1040. HUKUM BERBICARA DI DALAM TEMPAT BUANG HAJAT SELAIN KETIKA BUANG HAJAT




Pertanyaan:
Assalamualaikum. Izin bertanya... Sudah diketahui bahwa berbicara ketika buang air itu makruh kalau ditempat khusus buang air semacam WC, nah, gimana kalau berbicara ditempat buang air tapi saat itu kita tidak sedang buang air seperti saat membersihkan WC, apa tetap makruh atau tidak makruh lagi. Tolong tampilkan ibarotnya terimakasih
[Abdullah Salam]

Jawaban
Walaikumussalam

Para Ulama Syafi'iyah berselisih pendapat tentang hukum berbicara ditempat yang khusus disediakan untuk buang hajat selain buang hajat. Menurut sebagian pendapat yaitu merupakan pendapat yang dijadikan sandaran oleh Syekh Ziyadi, Qulyubi, Syaubari dan Sa'id Ba'isyan tetap makruh berbicara ditempat yang disediakan khusus untuk buang hajat meskipun tidak saat buang hajat; berarti kemakruhan berbicara ditempat buang hajat itu secara mutlak, sevav larangan berbicara ditempat buang hajat itu bukan sebab buang hajat melainkan karena tempatnya. Sedangkan menurut sebagian pendapat yang lain, yaitu merupakan pendapat Syeikh Khothib as Syarbini (penulis kitab Mughni al Muhtaaj), Imam Romli (penulis kitab Nihaayah al Muhtaaj) dan disepakati oleh Imam Ibn Hajar Al Haitami tidak makruh berbicara ditempat buang hajat asalkan bukan ketika keluar sesuatu saat buang hajat; jelasnya menurut pendapat ini kemakruhan tersebut hanya melihat waktu yang mengeluarkan najis tersebut. Sedangkan bila sebelum itu atau sesudahnya maupun ketika keadaan yang lain tidak dimakruhkan.

Dengan demikian, yang paling baik tidak berbicara ditempat buang hajat meskipun ketika itu tidak buang hajat, kecuali ada keperluan atau dhorurat. Berpijak pada pendapat yang memakruhkan tersebut tidak khusus yang diucapkan dzikir, tetapi setiap ucapan lain juga dilarang.

Dasar keterangan:


بغية المسترشدين الصحفة ١٦ دار الفكر
[مسألة]: صرح شيخنا بكراهة الكلام المعدّ ولو لغير قاضي حاجة.
“Masalah: Guru kita menjelaskan kemakruhan berbicara ditempat yang disediakan (khusus untuk buang hajat) walaupun selain buang air”
[Bughyah al Mustarsyidiin Halaman 16]

ولا يتكلم) حال خروج الخارج ولو بغير ذكر؛ لنهي عنه، وكذا في حال غير خروجه مادام في المعد وإن دخله لغير قضاء الحاجة عند جمع
“Dan janganlah berbicara ketika keluar yang keluar (saat buang hajat) walaupun selain dzikir karena dilarang, demikian pula ketika selain keluarnya ditempat yang disediakan khusus untuk buang hajat, meskipun memasuki tempat itu selain buang hajat menurut segolongan Ulama”
[Busyrol Kariim Halaman 121]

قَوْلُهُ فَقَطْ) أَيْ بِخِلَافِ الْكَلَامِ بِغَيْرِهِمَا فَإِنَّهُ إنَّمَا يُكْرَهُ حَالَ خُرُوجِ الْخَارِجِ لَا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ خِلَافًا لِمَا يُوهِمُهُ بَعْضُ الْعِبَارَاتِ إذْ غَايَتُهُ أَنَّهُ بِمَحَلِّ النَّجَاسَةِ وَمَنْ هُوَ بِمَحَلِّهَا لَا يُكْرَهُ لَهُ الْكَلَامُ بِغَيْرِ ذَلِكَ قَطْعًا إيعَابٌ وَاعْتَمَدَ الزِّيَادِيُّ وَالْقَلْيُوبِيُّ وَالشَّوْبَرِيُّ وَغَيْرُهُمْ الْكَرَاهَةَ مُطْلَقًا اهـ كُرْدِيٌّ وَفِي ع ش مَا نَصُّهُ نَقَلَ سم عَلَى حَجّ عَنْهُ الْكَرَاهَةَ مُطْلَقًا حَالَ خُرُوجِ الْخَارِجِ أَوْ قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ لِحَاجَةٍ اهـ لَكِنِّي لَمْ أَرَ ذَلِكَ فِي عِدَّةِ نُسَخٍ مِنْ سم هُنَا إلَّا أَنْ يُرِيدَ مَا قَدَّمْنَا عَنْ سم عَنْ شَرْحِ الْعُبَابِ وَعَلَيْهِ فِيهِ نَظَرٌ وَقَضِيَّةُ تَقْيِيدِ النِّهَايَةِ وَالْمُغْنِي وَشَرْحِ الْمَنْهَجِ الْكَرَاهَةُ بِحَالِ قَضَاءِ الْحَاجَةِ عَدَمُ الْكَرَاهَةِ قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ وِفَاقًا لِلشَّارِحِ
[Hasyiyah as Syarwani Ala at Tuhfah I/170]

Wallahu A'lamu Bis Showaab


(Dijawab oleh : Ismidar Abdurrahman As-Sanusi dan Muhammad Khisbulloh Huda)

(Mushohhih : Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama