Foto: Tribun Sumsel
Pertanyaan:
Irish bela nikah lagi maskawinnya masjid,
IBAROT?
[Izul Khaf]
Jawaban:
Mahar berupa masjid tidak sah dengan pertimbangan:
1) Masjid merupakan benda wakaf yang status kepemilikannya berpindah menjadi milik Allah bukan milik manusia.
2) Yang Sah dijadikan mahar barangnya sah dijadikan alat tukar seperti sah diperjualbelikan, sesuai syarat jual beli yakni suci lagi bermanfaat dan dimiliki orang yang melakukan transaksi.
Sesuai dengan pertimbangan diatas masjid tidak sah dijadikan mahar karena status masjid merupakan milik Allah dan tidak dimiliki manusia dan juga masjid tidak sah diperjualbelikan.
Karena tidak sah masjid dijadikan mahar dan bila dilakukan maka akad nikah tetap sah, karena mahar tidak termasuk rukun maupun syarat keabsahan akad nikah, namun bila mahar tidak sah maka secara syariat belum bebas tanggungan karena mahar hukumnya wajib, dan sebagai konsekwensinya SI suami wajib membayar mahar Mitsil.
وَاعْلَمْ) أَنَّ الْمِلْكَ فِي رَقَبَةِ الْمَوْقُوْفِ عَلَى مُعَيَّنٍ أَوْ جِهَةٍ يَنْتَقِلُ إِلَى اللهِ تَعَالَى أَيْ يَنْفَكُّ عَنِ اخْتِصَاصِ الْآدَمِيِّيْنَ
“Ketahuilah bahwa kepemilikan pada barang yang diwakafkan untuk hal yang tertentu atau untuk umum, itu berpindah kepada Allah swt, artinya terlepas dari kepemilikan manusia”.
[Hamisy I'aanah at Thaalibiin III/176]
وَكُلُّ مَا صَحَّ جَعْلُهُ ثَمَنًا صَحَّ جَعْلُهُ صَدَاقًا وَالَّذِي يَصِحُّ جَعْلُهُ ثَمَنًا هُوَ الَّذِي وُجِدَتْ فِيْهِ الشُّرُوْطُ السَّابِقَةُ فِي بَابِ الْبَيْعِ مِنْ كَوْنِهِ طَاهِرًا مُنْتَفَعًا بِهِ مَقْدُوْرًا عَلَى تَسَلُّمِهِ مَمْلُوْكًا لِذِي الْعَقْدِ
“Setiap barang yang sah dijadikan alat tukar/pembayaran, maka sah dijadikan mahar nikah. Barang yang sah dijadikan mahar nikah adalah barang yang memenuhi syarat-syarat yang telah lewat dalam bab jual beli, yaitu suci, bermanfaat, mampu diserahkan, dan dimiliki oleh orang yang transaksi”
[Hasyiyah I'aanah at Thaalibiin III/347]
نكَحَهَا) بِمَا لَا يَمْلِكُهُ كَأَنْ نَكَحَهَا (بِخَمْرٍ أَوْ حُرٍّ أَوْ مَغْصُوبٍ) سَوَاءٌ أَصَرَّحَ بِوَصْفِهِ كَمَا ذُكِرَ أَمْ أَشَارَ إلَيْهِ فَقَطْ وَقَدْ عَلِمَهُ أَوْ جَهِلَهُ
(وَجَبَ مَهْرُ مِثْلٍ) لِفَسَادِ التَّسْمِيَةِ وَبَقَاءِ النِّكَاحِ
“Seseorang menikahi perempuan dengan mahar nikah barang yang tidak dia miliki, seperti ia menikahinya dengan mahar berupa arak, orang merdeka, atau barang ghashaban, maka yang menjadi wajib adalah mahar mitsil, karena batalnya penyebutan mahar dan tetapnya keabsahan nikah”
[Nihaayah Al Muhtaaj VI/342]
وقال الجمهور (3): لا يفسد العقد بالزواج بدون مهر، أو باشتراط عدم المهر، أو بتسمية شيء لا يصلح مهراً؛ لأن المهر ليس ركناً في العقد ولا شرطاً له، بل هو حكم من أحكامه، فالخلل فيه لا تأثير له على العقد. وهذا هو الراجح، إذ لو كان المهر شرطاً في العقد لوجب ذكره حين العقد، وهو لا يجب أن يذكر حين العقد لكن يجب مهر المثل.
______________
(3) مغني المحتاج: 229/ 3، المهذب: 60/ 2، المغني: 716/ 6، كشاف القناع: 174/ 5، فتح القدير: 434/ 3، رد المحتار لابن عابدين: 461/ 2
[Al Fiqh Al Islami Wa Adillatuhu IX/6571]
Wallahu A'lamu Bis Shawaab
(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As Sanusi)
Link Diskusi: