Sumber gambar: Bincang Syariah
Pertanyaan:
Apakah pendapat beberapa redaksi dibawah bersebrangan dengan fathul muin, suhu?
(مسئلة ج) قام الإمام لخامسة لم يجز للمأموم متابعته ولو مسبوقا ولا انتظاره بل تجب مفارقته
[بغية المسترشدين: ٥٧]
"(Masalah: Jim) Imam berdiri untuk mengerjakan raka'at ke-lima tidak boleh bagi makmum mengikutinya walaupun makmum tersebut makmum masbuq dan tidak (boleh) pula menunggu imam tetapi wajib mufaraqah"
[Bughyah al Mustarsyidiin Halaman 57, Cet. Al Haromain = Terjemah Ismidar Abdurrahman As-Sanusi]
(Fathul Mu'in: Maktabah Syamilah.)
فرع لو قام إمامه لزيادة كخامسة ولو سهوا لم يجز له متابعته ولو مسبوقا أو شاكا في ركعة بل يفارقه ويسلم أو ينتظره على المعتمد
"Far'un: apabila imamnya bangun karena menambahi rokaat, seperti rokaat kelima, meski karena lupa atau ragu-ragu di dalam bilangan rokaatnya, maka tidak diperbolehkan bagi makmum mengikutinya, meski pun makmum masbuq. Namun, makmum harus mufaroqoh lalu salam atau menunggunya. Menurut pendapat muktamad."
(I'anah Attholibin: Maktabah Syamilah)
(قوله: لم يجز له متابعته) أي لم يجز للمأموم أن يتابعه في الركعة الزائدة، فإن تابعه بطلت صلاته لتلاعبه، ومحله إن كان المأموم عالما بالزيادة، فإن كان جاهلا بها وتابعه فيها لم تبطل صلاته، وحسبت له تلك الركعة إذا كان مسبوقا لعذره، وإن لم تحسب للإمام
"(qouluhu: lam yajuz lahu mutaba'atuhu), yakni makmum tidak boleh mengikuti imam dalam menambahi rokaat, apabila dia mengikuti, maka batal sholatnya sebab dianggap bermain-main, keadaannya adalah, apabila makmum tahu bahwa si imam menambahi rokaat, apabila, makmum tidak tahu, lalu mengikuti imam, maka sholatnya tidak batal. Dan apabila dia makmum masbuq, maka rokaat tersebut dihitung (dianggap), meski bagi imamnya, rokaat tersebut tidak dianggap."
(Kasyufatussaja/syarah safinah)
قال عبدالكريم أما لو قام إمامه لخامسة ساهياً فإنه يمتنع على المأموم متابعته ولو كان
مسبوقاً وهو مخير بين مفارقته ليسلم وحده وانتظاره ليسلم معه ومحل وجوب متابعته في
السجود ما لم يتيقن المأموم غلط إمامه وإلا فلا يتبعه كأن سجد لترك الجهر أو السورة
انتهى
Abdul Karim berkata, “Apabila imam telah berdiri pada rakaat kelima karena lupa maka makmum dilarang mengikuti imam meskipun makmum tersebut adalah makmum masbuk, tetapi ia diperkenankan untuk memilih antara berniat mufaroqoh (memisah dari qudwah) agar bisa mengucapkan salam sendirian atau menunggu imam agar ia bisa mengucapkan salam bersamanya. Kewajiban makmum untuk mengikuti imam dalam sujud sahwi adalah selama makmum tidak meyakini kesalahan imamnya, apabila makmum meyakininya maka ia tidak wajib mengikuti imamnya, seperti; imam melakukan sujud sahwi karena tidak membaca keras atau tidak membaca Surat.”
[Nur Fuad Asy-Syaiban]
Jawaban:
Sebenarnya redaksi beberapa Ibarot tersebut diatas tidak bertentangan yakni Ibarot (keterangan) dari kitab Bughyah tidak bertentangan dengan Ibarot pada Fathul Mu'in dan Kaasyifah as Sajaa. Tapi padanya memang terjadi khilaf Ulama Syafi'iyah. Yakni apabila imam menambah raka'at seperti sudah empat raka'at pada kasus shalat Dzuhur dan ashar, atau tiga raka'at pada kasus shalat Maghrib, atau dua raka'at pada kasus shalat shubuh. Seharusnya ketika selesai sujud terakhir ia langsung Tasyahud tapi malah menambah raka'at lebih. Maka ketika makmum betul-betul tahu kejadian Itu makmum tidak boleh mengikuti imam tersebut; baik makmum muwafiq Yaitu makmum yang mendapati raka'at pertama dan sebelum imam ruku' atau makmum masbuq. Tapi pada keadaan itu Makmum wajib mufaraqah menurut satu Qoul, Sedangkan menurut pendapat yang Mu'tamad boleh menanti imam pada duduk Tasyahud akhir. Pengertian Ibarot kitab Bughyah itu berpijak pada pendapat yang mewajibkan mufaraqah.
Kedua pendapat tersebut boleh diamalkan dan tetap mendapatkan Fadhilah berjamaah, kendatipun menunggu Imam lebih utama sebagaimana redaksi kitab Syarh al Bahjah:
قَوْلُهُ: يُفَارِقُهُ، أَوْ يَنْتَظِرُهُ) وَتَحْصُلُ فَضِيلَةُ الْجَمَاعَةِ بِكُلٍّ مِنْهُمَا، وَانْتِظَارُهُ أَفْضَلُ.
(Pernyataan "Mufaraqah atau menunggu imam) dan memperoleh keutamaan jama'ah dengan melakukan salah satu keduanya, kendatipun demikian menunggu imam lebih utama.
[Syarh al Bahjah I/387]
Oleh karena itu, ketika imam menambah raka'at tidak boleh bagi makmum mengikutinya meskipun makmum masbuq. Solusi yang ditawarkan baginya boleh ia menanti imam pada duduk Tasyahud akhir atau melakukan mufaraqah. Sedangkan bagi makmum masbuq yang tidak tahu Imam menambah raka'at maka lalu ia ikuti maka raka'at yang ia jalani juga terhitung baginya. Adapun bagi makmum muwafiq dan makmum masbuq yang tahu imam menambah raka'at tidak boleh mengikuti imam; bila nekat mengikuti batal shalatnya, kecuali Makmum tersebut tidak tahu imam menambah raka'at maka tidak batal shalatnya. Sebagaimana diterangkan oleh Syeikh Ibnu Ziyad dan Syeikh Sayyid Bakri Syata Dimyati dan sebagian redaksi beliau sudah dikutip sang penanya.
[مسألة]: إذا قام الإمام لخامسة وتحقق المأموم ذلك لم تجز له متابعته موافقاً كان أو مسبوقاً، ويجوز حينئذ مفارقته وانتظاره، وإن لم يعلم المسبوق أنها خامسة فتابعه فيها حسبت له.
Bila Imam shalat berdiri untuk mengerjakan rakaat kelima dan makmum yakin akan hal tersebut, maka tidak boleh baginya mengikuti imamnya baik ia menjadi makmum muwaafiq (makmum yang mendapati bacaan fatihah bersama imamnya dirakaat pertama) atau menjadi makmum masbuq. Dan boleh baginya saat demikian memisahkan diri dari imam atau menantinya (dalam duduk tahiyyah).Bila makmum masbuq tidak mengetahui bahwa yang dikerjakan imam adalah rokaat yang kelima kemudian ia mengikuti imamnya maka rokaatnya juga terhitung baginya.
[Ghooyah At Talkhish al Muraad Min Fatawa Ibn Ziyad]
(قوله: لم يجز له متابعته) أي لم يجز للمأموم أن يتابعه في الركعة الزائدة، فإن تابعه بطلت صلاته لتلاعبه، ومحله إن كان المأموم عالما بالزيادة، فإن كان جاهلا بها وتابعه فيها لم تبطل صلاته، وحسبت له تلك الركعة إذا كان مسبوقا لعذره، وإن لم تحسب للإمام.
(قوله: ولو مسبوقا أو شاكا) غاية
في عدم جواز المتابعة له، أي ولو كان المأموم مسبوقا أو شاكا في ركعة، فإنه لا تجوز له المتابعة.
(قوله: بل يفارقه) أي ينوي المفارقة.
(وقوله: ويسلم) أي بعد أن يتشهد.
ومحل هذا إذا لم يكن مسبوقا.
أو شاكا في الركعة ركعة، فإن كان كذلك: قام بعد نيته المفارقة للإتيان بما عليه، كما هو ظاهر.
(قوله: أو ينتظره) أي أو ينتظر الإمام في التشهد.
(قوله: على المعتمد) متعلق بينتظر.
ومقابله يقول: لا يجوز له الانتظار، كما نص عليه ابن حجر في فتاويه.
وعبارتها بعد كلام:قال الزركشي كالأسنوي نقلا عن المجموع في الجنائز: ولا يجوز له انتظاره، بل يسلم، فإنه في انتظاره مقيم على متابعته فيما يعتقده مخطئا فيه.
والمعتمد خلاف ما قاله الخ اه.
(Keterangan Pengarang: Tidak boleh mengikutinya) artinya makmum tidak boleh mengikuti imam pada raka'at penambahan tersebut. Karena itu, bila ia mengikutinya batal shalatnya karena TALAA'UB (mempermainkan ibadah).
Letak batal shalatnya bila makmum mengetahui penambahan tersebut, sedangkan jika ia Jahil (tidak tahu) dan mengikuti imamnya tidak batal shalatnya dan terhitung raka'at Itu bila Makmum masbuq karena udzur meskipun tidak terhitung bagi imam.
(Keterangan Pengarang "Walaupun Makmum masbuq atau yang meragukan raka'at) Keterangan tersebut menunjukkan ketidak bolehan mengikuti imam tersebut, artinya walaupun makmum masbuq atau yang meragukan raka'at tidak boleh mengikuti baginya
(Keterangan Pengarang "Tetapi melakukan mufaraqah") artinya berniat Mufaraqah
(Keterangan Pengarang "Dan melakukan salam") artinya sesudah melakukan Tasyahud. Ini dia bila bukan makmum masbuq atau yang meragukan raka'at, bila demikian berdiri sesudah berniat Mufaraqah untuk melanjutkan rakaatnya.
(Keterangan Pengarang "Atau menunggunya") artinya atau menunggu imam pada Tasyahud
(Keterangan Pengarang "Berdasarkan pendapat yang Mu'tamad") berkenaan dengan menunggu. Sedangkan lawannya mengatakan tidak boleh menunggu sebagaimana nas Ibn Hajar pada Fatwanya. Redaksinya sesudah perkataan: Zarkasyi seperti Al Isnawi berkata menuqil keterangan kitab Al Majmuu' pada kitab Al Janaaiz: “Tidak Boleh menunggu imam tetapi langsung melakukan salam karena menunggu imam berkedudukan mengikuti imam pada sesuatu keyakinannya salah padanya”. Pendapat yang Mu'tamad menyalahi apa yang dikatakannya,dst” selesai.
[I'aanah at Thoolibiin II/42, Cet. Nurul Ilmi Surabaya]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bila Imam menambah raka'at tidak boleh Makmum mengikutinya; baik Makmum muwafiq maupun makmum masbuq, bila mengikuti batal shalatnya bila betul-betul tahu Imam menambah raka'at, bila tidak tahu tidak batal shalatnya, dan bila makmum masbuq mengikuti karena tidak tahu maka raka'at yang ia jalani bersama imam terhitung baginya. Yakni kalau cukup nanti tinggal salam, dan bila masih kurang melanjutkan lagi setelah imam salam.
Kemungkinan ada orang masa kini beranggapan setelah membaca keterangan seperti tersebut diatas yaitu Madzhab Syafi'i tidak membolehkan Makmum mengikuti imam yang menambah raka'at menyalahi sunah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam. Sebab, pada Zaman beliau beliau pernah shalat Dzuhur lima raka'at karena lupa tapi para Sahabat yang ikut shalat dibelakang beliau mengikuti beliau, seperti disebutkan pada hadits berikut:
وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - صَلَّى الظُّهْرَ خَمْسًا، فَقِيلَ لَهُ: أَزِيدَ فِي الصَّلَاةِ؟ فَقَالَ: " وَمَا ذَاكَ؟ " قَالُوا: صَلَّيْتَ خَمْسًا، فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ بَعْدَمَا سَلَّمَ، وَفِي رِوَايَةٍ، قَالَ: " إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ، أَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ، فَإِذَا نَسِيتُ فَذَكِّرُونِي، وَإِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلْيَتَحَرَّ الصَّوَابَ، فَلْيُتِمَّ عَلَيْهِ، ثُمَّ لِيُسَلِّمْ، ثُمَّ يَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ» "
Artinya: Dari Abdullah bin Mas'ud Radhiallahu Anhu bahwasanya Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam pernah shalat dzuhur 5 (lima) rakaat. Maka ada yang bertanya kepada beliau : “Apakah shalat sengaja ditambah? Beliau menjawab : “Memangnya apa yang terjadi?” Kemudian mereka (para sahabat) menjawab: “Anda telah mengerjakan shalat (dzuhur) lima rakaat. “Maka beliau langsung sujud dua kali kemudian salam” (HR. Jama'ah ahli hadits termasuk Bukhari dan Muslim, dengan berbagai redaksi riwayat)
Adapun pertanyaan salah seorang sahabat tersebut dilakukan sesudah salam, bukan saat shalat karena sudah dimaklumi tidak boleh berbicara saat shalat. Sebagaimana penjelasan Syekh Al Mulaa Al Qoriy:
وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - صَلَّى الظُّهْرَ خَمْسًا» ) : قَالَ ابْنُ حَجَرٍ: هَذِهِ الرِّوَايَةُ أَصَحُّ مِنْ رِوَايَةِ: " زَادَ أَوْ نَقَصَ " عَلَى الشَّكِّ (فَقِيلَ لَهُ) ، أَيْ: بَعْدَ أَنْ سَلَّمَ (أَزِيدَ) : بِصِيغَةِ الِاسْتِفْهَامِ (فِي الصَّلَاةِ؟ قَالَ: " وَمَا ذَاكَ؟ ") : أَوْ مَا ذَاكَ الْقَوْلُ أَوْ مَا سَبَبُ قَوْلِكَ هَذَا؟ يَعْنِي لِمَ تَقُولُونَ أَزِيدَ فِي الصَّلَاةِ؟ وَقِيلَ: " مَا " نَافِيَةٌ، وَذَاكَ إِشَارَةٌ إِلَى الزِّيَادَةِ وَالتَّذْكِيرِ بِاعْتِبَارِ الْمَصْدَرِ، أَوْ بِتَأْوِيلِ الْمَذْكُورِ،
(Dari Abdullah bin Mas'ud "Bahwasanya Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam Shalat Dzuhur lima raka'at") Ibnu Hajar berkata, "Riwayat ini lebih Shahih dari riwayat terjadi penambahan dan pengurangan" sebab keraguan. (Maka ada yang bertanya kepada beliau) artinya sesudah beliau salam... dst.
[Mirqoh Al Mafaatih Syarh Misykaah al Mashoobih II/800, Cet. Al Maktabah As Syamilah Apk]
Berkenaan dengan hadits tersebut dan semisalnya bukan berarti Madzhab Syafi'i menyalahi Sunah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, tetapi Madzhab Syafi'i mengambil jalan mentakwil hadits itu sebagaimana disebutkan Syeikh Al Islam Zakariya Al Anshori berikut:
وَأَمَّا مُتَابَعَةُ الْمَأْمُومِينَ لَهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فِي قِيَامِهِ لِلْخَامِسَةِ فِي صَلَاةِ الظُّهْرِ فَإِنَّهُمْ لَمْ يَتَحَقَّقُوا زِيَادَتَهَا؛ لِأَنَّ الزَّمَنَ كَانَ زَمَنَ الْوَحْيِ وَإِمْكَانِ الزِّيَادَةِ، وَالنُّقْصَانِ وَلِهَذَا قَالُوا أَزِيدَ فِي الصَّلَاةِ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ .
“Adapun makmum Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam mengikuti beliau pada berdiri raka'at kelima shalat Dzuhur karena mereka tidak yakin raka'at yang Nabi jalani sebagai tambahan, karena pada zaman itu zaman Wahyu dimungkinkan saja terjadi penambahan dan pengurangan (raka'at). Oleh sebab itulah para sahabat (Makmum Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam) sempat bertanya 'Apakah shalat ditambah ya Rasulullah?'”
[Asnaa Al Mathoolib I/194]
Dari redaksi tersebut dapat ditarik pemahaman bahwa para sahabat yang mengikuti raka'at penambahan pada shalat Dzuhur tersebut karena mereka tidak yakin atau tidak tahu raka'at tambahan tersebut adalah tambahan karena pada masa itu masa Wahyu, bisa saja terjadi penambahan atau pengurangan berdasarkan Wahyu.
Wallahu A'lamu Bis Showaab
(Dijawab oleh: Ismidar Abdurrahman As-Sanusi)
Link Diskusi:
• Baca artikel terkait: