1783. HUKUM MINTA CERAI KARENA TIDAK DINAFKAHI DAN MASALAH HAK ASUH ANAK KETIKA TERJADI PERCERAIAN



Pertanyaan:
Assalamu'alaikum..

Afwan ustadz wa ustadzah yang ada di grup..

Afwan tadz@⁨Ismidar Abdurrahman As Sa⁩ 

Ana mau tanya, bolehkah mengadukan suami ke pengadilan agama untuk bercerai? Karna suami ga bisa menafkahi istri, maksudnya selalu kurang gitu tadz..

Jika boleh, hak mengasuh anak tetap tanggung jawab suami atau istri, karna perceraian terjadi akibat pengaduan ke pengadilan agama..?

Syukron sebelum nya ustadz @⁨Ismidar Abdurrahman As Sa⁩
[Nurul Fadhilah]

Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

1. Masalah pertama yaitu minta cerai yang diadukan ke pihak pengadilan agama dengan alasan tidak diberi nafkah memang diperbolehkan. Namun, dipertanyakan disebutkan nafkah diberikan tapi masih kurang. Sebenarnya besaran nafkah syariat tidak membatasi jumlahnya tetapi yang diperhitungkan adalah keadaan orang yang memberi nafkah tersebut, yang kurang mampu hendaknya memberikan nafkah sesuai kesanggupannya dan yang mampu demikian pula dan syariat tidak membebani seseorang melainkan atas kesanggupannya. Hendaknya para istri tidak menuntut lebih atas suaminya terlebih melebihi kebutuhannya, karena sang suami sudah susah membanting keringat hendaknya mereka memperhatikan hal itu karena istri yang benar-benar setia adalah mereka yang bertahan baik dalam keadaan lapang maupun sulit.

Oleh karena itu, bila suami tidak memberikan nafkah boleh sang istri melakukan dua alternatif yaitu bertahan bersama suami atau minta pisah. Sedangkan kalau sudah diberi nafkah Tapi merasa kurang dan dirasa bisa bersabar lakukanlah, tetapi bila tidak dan makan pun terasa tidak cukup tidak masalah ajukan ke pengadilan kalau piihak pengadilan menerima maka lakukan sesuai prosedur yang berlaku.

2. Hak asuh ketika terjadi cerai berada pada pihak ibu sampai anak berusia 7 tahun, bila lebih dari masa itu maka si anak disuruh memilih mau ikut ayah atau ibunya, dan pilihan dia itulah yang menanggung nafkah, pendidikan dan sebagainya atas si anak. Usia tujuh tahun itu bukan sebuah keharusan tetapi yang terjadi umumnya memang demikian, yang dinilai seorang anak sudah dinilai Tamyiz, bila sebelum usia 7 tahun sang anak sudah Tamyiz maka tidak berlaku masa usia 7 tahun tadi.

Wallahu A'lam

Ibarot:

- Kitab Al Umm :

فَاحْتَمَلَ إذَا لَمْ يَجِدْ مَا يُنْفِقُ عَلَيْهَا أَنْ تُخَيَّرَ الْمَرْأَةُ بَيْنَ الْمُقَامِ مَعَهُ وَفِرَاقِهِ فَإِنْ اخْتَارَتْ فِرَاقَهُ فَهِيَ فُرْقَةٌ بِلَا طَلَاقٍ لِأَنَّهَا لَيْسَتْ شَيْئًا أَوْقَعَهُ الزَّوْجُ وَلَا جَعَلَ إلَى أَحَدٍ إيقَاعَهُ.

- Kitab Hamisy Al Bajuri Ala Ibn Qosim :

وإذا فارق الرجل زوجته وله منها ولد؛ فهي أحق بحضانته) أي بتربيته بما يصلحه بتعهده بطعامه وشرابه وغسل بدنه وثوبه وتمريضه وغير ذلك من مصالحه. ومؤنة الحضانة على من عليه نفقة الطفل. وإذا امتنعت الزوجة من حضانة ولدها انتقلت الحضانة لأمهاتها، وتستمر حضانة الزوجة (إلى) مُضي (سبع سنين). وعبر بها المصنف لأن التمييز يقع فيها غالبا، لكن المدار إنما هو على التمييز، سواء حصل قبل سبع سنين أو بعدها، (ثم) بعدها (يُخَيَّر) المميز (بين أبويه، فأيهما اختار سلم إليه). فإن كان في أحد الأبوين نقص كجنون فألحق للآخر مادام النقص قائما به؛ وإذ لم يكن الأب موجودا خُيِّر الولد بين الجد والأم. وكذا يقع التخيير بين الأم ومن على حاشية النسب كأخ وعم.

(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As Sanusi)

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama