1972. JUAL BELI DENGAN SYARAT TIDAK BOLEH DI JUAL KEMBALI DAN TIDAK BOLEH DIPINJAMKAN


Foto: PoskoMedia Indonesia 


Pertanyaan:
Assalamualaikum wr. WB 
Izin tanya Gus

Sebut saja si doi, si doi ini membeli baju dengan metode pree order dari produk sakura, di dalam pree order itu ada peraturan dan persyaratan ikut pree order yang sudah di tetapkan oleh pihak produk sakura, peraturannya yaitu: 1. Dilarang keras diperjual belikan produk ini 2. Dilarang meminjamkan produk ini 3. Tidak boleh melempar produk ini pada orang lain tanpa izin dari kami. persyaratannya yaitu 1. Berumur 15 tahun ke atas 2. Memiliki kartu member produk sakura 3. Foto dengan kartu member (Apa bila ada penyalah gunaan produk maka akan kami ambil tanpa uang kembali). Si doi sudah membeli produk ini dan sudah memenuhi persyaratan, kemudian hari, bajunya sudah datang dan sama persis yang ia pesan di gambar. 
Pada suatu hari si doi ini membutuhkan uang, kemudian ia menjual bajunya pada orang yang sudah memenuhi persyaratan di atas, tanpa seizin pihak produk sakura.
Pertanyaan?
1. Gimana hukum si doi menjual baju yang sudah sah ia miliki dan sudah memenuhi persyaratan ?
2. Apa hukum si doi meminjamkan bajunya pada orang lain?
3. Gimana hukum pihak sakura yang mengambil produknya tanpa uang kembalian?
Tolong di jawab Gus sertakan ibarot🙏🙏
[Am]

Jawaban:
Waalaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh 

1. Tidak boleh dan tidak sah
2. Tidak boleh dan tidak sah.

Alasannya, meskipun baju tersebut sudah dimiliki oleh si Doi tapi dia tidak mempunyai hak kepemilikan karena jual beli yang ia lakukan tidak sah alias batal karena syarat tersebut bertentangan dengan akad jual beli, yang mana ketika seseorang sudah membeli sesuatu ia menjadi kepemilikan dari barang yang dibeli sehingga ia bebas menggunakannya termasuk menjual lagi atau meminjamkan atau menghibahkan kepada orang lain. Dengan mensyaratkan tidak boleh melakukan itu maka bertolakbelakang dengan jual beli itu sendiri sehingga jual belinya tidak sah. Walhasil, kalau jual belinya tidak sah maka ia tidak memiliki hak kepemilikan terhadap baju tersebut sehingga bila ia jual atau meminjamkan sama halnya ia melakukan itu terhadap bukan yang ia miliki dan menjual atau meminjamkan milik orang lain. Ini merujuk Madzhab Syafi'i. Tidak sah atau Fasid jual beli dengan syarat yang bertentangan dengan akad itu bila dilakukan saat akad sedang berlangsung atau sesudahnya sebelum menerima barang, sedangkan sebelum transaksi jual beli maka syarat tersebut tidak menyebabkan rusaknya akad.

3. Diperbolehkan karena si pembeli sudah melakukan transaksi dengan jual beli yang Fasid (rusak atau tidak sah) dan konsekuensinya ia harus mengembalikan barang yang dibeli itu tanpa kembalian uang harga barang bahkan dia harus memberikan biaya pengembalian barang, kasus ini disamakan dengan kasus GHASHAB. Karena itulah si penjual boleh mengambil baju itu tanpa uang kembalian harga baju tersebut.

(اما) الاحكام فقد ذكرنا الشروط فِي الْبَيْعِ خَمْسَةُ أَضْرُبٍ وَمَرَّتْ أَرْبَعَةٌ وَهَذَا الْخَامِسُ وَهُوَ أَنْ يَشْتَرِطَ مَا سِوَى الْأَرْبَعَةِ مِنْ الشُّرُوطِ الَّتِي تُنَافِي مُقْتَضَى الْبَيْعِ بِأَنْ باعه شيئا بشرط أن لا يبيعه ولا ينتفع به اولا يعتقه اولا يقبضه اولا لَا يُؤْجِرَهُ أَوْ لَا يَطَأَهَا أَوْ لَا يُسَافِرَ بِهِ أَوْ لَا يُسَلِّمَهُ إلَيْهِ أَوْ بِشَرْطِ أَنْ يَبِيعَهُ غَيْرَهُ أَوْ يَشْتَرِيَ مِنْهُ أَوْ يُقْرِضَهُ أَوْ يُؤْجِرَهُ أَوْ خَسَارَةً عَلَيْهِ ان باعه بأقل أو انه إذَا بَاعَهُ لَا يَبِيعُهُ إلَّا لَهُ أَوْ مَا أَشْبَهَ ذَلِكَ فَالْبَيْعُ بَاطِلٌ فِي جَمِيعِ هَذِهِ الصُّوَرِ وَأَشْبَاهِهَا لِمُنَافَاةِ مُقْتَضَاهُ وَلَا فَرْقَ عِنْدَنَا بِأَنْ يَشْرِطَ شَرْطًا وَاحِدًا أَوْ شَرْطَيْنِ
“Adapun permasalahan hukum kasus ini bahwa telah kami tuturkan Sesungguhnya syarat dalam jual beli ada lima macam, dan empat macam telah disebutkan sebelumnya, dan ini adalah yang kelima, yaitu mensyaratkan sesuatu selain dari empat macam tersebut, yaitu syarat-syarat yang bertentangan dengan tujuan jual beli, seperti penjual menjual sesuatu dengan syarat bahwa pembeli tidak boleh menjualnya, tidak boleh memanfaatkannya, tidak boleh memerdekakannya, tidak boleh menerimanya, tidak boleh menyewakannya, tidak boleh melakukan hubungan suami istri dengannya, tidak boleh bepergian dengannya, tidak boleh menyerahkannya kepada orang lain, atau dengan syarat bahwa penjual harus menjualnya kepada orang lain, atau pembeli harus membelinya dari penjual, atau meminjam uang darinya, atau menyewanya, atau menanggung kerugian jika penjual menjualnya dengan harga lebih rendah, atau jika penjual menjualnya, maka tidak boleh menjualnya kecuali kepada pembeli, dan lain-lain yang serupa.

Dalam semua kasus ini, jual beli tersebut menjadi batal karena bertentangan dengan tujuan jual beli. Tidak ada perbedaan dalam hal ini, apakah syarat yang disebutkan adalah satu syarat atau dua syarat”
[Al Majmuu' Syarh Al Muhadzdzab IX/368-369]

 *AKIBAT DARI JUAL BELI DENGAN SYARAT YANG MERUSAKKAN AKAD JUAL BELI*
 
(فصل) مَتَى اشْتَرَى شَيْئًا شِرَاءً فَاسِدًا لِشَرْطٍ مُفْسِدٍ أَوْ لِسَبَبٍ آخَرَ لَمْ يَجُزْ لَهُ قَبْضُهُ فَإِنْ قَبَضَهُ لَمْ يَمْلِكْهُ بِالْقَبْضِ سَوَاءٌ عَلِمَ فَسَادَ الْبَيْعِ أَمْ لَا وَلَا يَصِحُّ تَصَرُّفُهُ فِيهِ بِبَيْعٍ وَلَا إعْتَاقٍ وَلَا هِبَةٍ وَلَا غَيْرِهَا وَيَلْزَمُهُ رَدُّهُ إلَى الْبَائِعِ وَعَلَيْهِ مُؤْنَةُ الرَّدِّ كَالْمَغْصُوبِ وَكَالْمَقْبُوضِ بِالسَّوْمِ وَلَا يَجُوزُ لَهُ حَبْسُهُ لِاسْتِرْدَادِ الثَّمَنِ وَلِأَنَّهُ يُقَدَّمُ بِهِ عَلَى الْغُرَمَاءِ هَذَا هُوَ الْمَذْهَبُ وَبِهِ قَطَعَ 
“(Pasal) Jika seseorang membeli sesuatu dengan jual beli yang fasid karena syarat yang merusak atau karena sebab lain, maka tidak diperbolehkan baginya untuk menerima barang tersebut. Jika ia menerimanya, maka ia tidak menjadi pemiliknya dengan penerimaan tersebut, baik ia mengetahui bahwa jual beli tersebut fasid atau tidak. Ia tidak boleh melakukan tindakan apa pun terhadap barang tersebut, baik dengan menjual, memerdekakan, memberikan, atau tindakan lain. Ia wajib mengembalikan barang tersebut kepada penjual, dan ia harus menanggung biaya pengembalikan, seperti halnya barang yang diambil secara tidak sah (GHASHAB) atau barang yang diterima dengan tawaran (SAUM).

Tidak diperbolehkan baginya untuk menahan barang tersebut untuk mendapatkan kembali harga yang telah dibayarnya, karena dengan demikian ia akan menjadi prioritas di atas kreditur lainnya. Ini adalah pendapat yang dijadikan Madzhab dan yang ditetapkan”
[Al Majmuu' Syarh Al Muhadzdzab IX/369]

وَالْحَاصِلُ مِنْ كَلَامِهِمْ أَنَّ كُلَّ شَرْطٍ مُنَافٍ لِمُقْتَضَى الْعَقْدِ إنَّمَا يُبْطِلُهُ إذَا وَقَعَ فِي صُلْبِهِ أَوْ بَعْدَهُ وَقَبْلَ لُزُومِهِ، بِخِلَافِ مَا لَوْ تَقَدَّمَ عَلَيْهِ وَلَوْ فِي مَجْلِسِهِ كَمَا سَيَأْتِي
“Kesimpulan dari perkataan para ulama bahwa setiap syarat yang bertentangan dengan ketetapan akad bisa batal akad itu bila terjadi pada akad sedang berlangsung atau sesudah akad sebelum menerima barang, lain halnya jika sebelumnya walaupun masih pada majelis itu sebagaimana akan datang uraiannya”
[Nihaayah Al Muhtaaj III/451]

Wallahu A'lamu Bis Shawaab

(Mujawib: Ismidar Abdurrahman As Sanusi)

Link Asal:

Komentari

Lebih baru Lebih lama