1417. GUSI BERDARAH SAAT PUASA


Pertanyaan:
Izin bertanya. Apakah batal atau tdak puasa kita. Ketika menelan darah gusi. Mohon reprensinya juga 🙏🏽🙏🏽
[Intan Aprelita]

Jawaban:
بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ

Menelan ludah yang bercampur dengan sesuatu yang najis seperti halnya gusi berdarah lalu ditelan membatalkan puasa meskipun ludahnya tidak berwarna merah seperti berwarna putih, hal ini tidak ada perbedaan antara sedikit maupun banyak kecuali orang yang mengalami gusi berdarah terus-menerus yang mana tidak terhindar darinya suatu waktu tanpa gusi berdarah maka dima'fu (dimaafkan/tidak membatalkan puasa), karena sulit dihindari, baginya hanya membuang darah tersebut dan sisanya dima'fu.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa saat menjalani puasa gusi berdarah membatalkan puasa dengan menelannya meskipun sedikit, kecuali bagi orang-orang yang ditimpa musibah yaitu mengalami gusi berdarah terus-menerus maka dima'fu sebab sulit dihindari, cukup membuang darah itu dan dima'fu sisa yang tertinggal. 

SARAN:
Bila gusi berdarah ketika menjalani puasa sebaiknya berkumur-kumur untuk menghilangkan darah tersebut atau menggunakan kapas dan semisalnya agar tidak menelan darah gusi tersebut.

وخرج بالطاهر: المتنجس بنحو دم لثته فيفطر بابتلاعه، وإن صفا، ولم يبق فيه أثر مطلقا، لانه لما حرم ابتلاعه لتنجسه صار بمنزلة عين أجنبية. قال شيخنا: ويظهر العفو عمن ابتلي بدم لثته بحيث لا يمكنه الاحتراز عنه. وقال بعضهم: متى ابتلعه المبتلى به مع علمه به وليس له عنده بد، فصومه صحيح
-الى أن قال- (قوله: قال شيخنا ويظهر الخ) أي قياسا على مقعدة المبسور.
ومثله في النهاية ونصها: ولو عمت بلوى شخص بدمي لثته بحيث يجري دائما أو غالبا سومح بما يشق الاحتراز عنه، ويكفي بصقه، ويعفى عن أثره، ولا سبيل إلى تكليفه غسله جميع نهاره، إذ الفرض أنه يجري دائما أو يترشح، وربما إذا غسله زاد جريانه - كذا قاله الأذرعي - وهو فقه ظاهر.
اه.
وقال في بشرى الكريم: ولنا وجه بالعفو عنه مطلقا إذا كان صافيا، وفي تنجس الريق به إشكال: لأنه نجس عم اختلاطه بمائع، وما كان كذلك لا ينجس ملاقيه، كما في الدم على اللحم إذا وضع في الماء للطبخ، فإن الدم لا ينجس الماء.
اه.

(قوله: وقال بعضهم إلخ) صنيعه يفيد أنه مخالف لكلام شيخه، مع أنه عينه.
ثم رأيته في التحفة ذكر كلام البعض المذكور ومؤيدا لما قاله، وعبارتها: ويظهر العفو عمن ابتلي بدم لثته بحيث لا يمكنه الاحتراز عنه، قياسا على ما مر في مقعدة المبسور.
ثم رأيت بعضهم بحثه واستدل له بأدلة، وهي رفع الحرج عن الأمة، والقياس على العفو عما مر في شروط الصلاة، ثم قال: فمتى ابتلعه مع علمه به وليس له عنه بد، فصومه صحيح.
اه.

“Dikecualikan dari “yang suci”, jika air ludah itu terkena najis dengan semacam darah gusi, maka kalau ditelan, puasanya menjadi batal, sekalipun ludah tampak jernih, dan pada umumnya tidak ada bekas campuran tersebut. Sebab, dengan adanya larangan menelannya itu, maka statusnya seperti benda tanipak, yang berasal dari selain dirinya.

Guru kita berkata: Jelaslah adanya kemakluman (ma’fu) bagi orang yang mengalami penyakit pendarahan pada gusinya, sekira tidak mungkin dapat memisahkan antara air ludah dengan darah: Sebagian ulama berkata: Bila orang yang terkena penyakit tersebut menelannya, di mana ia tahu hal itu terjadi, tapi ia tidak dapat menghindarinya, maka puasanya adalah sah.

- Sampai perkataan pengarang - ("Berkata guru kita : Dan yang tampak, dst") artinya diqiyaskan dengan Tempat keluar Ambeien. Seperti keterangan tersebut keterangan Dalam kitab An Nihaayah dan redaksi keterangannya: seseorang yang sering dikenai cobaan berupa gusi berdarah yang terus mengalir atau pada umumnya waktu (puasa) maka ditoleransi (ma’fu) kadar (darah gusi) yang sulit untuk dihindari, cukup baginya untuk membuang darah tersebut dan di hukumi ma’fu bekas darah yang tersisa. (sebab) tidak ada jalan untuk menuntutnya agar membasuh darah ini pada seluruh waktu siang, sebab kenyataannya darah ini terus-menerus mengalir atau meresap, dan terkadang ketika dibasuh justru darah gusi semakin bertambah mengalir, - demikian dikemukakan oleh Al Adzro'i - dan Itu fiqih yang jelas. Habis.

(Syeikh Sa'id Ba'isyaan) dalam kitab Busyrol Kariim berkata: Ada satu wajah milik kita (Madzhab Syafi'i) dima'fu secara mutlak bila masih murni dan tentang kenajisan ludah dengannya terdapat isykal karena kenajisan umum bercampur dengan benda cair, yang mana tidak dihukumi najis dengan berdampingan sebagaimana darah daging bila diletakkan pada air masakan maka darah tersebut tidak menajiskan air, habis.

(Keterangan Pengarang : "Sebagian Ulama berkata,dst") tindakan beliau memberi faedah bahwa keterangan tersebut berbeda terhadap perkataan gurunya beserta ia jelas menunjukkan itu.

Kemudian Aku melihat keterangan dalam kitab Tuhfah menuturkan perkataan sebagian Ulama itu dan menguatkan apa yang dikatakannya, redaksinya: Dan yang tampak dima'fu bagi orang yang mengalami gusi berdarah yang tidak mungkin menghindarinya diqiyaskan dengan Tempat keluar Ambeien.

Kemudian Aku melihat sebagian Ulama membahasnya dan berdalil dengan dalil mengangkat kesulitan dari umat dan diqiyaskan dengan dima'fu pada syarat shalat kemudian ia berkata: Ketika menelannya maka puasanya sah, habis”
[I'aanah at Thoolibiin II/261-262]


وَيُفْطِرُ بِهِ إنْ تَنَجَّسَ كَمَنْ دَمِيَتْ لِثَتُهُ أَوْ أَكَلَ شَيْئًا نَجْسًا وَلَمْ يَغْسِلْ فَمَهُ حَتَّى أَصْبَحَ وَإِنِ ابْيَضَّ رِيقُهُ ( قَوْلُهُ كَمَنْ دَمِيَتْ لِثَتُهُ ) قَالَ اْلأَذْرَعِيُّ لاَ يَبْعُدُ أَنْ يُقَالَ مَنْ عَمَّتْ بَلْوَاهُ بِدَمِ لِثَتِهِ بِحَيْثُ يَجْرِي دَائِمًا أَوْ غَالِبًا أَنَّهُ يُتَسَامَحُ بِمَا يَشُقُّ اَلإِحْتِرَازُ عَنْهُ وَيَكْفِي بَصْقُهُ الدَّمَ وَيُعْفَى عَنْ أَثَرِهِ وَلاَ سَبِيلَ إلَى تَكْلِيفِهِ غَسْلُهِ جَمِيعَ نَهَارِهِ إِذَا الْفَرْضُ أَنَّهُ يَجْرِي دَائِمًا أَوْ يَتَرَشَّحُ وَرُبَّمَا إِذَا غَسَلَهُ زَادَ جَرَيَانُهُ اهـ

“Dan ludah membatalkan puasa jika menajiskan seperti seseorang yang gusinya berdarah, atau ia mengonsumsi sesuatu yang najis dan mulutnya tidak ia basuh sampai masuk waktu subuh. Bahkan meskipun air liur (yang terkena najis) warnanya masih bening.

(Keterangan Pengarang : "Seperti seseorang yang gusinya berdarah") Al Adzro'i berkata: Tidak jauh untuk diucapkan bahwa seseorang yang sering dikenai cobaan berupa gusi berdarah yang terus mengalir atau pada umumnya waktu (puasa) maka ditoleransi (ma’fu) kadar (darah gusi) yang sulit untuk dihindari, cukup baginya untuk membuang darah tersebut dan di hukumi ma’fu bekas darah yang tersisa. (sebab) tidak ada jalan untuk menuntutnya agar membasuh darah ini pada seluruh waktu siang, sebab kenyataannya darah ini terus-menerus mengalir atau meresap, dan terkadang ketika dibasuh justru darah gusi semakin bertambah mengalir, habis”
[Asnaa Al Mathoolib I/417]

وَتَقَدَّمَ عَنْ ع ش أَنَّهُ لَوِ ابْتُلِيَ شَخْصٌ بِدَمْيِ اللِّثَةِ بِأَنْ يَكْثُرَ وُجُودُهُ مِنْهُ بِحَيْثُ يَقِلُّ خُلُوُّهُ عَنْهُ يُعْفَى عَنْهُ اهـ
“Dan sudah terdahulu (sebutannya) dari Syekh Ali Syibromalisy bahwa seseorang mengalami cobaan gusi berdarah seperti banyak adanya hingga tidak ada sedikitpun waktu yang kosong darinya dima'fu”
[Hawasyi as Syarwani Ala at Tuhfah I/321]

(مَسْأَلَةٌ : ب) اقتلعَ سنَّهُ الوَجِعَةَ وهوَ صائمٌ لم يعفَ عن الدمِ ولا الريقِ المُختَلِطِ، وإن صفا، بل لا بدَّ من غسلِ فمِهِ. نعم؛ إن عمَّتِ البلوىٰ بالدمِ ولم يمكنْهُ التحرُّزُ عنه، عُفِيَ عنه كدمِ اللِّثَةِ الذي يجري دائماً يُتسامَحُ بما يشُقُّ الاحترازُ عنه؛ بأن يبصقَ حتٰى يبيضَّ ريقُهُ ؛ إذ لو كُلِّفَ غَسلَ فمِهِ في اكثر ِ نهارِهِ لشقَّ، بل ربّماَ زادَ جريانُهُ بذٰلك وكالصومِ الصلاة ُ. نعم؛ يُعفىٰ عن القَليلِ في الفمِ إذا لم يبتلعُهُ كما رَجَّحَهُ ابنُ حجرٍ. انتهى. قلتُ: واعتمدَ « م ر » عدمَ العفوِ عن ذٰلك في الصلاةِ مطلقاً كبقيةِ دمِ المنافذِ، أَمّا في الصومِ فلا يضرُّ ابقاؤُهُ في الفمِ مطلقاً اتفاقاً حتٰى يبتلعَهُ بشرطِهِ. وفي التحفة وباعشان: ولنا وجه بالعفو عنه مطلقاً إذا كان صافياً، وزادَ باعشانِ: وفي تنجس الريق به إشكال؛ لأنه نجس عمَّ اختلاطه بمائع، وما كان كذلك لا ينجس ملاقيه، كما في الدم على اللحم إذا وضع في الماء للطبخ، فإن الدم لا ينجس الماء. اه‍. (مَسْأَلَةُ ك) يُعْفَى عَنْ دَمِّ اللِّثَّةِ الَّذِيْ يَجْرِيْ دَائِماً أَوْ غَالِباً وَلاَ يُكَلَّفُ غَسْلٌ فِيْهِ لِلْمَشَقَّةِ بِخِلاَفِ مَا لَوِ احْتَاجَ لِلْقَيْءِ بِقَوْلِ طَبِيْبٍ فَالَّذِيْ يَظْهَرُ الْفِطْرُ بِذَلِكَ نَظِيْرُ إِخْرَاجِ الذُّبَابَةِ وَلَوِ ابْتُلِيَ بِدُوْدٍ فِيْ بَاطِنِهِ فَأَخْرَجَهُ بِنَحْوِ أُصْبُِعِهِ لَمْ يُفْطِرْ إِنْ تَعَيَّنَ طَرِيْقاً قِيَاسًا عَلَى إِدْخَالِهِ الْبَاسُوْرَ بِهِ اهـ
[Bughyah al Mustarsyidiin Halaman 111. Cet. Al Haromain]


إِذا خرج عَن معدنه كالخارج إِلَى حمرَة الشفتين أَو كَانَ مختلطا بِغَيْرِهِ كبقايا الطَّعَام أَو متنجسا كَأَن دميت لثته فَإِنَّهُ يضر
نعم لَو ابتلى بذلك بِحَيْثُ يجْرِي دَائِما أَو غَالِبا سومح بِمَا يشق الِاحْتِرَاز عَنهُ وَيَكْفِي بصقه ويعفى عَن أَثَره وَلَا سَبِيل إِلَى تَكْلِيفه غسله جَمِيع نَهَاره إِذْ الْفَرْض أَنه يجْرِي أَو يرشح دَائِما أَو غَالِبا وَرُبمَا إِذا غسله زَاد رشحه قَالَه الْأَذْرَعِيّ قَالُوا وَهُوَ فقه ظَاهر
[Nihaayah az Zain Halaman 188]

Wallahu A'lamu Bis Showaab

(Dijawab oleh Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)

Link Diskusi:

Baca Artikel terkait 👇

Komentari

Lebih baru Lebih lama