1047. HUKUM TIDUR MENGHADAP KIBLAT




Pertanyaan:
Assalamualaykum warohmatullahi wabarokatuh 

Ijin bertanya ustadz 
Saya kalau tidur,kedua kaki saya menghadap QIBLAT,karena lokasi kamar yg agak sempit.
Dan kepala saya ada di sebelah timur..

Bagaimana hukum tidur saya ustadz 
Boleh apa tidak...

Terima kasih atas jawabannya 🙏
[Aguswahdiyanto Suaminya Kholifah]

Jawaban:
Walaikumussalam

Memang ada kesunahan tidur menghadap kiblat, tapi kesunahan ini ialah wajah menghadap kiblat sedang tangan kanan diletakkan dibawah pipi kanan seperti posisi jenazah. Ini tidak diragukan kesunahannya. Sedangkan posisi tidur yang kaki menghadap kiblat dan wajah ke timur hukumnya makruh.

اسْتِحْبَابُ اسْتِقْبَالِ النَّائِمِ بِوَجْهِهِ الْقِبْلَةَ، وَوَضْعُ يَدِهِ الْيُمْنَى تَحْتَ خَدِّهِ الْيَمِينِ، فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ سُنَّةِ خَاتَمِ الْمُرْسَلِينَ، وَسَيِّدِ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ. فَقَدْ رَوَى أَبُو يَعْلَى عَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَأْمُرُ بِفِرَاشِهِ فَيُفْرَشُ لَهُ فَيَسْتَقْبِلُ الْقِبْلَةَ فَإِذَا آوَى إلَيْهِ تَوَسَّدَ كَفَّهُ الْيَمِينَ ثُمَّ هَمَسَ لَا نَدْرِي مَا يَقُولُ
“Dianjurkan orang tidur menghadapkan wajahnya ke kiblat dan meletakkan tangan kanan diatas pipi kanannya, itulah posisi tidur yang sunah penutup para Nabi dan penghulu pada awalnya dan akhirnya. Sungguh Abu Yu'la meriwayatkan dari Aisyah -Semoga Allah meridhoinya - Ia berkata "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menyiapkan tempat tidurnya, kemudian tidur dengan menghadap kiblat. Pada saat nabi membaringkan badannya, ia jadikan telapak tangan kanannya sebagai bantal, lalu membaca doa dengan lirih. Aisyah mengatakan, “Kami tidak tahu apa yang nabi baca"”
[Ghidzaa' Al Albaab Syarh Manzhumah al Adaab II/385]

ذَكَرَ غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ الْحَنَفِيَّةِ - رَحِمَهُمُ اللَّهُ - أَنَّهُ يُكْرَهُ مَدُّ الرِّجْلَيْنِ إلَى الْقِبْلَةِ فِي النَّوْمِ وَغَيْرِهِ، وَهَذَا إنْ أَرَادُوا بِهِ عِنْدَ الْكَعْبَةِ زَادَهَا اللَّهُ شَرَفًا فَمُسَلَّمٌ، وَإِنْ أَرَادُوا مُطْلَقًا كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ، فَالْكَرَاهَةُ تَسْتَدْعِي دَلِيلًا شَرْعِيًّا، وَقَدْ ثَبَتَ فِي الْجُمْلَةِ اسْتِحْبَابُهُ أَوْ جَوَازُهُ كَمَا هُوَ فِي حَقِّ الْمَيِّتِ.
[Al Adaab As Syar'iyyah III/410]

Wallahu A'lamu Bis Showaab

(Dijawab oleh : Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama