخلاف غير موليه كولده الرشيد و كالأجنبي فلا يجوز إخراجها عنه إلا بإذنه

>> Rina Leriyani I
Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh

Boleh jika mendapat izin.

(قوله و يزكى الشخص عن نفسه و عمن تلزمه نفقته) بخلاف من لا تلزمه نفقته فلا يزكى عنه نعم لأصل أن يخرج من ماله زكاة موليه الغني لأنه يستقل بتمليكه بخلاف غير موليه كولده الرشيد و كالأجنبي فلا يجوز إخراجها عنه إلا بإذنه 

(Ungkapan: dan seseorang yang menzakati dirinya dan orang yang wajib dinafkahinya) Beda dengan orang yang tidak wajib dinafkahinya, maka tidak berhak menzakatinya, Memang demikian , Namun leluhur boleh mengeluarkan zakat orang yang dibawah perwaliannya, menggunakan harta pribadinya,
Karena ia bisa secara mandiri memberi kepemilikan padanya. Beda dengan yang dibawah perwaliannya seperti anak yang sudah dewasa dan seperti orang lain ,maka tidak boleh mengeluarkan zakat untuknya kecuali dengan izin darinya.
(Hasiyah Al Bajuri 'ala fatkhi al Qorib juz II/390)

>> Abdullah Sidiq I
Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.
anak yang sudah besar kedudukannya sama seperti orang lain, untuk membayarkan Zakatnya harus izin dulu. 
Apabila tidak izin dulu, maka menzakatkannya tidak sah.

Imam Nawawi berkata :

(إحْدَاهَا) قَالَ أَصْحَابُنَا لَوْ أَخْرَجَ إنْسَانٌ الْفِطْرَةَ عَنْ أَجْنَبِيٍّ بِغَيْرِ إذْنِهِ لَا يُجْزِئُهُ بِلَا خِلَافٍ لِأَنَّهَا عِبَادَةٌ فَلَا تَسْقُطُ عَنْ الْمُكَلَّفِ بِهَا بِغَيْرِ إذْنِهِ وَإِنْ أَذِنَ فَأَخْرَجَ عَنْهُ أَجْزَأَهُ كَمَا لَوْ قَالَ لِغَيْرِهِ اقْضِ دَيْنِي وَكَمَا لَوْ وَكَّلَهُ فِي دَفْعِ زَكَاةِ مَالِهِ وَفِي ذَبْحِ أُضْحِيَّتِهِ وَلَوْ كَانَ لِلْإِنْسَانِ وَلَدٌ صَغِيرٌ مُوسِرٌ فَحَيْثُ لَا يَلْزَمُهُ فِطْرَتُهُ فَأَخْرَجَ الْأَبُ فِطْرَةَ الْوَلَدِ مِنْ مَالِ نَفْسِهِ جَازَ بِلَا خِلَافٍ صَرَّحَ بِهِ الْقَاضِي أَبُو الطَّيِّبِ وَالْمَاوَرْدِيُّ وَالْبَنْدَنِيجِيّ وَالْبَغَوِيُّ وَالْأَصْحَابُ لِأَنَّهُ يَسْتَقِلُّ بِتَمْلِيكِ ابْنِهِ الصَّغِيرِ وَلَوْ كَانَ كَبِيرًا رَشِيدًا لَمْ يَجُزْ إلَّا بِإِذْنِهِ لِأَنَّهُ لَا يَسْتَقِلُّ بِتَمْلِيكِهِ وَالْجَدُّ كَالْأَبِ وَالْمَجْنُونُ كَالصَّبِيِّ 

Permasalahan Pertama.
Ulama Syafiiyah berkata : Seandainya seseorang mengeluarkan zakat fitrah orang lain tanpa izin darinya, ulama sepakat, zakat tersebut tidak sah, karena zakat merupakan ibadah sehingga ia tidak digugurkan dari orang yang dibebani tanggung jawab itu (mukallaf biha) tanpa seizinnya.

Jika orang tersebut mengizinkan maka zakat fitrah itu sah, seperti kasus seseorang berkata kepada orang lain: "Lunasi hutangku", seperti halnya kasus mewakilkan penyerahan zakat mal dan perwakilan penyembelihan hewan kurban.

Seandainya seseorang mempunyai anak kecil yang berada - sekiranya orang ini tidak dikenai kewajiban membayar fitrahnya- lalu dia mengeluarkan zakat fitrah anak tersebut yang diambilkan dari hartanya, ulama sepakat, praktek ini sah. 
Al Qadhi Abu Ath-Thayyib, Al Mawardi, Al Bandaniji, Al Baghawi, dan ashab menegaskan pendapat ini, karena orangtua berhak penuh atas kepemilikan anaknya yang masih kecil. 

Lain hanya jika anak tersebut telah besar dan mengerti, maka pembayaran zakat fitrah dalam kasus ini tidak sah kecuali atas izin anaknya, karena orangtua tidak berhak penuh atas harta milik anaknya yang sudah besar. 
Kedudukan kakek sama dengan bapak; dan kedudukannya orang sakit jiwa sama dengan anak kecil.
(Majmu' Syarah Muhadzdzab VI / 136)

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama