1238. HUKUM MENANGISI MAYAT

Sumber gambar: www.wajibbaca.com


Pertanyaan:
Assalamualaikum wr wb.. Ijin nanya para ahli ilmu. Apa hkumnya orng yg menangisi jenazah, kadng smpai pingsan. Mhn pnjlsn ustad/ ustadah 🙏
[Haji]

Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Menangis sebab ditinggal salah satu keluarga hukumnya diperbolehkan tapi sebaikn ditinggalkan. Para Ulama membedakan hukum menangis Sete meninggalnya sese dengan rincian:
• Apabila menangis disebabkan karena terlalu menyayangi orang yang mati itu dan mengasihi dia maka tidak masalah menangisinya.

• Apabila menangisi dirinya karena dirinya orang berilmu, dapat diambil berkah dan kesholehannya maka menangisinya dianjurkan.

• Apabila menangisinya karena tidak bisa lagi memperoleh kebaikannya dan semacamnya maka makruh. Sebab tidak punya ketetapan hati kepada Allah.

Ketentuan diatas tidak dibedakan antara menangisinya cuma mencucurk air mata, dengan suara atau dibawah kesadarannya misalnya menangis sampai terjadi pingsan. Ini semua bila menangisnya tanpa disertai ratapan, merobek baju, melumuri tanah pada kepala dan sikap-sikap yang merupakan perbuatan orang jahiliah yang menunjukkan tidak Ridha dan menangis dengan mengangkat suara yang berlebihan, bila ini terjadi diharamkan. 

Menangis mayit tidaklah membuat mayit disiksa, sedangkan hadits yang menyebutkan:

إنَّ الميِّتَ يُعذَّبُ في قبرِه ببكاءِ أهلِه عليه
"Sesungguhnya mayit disiksa dalam kuburnya karena ditangisi keluarganya"(HR. Bukhari dan Muslim)

Menurut Mayoritas Ulama termasuk Ulama Syafi'iyah si mayit sebelum meninggal berwasiat supaya ditangisi dan diikuti ratapan, kalau tidak ada wasiat dari si mayit untuk ditangisi atau ia berwasiat kalau dia mati jangan ditangisi maka mayit itu akan mendapatkan siksa atau azab dikuburnya bila ditangisi keluarganya.

Dengan demikian, menangisi keluarga yang meninggal dunia diperbolehkan meskipun sampai pingsan tapi kalau sampai pingsan disebabkan mengangkat suara berlebihan dan bahkan sampai meratap maka hukumnya haram, tapi kalau tangisan wajar dan dirinya tidak bisa mengendalikannya karena misalnya terlalu sayang pada salah satu keluarganya maka tidak diharamkan.

وَلَا بَأْس بالبكاء على الْمَيِّت قبل مَوته وَبعده وَالْأولَى عَدمه بِحَضْرَة المحتضر وَهُوَ قبل الْمَوْت مُبَاح وَأما بعده فَفِيهِ تَفْصِيل فَإِن كَانَ لمحبة أَو رقة كالبكاء على الطِّفْل فَلَا بَأْس بِهِ وَالصَّبْر أجمل وَإِن كَانَ لما فقد من علمه وصلاحه وبركته وشجاعته فَيظْهر اسْتِحْبَابه وَإِن كَانَ لما فَاتَهُ من بره وَالْقِيَام بمصالحه فَيظْهر كَرَاهَته لتَضَمّنه عدم الثِّقَة بِاللَّه تَعَالَى وَلَا فرق فِي ذَلِك بَين مَا كَانَ بِمُجَرَّد دمع الْعين أَو كَانَ بِرَفْع صَوت وَكَانَ دَاخِلا تَحت الِاخْتِيَار وَهَذَا كُله مَا لم يقْتَرن بِهِ مَا يدل على الْجزع كالنوح وشق الجيب وَنشر الشّعْر وتسويد الْوَجْه وَوضع التُّرَاب على الرَّأْس وَرفع الصَّوْت بإفراط فِي الْبكاء وَإِلَّا حرم وَلَا يعذب الْمَيِّت بِشَيْء من ذَلِك مَا لم يوص بِهِ بِأَن أوصى بِتَرْكِهِ أَو سكت أما إِذا أوصى بِشَيْء من ذَلِك فَإِنَّهُ يعذب بِهِ
[Nihaayah Az Zain Halaman 164]

قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْمَيِّتَ لَيُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ وَفِي رِوَايَةٍ بِبَعْضِ بُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ وَفِي رِوَايَةٍ بِبُكَاءِ الْحَيِّ وَفِي رِوَايَةٍ يُعَذَّبُ فِي قَبْرِهِ بِمَا نِيحَ عَلَيْهِ وَفِي رِوَايَةٍ مَنْ يَبْكِ عَلَيْهِ يُعَذَّبْ وَهَذِهِ الرِّوَايَاتُ مِنْ رِوَايَةِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ وَابْنِهِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا وَأَنْكَرَتْ عَائِشَةُ وَنَسَبَتْهَا إِلَى النِّسْيَانِ وَالِاشْتِبَاهِ عَلَيْهِمَا وَأَنْكَرَتْ أَنْ يَكُونَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ذَلِكَ وَاحْتَجَّتْ بِقَوْلِهِ تَعَالَى وَلَا تَزِرُ وازرة وزر أخرى قَالَتْ وَإِنَّمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي يَهُودِيَّةٍ أَنَّهَا تُعَذَّبُ وَهُمْ يَبْكُونَ عَلَيْهَا يَعْنِي تُعَذَّبُ بِكُفْرِهَا فِي حَالِ بُكَاءِ أَهْلِهَا لَا بِسَبَبِ الْبُكَاءِ وَاخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِي هَذِهِ الْأَحَادِيثِ فَتَأَوَّلَهَا الْجُمْهُورُ عَلَى مَنْ وَصَّى بِأَنْ يُبْكَى عَلَيْهِ وَيُنَاحَ بَعْدَ مَوْتِهِ فَنُفِّذَتْ وَصِيَّتُهُ فَهَذَا يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ وَنَوْحِهِمْ لِأَنَّهُ بِسَبَبِهِ وَمَنْسُوبٌ إِلَيْهِ قَالُوا فَأَمَّا مَنْ بَكَى عَلَيْهِ أَهْلُهُ وَنَاحُوا مِنْ غَيْرِ وَصِيَّةٍ مِنْهُ فَلَا يُعَذَّبُ لِقَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى وَلَا تزر وازرة وزر أخرى
[Syarh an Nawawi Ala Muslim VI/228]
Wallahu A'lamu Bis Showaab

(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)

Link Diskusi:

Komentari

Lebih baru Lebih lama