Pertanyaan:
Assalamualaikum. Izin bertanya para asatidz. Kalau masih ada rasa di dalam mulut kita truz kita solat apakah solat kita sah atau tdak.
Contoh. Saya baru selse minum es atau baru selse merokok tanpa berkumur Kemudian solat
Smbga di fahami pertnya'n saya 🙏🏼🙏🏼🙏🏼
Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Apabila ada sebuah rasa dari suatu makanan yang diketahui saat shalat, semisal sebelum shalat sempat makan masakan sambal pedas jengkol, makan Kacang Garuda pedas, minum kopi, teh, minum es yang dibikin dengan pop ice, dll. Ini semua makanan yang menimbulkan rasa yang bisa saja rasanya ini masih ada ketika menjalankan ibadah shalat. Untuk itu tentang keabsahan shalat bila merasa ada sesuatu rasa makanan seperti disebutkan di atas ditafshil sebagai berikut:
• Apabila rasa sebuah makanan dan minuman itu tidak ditelan maka sudah barang tentu tidak membatalkan shalat, misalnya dapat ia tahan sampai ia shalat.
• Apabila Sebuah rasa tersebut ditelan maka dibedakan hukumnya antara bisa merubah rasa ludah atau merubah warna ludah dan antara hanya bekas saja atau ada sisa bendanya.
Oleh karena itu bila sebuah rasa itu ada bendanya (A'in) misalnya ada sisa kopi, sisa teh, sisa kacang, dll, maka bila ditelan membatalkan shalat. Demikian pula, bila tidak ada wujud bendanya (A'in) tetapi rasa tersebut dapat merubah warna ludah. Umpamanya: Semula ludah berwarna putih, ketika ada rasa kopi lidah berubah menjadi hitam, atau ludah berubah warna merah karena rasa pedas makan cabe (Lade-Melayu), dan sebagainya dari perubahan ludah yang nampak ketika adanya sebuah rasa. Namun, menurut sebagian Pendapat berubahnya warna air liur saja bukan rasa, dengan alasan bisa saja berubahnya warna ludah/air liur bukan disebabkan percampuran tapi karena berdekatan dengan bekas warna makanan tadi. Pendapat ini dikatakan Oleh Syeikh Syibromalisy sebagai pendapat yang mendekati kebenaran karena didasarkan pada pendapat para ulama yang mengatakan air masih dianggap menucikan bila warnanya berubah dengan sebab mujawir (berdekatan saja, tidak bercampur).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketika shalat merasa ada rasa Sebuah makanan atau minuman tidak membatalkan shalat jika tidak ditelan. Akan tetapi, kalau ditelan juga tidak membatalkan shalat bila rasa tadi tidak merubah warna/rasa ludah, kecuali menurut sebagian pendapat merubah warna ludah pun tidak membatalkan shalat asal perubahannya disebabkan bekas makanan bukan berubah rasa. Tetapi akan berubah menjadi batal shalatnya bila rasa sebuah makanan itu ada wujud bendanya (A'in) atau merubah rasa ludah.
Solusi yang ditawarkan bagi orang yang makan suatu makanan dan minuman yang dimungkinkan rasanya masih tinggal agar gosok Gigi sebelum shalat atau berkumur-kumur, agar rasa Sebuah makanan atau minuman itu hilang atau tidak ada tersisa bendanya, atau tidak pun hilang supaya rasa itu tidak merubah rasa dan warna ludah kita.
(قوله: أو متغيرا) معطوف على متنجسا.
أي أو ابتلع ريقا متغيرا.
(وقوله: بحمرة نحو تنبل) أي أو بسواد نحو قهوة، أو خضرة نحو قات.
واستقرب ع ش عدم بطلانها بتغيره بسواد القهوة، وقياسه يقال في المتغير بحمرة وخضرة ما مر.
ونص عبارته: مجرد الطعم الباقي من أثر الطعام لا أثر له لانتفاء وصول العين إلى جوفه، وليس مثل ذلك الأثر الباقي بعد شرب القهوة مما يغير لونه أو طعمه فيضر ابتلاعه، لأن تغير لونه يدل على أنه عينا، ويحتمل أن يقال بعدم الضرر لأن مجرد اللون يجوز أن يكون اكتسبه الريق من مجاورته الأسود مثلا.
وهذا هو الأقرب أخذا مما قالوه في طهارة الماء إذا تغير بمجاور.
اه ببعض تغيير.
“(Keterangan Pengarang "Atau berubah") Athof kepada Mutannajis. Artinya, Atau menelan ludah yang berubah (membatalkan shalat).
(Keterangan Pengarang "Dengan warna merah seperti Kinang") artinya, atau warna hitam seperti kopi atau warna hijau seperti Khat/gat.
Pendapat yang mendekati kebenaran menurut Ali Syibromalisy tidak batal shalat dengan perubahan ludah warna hitam kopi diqiyaskan tentang perubahan warna merah dan hijau, redaksi keterangannya: ‘Rasa yang tersisa dari bekas makanan tidak membatalkan shalat, sebab tidak adanya zat kebendaan (‘ain) pada organ dalam seseorang yang sedang shalat. Dan tidak sama dengan hal tersebut yaitu bekas yang tersisa setelah meminum kopi berupa sesuatu yang dapat mengubah warna air liur atau mengubah rasa dari air liur, maka menelan air liur ini dapat membahayakan shalat (membatalkan shalat) , sebab perubahan warna air liur menunjukkan bahwa di dalamnya terdapat zat kebendaan. Masalah ini juga bisa saja dikatakan tidak membahayakan shalat, sebab berubahnya warna bisa saja disebabkan karena upaya air liur yang bersanding dengan warna hitam yang ada di dalam kopi misalnya. Pendapat demikian justru yang mendekati kebenaran, berdasarkan keterangan yang disebutkan oleh para ulama’ tentang sucinya air ketika berubah disebabkan hal yang menyandinginya’, habis dengan sebagiannya dirubah”
[I'aanah at Thoolibiin I/259, Kitab Shalat, Tentang perkara yang membatalkan shalat]
Wallahu A'lamu Bis Showaab
(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)
Link Diskusi:
Artikel terkait: