0885. AURAT YANG TERPOTONG MASIHKAH BERHUKUM AURAT?




Pertanyaan:
Assalamu 'alaikum...
Mau nanyak apakah rambut seorang wanita yg sudah dipotong tetap aurat
Mohon dijawab🙏😊
[Ghengen Meronggih]

Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Aurat adalah sesuatu yang tidak boleh dilihat seperti rambut wanita dan lain sebagainya, bahkan andai bagian yang dikatakan aurat itu sudah terpisah dari badan seseorang tetap berhukum aurat dan haram melihatnya, dalam hal ini Ulama Syafi'iyah memberikan Qoidah: "Setiap yang haram dilihat dalam keadaan tersambung terpisah pun tetap haram". Oleh karena itu, rambut wanita dan sebagainya dari aurat ketika sudah terpisah dari badan tetap berhukum aurat dan hukum melihatnya seperti hukum melihat dalam keadaan tersambung dengan tubuh. Tidak hanya itu, setiap yang haram dilihat haram pula disentuh semisal rambut atau kuku wanita yang sudah terpisah dari tubuh wanita maka bagi laki-laki non mahram haram melihat dan menyentuhnya.

فَرْعٌ
مَا لَا يَجُوزُ النَّظَرُ إِلَيْهِ مُتَّصِلًا كَالذَّكَرِ وَسَاعِدِ الْحُرَّةِ وَشَعْرِ رَأْسِهَا وَشَعْرِ عَانَةِ الرَّجُلِ وَمَا أَشْبَهَهَا، يَحْرُمُ النَّظَرُ إِلَيْهِ بَعْدَ الِانْفِصَالِ عَلَى الْأَصَحِّ. وَقِيلَ: لَا، وَقَالَ الْإِمَامُ احْتِمَالًا لِنَفْسِهِ: إِنْ لَمْ يَتَمَيَّزِ الْمُبَانُ مِنَ الْمَرْأَةِ بِصُورَتِهِ وَشَكْلِهِ عَمَّا لِلرَّجُلِ: كَالْقُلَامَةِ، وَالشَّعْرِ، وَالْجِلْدَةِ، لَمْ يَحْرُمْ. وَإِنْ تَمَيَّزَ، حَرُمَ.
قُلْتُ: مَا ذَكَرَهُ الْإِمَامُ، ضَعِيفٌ، إِذْ لَا أَثَرَ لِلتَّمْيِيزِ، مَعَ الْعِلْمِ بِأَنَّهُ جُزْءٌ يَحْرُمُ نَظَرُهُ. وَعَلَى الْأَصَحِّ: يَحْرُمُ النَّظَرُ إِلَى قُلَامَةِ رِجْلِهَا دُونَ قُلَامَةِ يَدِهَا، وَيَدِهِ وَرِجْلِهِ. - وَاللَّهُ أَعْلَمُ -.
CABANG
Sesuatu yang tidak diperbolehkan melihatnya ketika tersambung seperti penis, tali pusar, rambut kepala, kemaluan laki-laki dan lain sebagainya, haram pula melihatnya sesudah terpisah berpijak pada pendapat yang paling shahih. Sedangkan menurut satu pendapat tidak lah demikian, berkata Al Imaam: Jika tidak bisa dibedakan dengan gambaran dan syakalnya dari wanita dan atau laki-laki seperti potongan, rambut dan kulit tidak diharamkan, sedangkan bila masih bisa dibedakan diharamkan. 
Aku katakan: Yang dikemukakan Al Imaam adalah pendapat yang lemah, karena tidak ada pengaruh bisa dibedakan atau tidak beserta mengetahui itu bagiannya diharamkan melihatnya. Menurut pendapat yang paling shahih diharamkan melihat potongan kaki tidak potongan tangannya (perempuan) dan tangan dan kaki (laki-laki). 
[Roudhoh at Tholibin VII/26]

وَالْحَاصِلُ أَنَّهُ يَحْرُمُ رُؤْيَةُ شَيْءٍ مِنْ بَدَنِهَا ، وَإِنْ أُبِينَ كَظُفُرٍ وَشَعْرِ عَانَةٍ وَإِبْطٍ وَدَمِ حَجْمٍ وَفَصْدٍ لَا نَحْوُ بَوْلٍ كَلَبَنٍ ، وَالْعِبْرَةُ فِي الْمُبَانِ بِوَقْتِ الْإِبَانَةِ فَيَحْرُمُ مَا أُبِينَ مِنْ أَجْنَبِيَّةٍ ، وَإِنْ نَكَحَهَا وَلَا يَحْرُمُ مَا أُبِينَ مِنْ زَوْجَةٍ وَإِنْ أَبَانَهَا  
إلى أن قال
وَفِي ع ش عَلَى م ر: أَنَّهُ إذَا انْفَصَلَ مِنْهَا شَعْرٌ وَهِيَ فِي نِكَاحِهِ ثُمَّ طَلَّقَهَا حَرُمَ النَّظَرُ إلَيْهِ بَعْدَ الطَّلَاقِ؛ لِأَنَّهَا صَارَتْ أَجْنَبِيَّةً مِنْهُ، وَلَا نَظَرَ لِانْفِصَالِهِ فِي وَقْتٍ كَانَ يَجُوزُ لَهُ.
“Kesimpulannya, bahwa haram melihat sesuatu dari anggota badan perempuan ajnabiyyah meskipun dipisahkan, seperti kuku, rambut kemaluan, bulu ketiak,dan darah bekam, bukan semisalnya air kencingnya seperti air susu. Dan yang menjadi pegangan itu pada apa yang dipisahkan pada saat waktu pemisahan, Karenanya, haram apa yang terpisah dari perempuan ajnabiyyah meskipun sudah pernah dinikahi, dan tidak haram apa yang dipisahkan dari istrinya sekalipun suaminya memisahkannya.
Redaksi Syibromalisy atas kitab Nihaayah: Apabila terpisah semisal rambut dalam nikah kemudian menthalaknya haram melihat rambut itu sesudah thalak karena jadi non mahram”
[Hasyiyah Bujairimi ala al Khotib II/375]

قوله: وحيث حرم نظره حرم مسه) أي كل موضع حرم نظره حرم مسه فحرم مس الأمرد كما يحرم نظره ومس العورة كما يحرم نظرها.
“(Ucapan Mushonnif: Ketika haram melihat haram menyentuhnya) artinya setiap tempat yang haram dilihat haram menyentuhnya karenanya haram menyentuh amrod seperti haram melihat dan menyentuh aurat seperti haram melihatnya”
[I'aanah at Tholibin III/303]

Walllahu A'lamu Bis Showaab

[Ismidar Abdurrahman As-Sanusi]

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama