Pertanyaan:
Izin tanya lagi yi, ini apakah benar yi?
Kadang tiba-tiba mulut terasa asam, atau manis, atau yang lain, padahal ga makan apa-apa saat puasa.
Maka ditelan langsung tanpa meludahkan dulu, tidak membatalkan puasa.
[+62 898-9725-536]
Jawaban:
Iya benar, tidak membatalkan puasa selagi yang ditelan murni ludah dan tidak bercampur zat lain atau ludah itu tidak bercampur dengan sesuatu yang najis. Namun bila sebaliknya seperti ludah itu bercampur dengan bekas air teh dan jelas ada zatnya dan semisalnya maka batal puasanya bila ditelan karena bercampur dengan zat lain. Karenanya; ketika diyakini ludah itu tidak bercampur zat lain maka tidak batal puasa sebab menelannya.
و (لا) يفطر (بريق طاهر صرف) أي خالص ابتلعه (من معدنه) وهو جميع الفم، ولو بعد جمعه على الاصح، وإن كان بنحو مصطكى.
أما لو ابتلع ريقا اجتمع بلا فعل، فلا يضر قطعا. -الى أن قال- وبالصرف المختلط بطاهر آخر، فيفطر من ابتلع ريقا متغيرا بحمرة نحو تنبل، وإن تعسر إزالتها، أو بصبغ خيط فتله بفمه، وبمن معدنه ما إذا خرج من الفم لا على لسانه ولو إلى ظاهر الشفة ثم رده بلسانه وابتلعه، أو بل خيطا أو سواكا بريقه أو بماء فرده إلى فمه وعليه رطوبة تنفصل وابتلعها: فيفطر.
بخلاف ما لو لم يكن على الخيط ما ينفصل لقلته أو لعصره أو لجفافه، فإنه لا يضر، كأثر ماء المضمضة، وإن أمكن مجه لعسر التحرز عنه، فلا يكلف تنشيف الفم عنه.
"Puasa tidak batal sebab menelan ludah yang masih murni kesuciannya, yang ditelan dari sumbernya -yaitu seluruh daerah mulut-, sekalipun setelah terlebih dahulu dikumpulkan dalam mulut -demikian menurut pendapat Al-Ashah-, dan sekalipun pengumpulannya itu dilakukan setelah dirangsang dengan mengunyah semacam kemenyan mustaka. Jika menelan air ludah yang terkumpul sendiri, maka secara pasti tidak membatalkan puasa.
Tidak termasuk “air ludah yang mumi”, yaitu air ludah yang telah tercampuri benda cair lainnya: Maka puasa menjadi batal, jikalau ia menelan ludah yang telah berubah sifatnya sebab bercampur semacam daun sirih (daun untuk susur), sekalipun rasanya sulit untuk menghilangkannya, atau tercampur naftal benang yang dipintal menggunakan mulutny. Tidak termasuk “dari sumbernya”, yaitu air ludah yang telah keluar dari daerah mulut -bukan yang ada di lidahnya-, sekalipun hanya keluar pada daerah bibir luar, lalu dijilat kembali dan ditelannya.
Atau (kalau) ia membasah: benang atau siwak dengan ludahnya atau air, lalu mengembalikan (menelan) ke mulutnya, dan ada basah-basah yang terlepas dari benang atau siwak tersebut, lalu ditelannya, maka puasanya menjadi batal. Lain halnya jika tidak ada basah-basab yang terlepas daripadanya, maka menelannya tidak membatalkan puasa, karena basah-basah yang ada pada benang itu terlalu sedikit atau benang dan siwak itu sudah diperas atau kering. Masalah ini sama halnya dengan air bekas berkumur, sekalipun-dimungkinkannya untuk meludahkan (mengeluarkan)nya, sebab menjaga air bekas berkumur itu rasanya sulit, Karena itu seseorang tidak terbebani menyeka mulut dari air bekas berkumurnya"
[Fathul Mu'in Hamisy I'aanah At Thaalibiin II/231-232]
Wallahu A'lamu Bis Shawaab
(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As Sanusi)
Link Diskusi: